Mohon tunggu...
Lia
Lia Mohon Tunggu... Lainnya - A Science and Pop Culture Enthusiast

Passionate on environment content, science, Korea and Japanese culture.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ancaman Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebagai Tumpuan Ekonomi: Terbelenggu Dilema Kenaikan Cukai Rokok

3 Desember 2023   22:43 Diperbarui: 6 Desember 2023   11:07 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kretek (Sumber: Arah Jabar)

Tembakau, salah satu komoditas industri ini memang masih menjadi andalan negara dalam menyumbang devisa. Tak mengherankan jika bisnis Industri Hasil Tembakau (IHT) masih langgeng hingga sekarang.

Industri Tembakau Sumbang 96% Pendapatan Cukai Negara

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ester Sri Astuti mengungkapkan, cukai hasil tembakau telah menyumbang Rp 218,62 triliun atau lebih dari 10% dari total penerimaan pajak negara pada 2022. Bahkan, rata-rata kontribusi terhadap total pendapatan cukai negara sekitar 96% didominasi oleh cukai hasil tembakau. Tercatat, angkap penerimaan dari cukai rokok sepanjang periode 2015-2018 selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Sebab itu, tidak sedikit yang menilai industri tembakau sebagai tulang punggung pemasukan negara. Apalagi, industri ini menjadi tumpuan hidup banyak khalayak terutama para petani tembakau dan kelompok perempuan yang berkecimpung dalam Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Di sisi lain, gagasan tidak bermaksud membela industri rokok dan seolah mengabaikan dampak kesehatan yang ditimbulkan. Namun, sebenarnya ada banyak sisi yang jarang terungkap dibalik kontribusi rokok dalam perekonomian nasional. Sisi lain yang menunjukkan bahwa rokok bukan sekadar soal perputaran ekonomi, tapi juga menyangkut warisan budaya yang kerap diabaikan.

Sigaret Kretek Tangan (SKT): Tumpuan Ekonomi Sekaligus Warisan Budaya Bangsa

Dalam catatannya, Thomas Stanford Raffles menyebutkan, rokok telah menjadi kebutuhan hidup masyarakat pribumi Indonesia sejak tahun 1600. Bisa dikatakan bahwa rokok adalah warisan turun-temurun yang menyimpan nilai sejarah, seperti Sigaret Kretek Tangan.

Sebelum dikenal rokok jenis filter, kretek terlebih dahulu populer di Indonesia bahkan hingga sekarang. Mengutip dari buku KRETEK: Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa Indonesia, sejarah menunjukkan bahwa rokok kretek sejatinya warisan bangsa yang ditemukan oleh Haji Djamhari, pribumi asal Kudus.

Siapa sangka, penemuan tersebut bermula dari dirinya yang menderita sakit dada atau semacam penyakit bengek. Berbagai upaya dilakukan, termasuk mengoleskan minyak cengkeh ke dadanya. Merasa kondisinya membaik, Djamhari pun berinisiatif untuk mencampurkannya dengan potongan cengkeh dan tembakau. Lalu, racikan tersebut ia bakar sehingga mengeluarkan bunyi semacam “Kretek atau Kemretek”. Dari sinilah istilah “Kretek” dikenal.

Bak obat, sakit Djamhari sudah tak kambuh lagi semenjak mengisap kretek tersebut. Jarang diketahui, inilah perjalanan awal bisnis kretek dimulai di Indonesia. Dari situ pula, Kabupaten Kudus dikenal sebagai Kota Kretek.

Sebelum Sigaret Kretek Tangan diciptakan, kretek yang dibuat berupa Sigaret Klobot. Wujudnya berupa racikan tembakau dan cengkeh yang dibungkus dalam klobot atau daun jagung yang dikeringkan. Seiring berjalannya waktu, terciptalah Sigaret Kretek Tangan yang memiliki ciri khas berupa ujung isap yang lebih kecil daripada ujung yang dibakar.

Penemuan kretek ini kian membuktikan bahwa rokok sebagai budaya asli Indonesia yang menjadi tradisi turun-temurun. Maka dari itu, bukan berlebihan jika sejarah rokok turut menjadi saksi hidup peradaban masyarakat Indonesia. Peradaban yang menggambarkan usaha bangsa Indonesia dalam membangun bisnis kretek dari skala rumahan menjadi industri yang sukses seperti sekarang.

Menurut Wibisono dan Yoandinas (2014), Sigaret Kretek Tangan tersebut mulai diproduksi menggunakan alat pelinting sederhana sejak tahun 1913. Untuk pertama kalinya, kretek ini pula yang berhasil diproduksi secara massal dan tentunya menjadi kabar baik bagi masyarakat sekitar. Pasalnya, produksi kretek ini sekaligus membuka lapangan pekerjaan terutama bagi kaum perempuan.

Tanpa disadari, kehadiran industri kretek yang pertama tersebut memberikan kesempatan bagi para perempuan untuk berkontribusi sebagai tulang punggung keluarga. Setidaknya, perempuan bukan hanya dipandang sebagai ibu rumah tangga tapi juga pemberi nafkah.

Keberlanjutan Industri Kretek Dibelenggu Naiknya Cukai Rokok

Seperti bisnis pada umumnya, industri kretek juga mengalami pasang surut. Dalam buku KRETEK: Pusaka Nusantara, disebutkan bahwa industri kretek mulai menyebar di luar daerah Kudus seperti Pati, Semarang, Blitar, Surabaya, Malang, dan lainnya. Lalu, berkembang pesat hingga mencapai 269 pabrik pada 1933. Artinya, ada puluhan ribu atau bahkan jutaan pekerja yang bergantung pada industri Sigaret Kretek Tangan tersebut.

Pada 2022, jumlah pabrik rokok yang ada di Indonesia mencapai 1.100. Jumlah ini memang menurun drastis ketimbang tahun 2007 yang angkanya mencapai 4.669 unit usaha. Mengutip dari Kemenperin RI, tercatat Industri Hasil Tembakau (IHT) tersebut telah menyerap 5,98 juta tenaga kerja di mana pekerjanya didominasi kaum perempuan, khususnya pada Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Banyaknya pabrik kretek yang tutup tersebut tak lepas dari kesadaran masyarakat dan otoritas kesehatan akan bahaya rokok yang selama ini digaungkan. Kondisi inilah yang membuat IHT didera efek ganda, yakni mendorong perekonomian masyarakat tapi juga berefek buruk bagi kesehatan.

Kendati demikian, pencapaian cukai yang meningkat dan memenuhi target membuat pemerintah dan stakeholder terkait mempertahankan keberlanjutan industri kretek tersebut. Hingga detik ini pun, industri kretek menerima begitu banyak tantangan terutama perihal kenaikan cukainya.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) naik rata-rata sebesar 10% pada 2023 dan 2024. Adapun untuk rokok elektrik dinaikkan rata-rata 15%, sedangkan hasil pengolahan tembakau lainnya berkisar 6%. Kebijakan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 dan 192 Tahun 2022.

Akibatnya, harga rokok kian melambung dan diperkirakan akan menurunkan daya beli konsumen sehingga dikhawatirkan merugikan para petani. Tentunya, jika industri kretek lesu maka akan mendorong ditutupnya pabrik rokok dan memicu peningkatan pengangguran.

Dampaknya, perekonomian dapat terganggu karena sumber devisa negara juga berkurang. Pada akhirnya, efek ganda keberadaan industri kretek menimbulkan dilema dalam penentuan kebijakan.

Pelaku Industri Kretek Butuh Pemberdayaan Skills Secara Khusus

Kenaikan cukai rokok sebenarnya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sejak tahun 2019 dan sudah masuk dalam skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hanya saja, solusi bagi para pihak yang terdampak terutama petani tembakau memang masih sebatas penekanan impor tembakau. Diharapkan dengan impor tembakau tersebut dapat memaksa penyerapan tembakau lokal secara masif. Alternatif lainnya, pemerintah melalui Dirjen Bea Cukai juga berupaya menyiapkan skema Dana Bagi Hasil dari cukai rokok dengan petani tembakau.

Meski begitu, tetap saja kenaikan cukai tetap membayangi kerugian yang harus diterima petani tembakau ketika industri kretek terancam gulung tikar. Pengurangan tenaga kerja dalam produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) juga perlu diperhatikan mengingat penurunan daya beli rokok dapat mengancam kesejahteraan pekerja.

Adapun solusi lainnya yang dapat diimplementasikan, yakni memberikan pemberdayaan bagi semua pihak yang terlibat dalam rantai produksi kretek, khususnya pada petani tembakau dan pekerja SKT. Pemberdayaan tersebut dapat berupa pelatihan kerja atau skill tertentu yang kedepannya dibutuhkan bagi industri mendatang.

Dampak dari solusi tersebut memang sifatnya jangka panjang. Kendati demikian, secara perlahan dapat meningkatkan kompetensi bagi mereka yang selama ini bekerja di industri kretek. Ibaratnya, ini sebagai solusi untuk mengalihkan para pekerja maupun petani ke sektor lainnya dengan bertahap di masa depan nantinya.

Dengan begitu, angka pengangguran dapat ditekan semisal terjadi penutupan pabrik secara massal. Namun, hal ini juga perlu didukung dengan upaya-upaya lainnya dari pemerintah agar lapangan pekerjaan selalu terbuka lebar disertai ketersediaan SDM yang berkualitas.

Referensi:

Cukai rokok naik, ini solusi bagi petani tembakau. 2019. https://www.ksp.go.id/cukai-rokok-naik-ini-solusi-bagi-petani-tembakau-2.html [diakses 3 Desember 2023].

Kemenperin. 2019. Industri Hasil Tembakau serap 5,98 juta tenaga kerja. https://kemenperin.go.id/artikel/20466/Industri-Hasil-Tembakau-Serap-5,98-Juta-Tenaga-Kerja [diakses 3 Desember 2023].

KumparanBISNIS. 2023. Indef proyeksi cukai rokok masih jadi andalan penerimaan negara di 2023. https://kumparan.com/kumparanbisnis/indef-proyeksi-cukai-rokok-masih-jadi-andalan-penerimaan-negara-di-2023-1zvNGcVAEXi [diakses 3 Desember 2023].

Sunaryo T. 2013. KRETEK: Pusaka Nusantara. Jakarta(ID): Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI).

Wibisono N, Yoandinas M. 2014. KRETEK: Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa Indonesia. Jakarta(ID): Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun