Sebenarnya, sebelum PSBB kemarin, kami sudah punya rencana untuk melakukan wisata ke pantai, tepatnya sebelum puasa dan Idul fitri kemarin. Namun, karena tiba-tiba muncul si coronna ini, dan adanya aturan stay at home selama PSBB, jadilah rencana tersebut ambyar semua. Karena walaupun sudah menjadi new normal, tapi tetap saja ada kekhawatiran untuk pergi ke tempat ramai yang mengundang banyak orang.
Selama tiga bulan kami bertahan untuk tetap di rumah. Tapi lama-lama jenuh juga. Ingin rasanya pergi ke tempat-tempat yang bisa merefresh otak dan pikiran kita, setidaknya agar tidak selalu terpaut dengan berita-berita tv seputar covid 19.
Walaupun mall dan tempat-tempat wisata sudah mulai beroperasi kembali, tapi masih saja ada perasaan was-was untuk pergi ke tempat tersebut, Â apalagi jika sudah mendengar jika jumlah orang yang terpapar coronna ini makin hari makin bertambah banyak saja. Boro-boro ke mall, ke pasar saja nyaris belum pernah lagi semenjak PSBB kemarin.
Waspada perlu, tapi jangan terlalu Parno juga kali... mungkin ada orang yang berkata seperti itu, tapi aku balas saja dengan ucapan.. Bukan Parno, hanya waspada saja, karena kita punya anak-anak, punya orang tua dan sanak saudara yang rentan terpapar virus. Mungkin kita bisa terhindar dari virus, tapi belum tentu dengan mereka. Begitu yang selalu aku katakan pada orang-orang, jika mereka mulai menganggap kami terlalu worried terhadap virus satu ini.
Ya.. mungkin ada benarnya juga.. kami terlalu worried, dan mungkin karena itu pula kami menyusun rencana untuk wisata sesuai passion kami saat ini. Awalnya kami harus putar otak saat bocah mulai rewel karena terlalu lama tinggal di rumah, sedangkan kami tidak bisa mengajaknya pergi ke tempat bermain.
Jadilah kami mengajaknya jalan-jalan versi kami. Dengan tetap memakai masker dan sarung tangan, kami mengajaknya ke luar rumah, mula-mula di sekitar kompleks tempat kami tinggal, kemudian lebih jauh lagi. Tapi dengan syarat tak boleh turun dari kendaraan. Jika memakai roda empat, kami sengaja membuka jendela mobil agar angin bisa langsung masuk dan menerpa wajah, dengan kendaraan roda dua malah lebih menyenangkan, karena kami bisa sedikit bebas bersentuhan dengan alam.
Beruntungnya kami karena di kota tempat kami tinggal masih banyak pesawahan dan perkebunan sayuran. Lebih jauhnya kita bisa melihat perkebunan teh. Wisata yang murah dan benar-benar irit biaya..
Di sekitar pesawahan kami berhenti, dengan tanpa turun dari kendaraan, melihat penduduk setempat memanen padi, atau lebih jauhnya kita bisa melihat orang-orang memancing di sungai dekat sana. Tentu saja, kami hanya melihat dari kejauhan, sehingga tidak ada kontak fisik dengan orang-orang. Jika anak kami ingin jajan, kami tinggal memberhentikan tukang jualan yang biasanya lewat di sekitar sana, jadi tak perlu mencari warung untuk jajan. Karena di tempat seperti itu, mana ada warung..
Hari lain, kami mengajak anak kami wisata ke kebun sayuran, tepatnya di daerah Lembang, kawasan Bandung Utara. Kami tidak memakai jalur yang biasa, yang kami lewati adalah jalur yang biasa dilewati petani sayuran dan pesepeda gunung serta offroader. Selain menghindari kemacetan dan keramaian, juga agar perjalanan bisa sedikit jauh, sehingga bisa melihat pemandangan sekeliling dengan lebih puas. Udara sejuk menjadi nilai tambah.
Lalu apa yang kita lakukan sesampainya disana ? Tak lain hanya melihat penduduk sana memanen hasil kebun mereka. Jika biasanya kami ke Lembang berwisata di tempat-tempat seperti outbond, pemandian air panas ataupun tempat wisata baru disana, yang biasanya dipenuhi banyak orang, maka kali ini kami benar-benar tidak bersentuhan dengan orang banyak.
Keuntungan lain dari wisata murah ini adalah kita bisa membeli sayuran dengan harga murah, lebih murah dari harga di pasar. Bahkan ada beberapa perkebunan, yang membolehkan kita memetik hasil panen sendiri dengan sesuka hati, baru kemudian ditimbang setelah kita selesai belanja.Â
Kurang lebih sama dengan wisata petik strawberry yang terletak di Ciwidey. Hanya saja perkebunan-perkebunan ini adalah milik pribadi, dan tidak dijadikan tempat wisata, hanya kebetulan saja kami lewat sana, dan melakukan tawar menawar dengan petani disana. Alhasil, pulang ke rumah, kami menjinjing plastik besar berisi macam-macam sayuran.Â
Jenis sayuran yang umumnya ditanam di sekitar Lembang adalah kentang, kol, selada, tomat, cabe, cabe rawit, brokoli serta bawang merah dan bawang daun. Lumayan lah untuk sekedar wisata sambil belanja keperluan dapur, setidaknya tidak perlu belanja ke pasar, dan bocah pun terlihat senang karena bisa berlarian di sekitar perkebunan, asal jangan sampai merusak kebun saja..
Untuk liburan selanjutnya, kami berencana mencari tempat wisata yang minim pengunjung. Tapi  ternyata tidak ada satupun  tempat wisata di Bandung yang sepi pengunjung, walaupun di masa transisi new normal ini, bahkan wisata bertema alam sekalipun. Alhasil, kami hanya menemukan perkebunan teh. Itupun jaraknya yang lumayan jauh dari yang biasanya dikunjungi wisatawan. Sebelumnya kami membeli makanan di perjalanan, itupun di tempat yang sekiranya sepi, dan dengan sistem bungkus, tidak dine in atau makan di tempat..
Baru setelah tiba di lokasi, kami tinggal menggelar tikar dan taraaa.. jadilah kita piknik ala-ala kita. Namun ternyata, bukan kami saja yang berada disana, ada banyak orang-orang yang melakukan hal yang sama dengan yang kami lakukan, menggelar tikar dan piknik bersama. Namun dengan jarak yang lumayan jauh antara kelompok satu dengan yang lainnya.Â
Umumnya mereka membawa keluarga inti saja, seperti kami. Jadi tidak berkumpul secara bergerombol. Dan semua memang berpikiran sama, bagaimana mengajak keluarga mereka wisata, tanpa harus berada di keramaian, dan tentunya irit biaya...
Hingga saat inipun, kami belum berani mengajak anak kami ke tempat bermain, apalagi yang letaknya di dalam mall, bukan apa-apa, karena menurut kami new normal transisi itu bukan dimaksudkan untuk bebas melakukan aktivitas seperti sebelum ada si coronna ini, ada hal-hal yang tetap harus dilakukan dengan tanpa meninggalkan protokol kesehatan.Â
Dan setiap kami berpergian dan berwisata, tak lupa kami membawa peralatan makan sendiri, walaupun kami membeli dengan cara take away, juga tak lupa menyediakan air untuk mencuci tangan serta hand sanitizer, membawa peralatan sembahyang sendiri dari rumah, serta tetap memakai masker dan membawa sarung tangan untuk jaga-jaga.Â
Karena kita tidak tahu kapan wabah ini akan berakhir, jika tidak dimulai dari kesadaran diri sendiri, maka bukan tidak mungkin wabah ini akan sulit untuk dimusnahkan. Sedangkan dalam pikiran kami saat ini, sudah banyak rencana liburan/wisata yang menunggu untuk diwujudkan, setidaknya ke pantai ataupun keluar kota lagi, Â yang mungkin rencana itu akan ambyar lagi, jika si coronna ini masih tetap betah tinggal di Indonesia dan belahan bumi yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H