Social distancing pada awalnya diterapkan, untuk selalu menghindari kerumunan dan keramaian, juga untuk selalu menjaga jarak dalam betinteraksi sosial. Namun seiring bertambahnya kasus dari hari perhari, maka kini WHO mulai menerapkan physical distancing, yang berarti bukan hanya jaga jarak, tapi juga hindari kontak fisik.
Virus ini bisa dikenali dengan gejala-gejala yang hampir mirip dengan gejala flu biasa, namun yang membedakannya adalah disertai sesak napas/pneumonia, yang ditemukan pada penderita dengan gejala yang sudah cukup parah.
Tanda-tandanya bisa dilihat hari perhari :
- Hari ke 1-3, gejalanya hampir mirip dengan masuk angin, teggorokan sakit cenderung gatal, namun masih bisa makan dan minum.
- Hari ke-4, mulai sakit tenggorokan dan suara mulai serak, suhu badan berkisar 36,5'C atau lebih (tergantung tiap-tiap orang), ada juga yang mengalami aneroxia (tidak nafsu makan, berat badan turun, semua makanan yang masuk cenderung ingin dimuntahkan,  kalaupun ada yang masuk, tapi  tidak bisa menambah berat badan), sakit kepala ringan, dan ada juga yang mengalami diare, tapi masih dengan gejala ringan.
- Hari ke-5, Tenggorokan masih terasa sakit, namun suhu tubuh masih dalam suhu panas normal, antara 36,5C'-37,5C', namun badan sudah mulai terasa lelah, dan adanya sakit dengan persendian.
- Hari ke-6, mulai terasa demam dengan suhu tubuh 37'C ataupun lebih, tenggorokan terasa sakit dan saat berbicara, timbul gejala batuk, baik itu batuk yang berlendir ataupun batuk kering, mulai terasa mual dan sakit kepala, jari-jari mulai terasa pegal dan sakit ngilu, diare tidak berhenti bahkan kadang disertai muntah, dan mulai terasa sesak napas.
- Hari ke-7, demam mulai tinggi dengan kisaran 37,4'C - 37,8'C, frekwensi napas pendek, batuk terasa kebih parah, dengan lendir yang banyak (bila penderitanya mengalami batuk berlendir), kepala terasa berat seperti batu, frekwensi muntah lebih sering, seluruh badan terasa ngilu.
- Hari ke-8, Demam tak kunjung sembuh, antara 37'C ataupun lebih, napas terasa sesak dengan keluhan sakit di dada, nyeri persendian dan
- Â ada keluhan sakit punggung, muntah dan diare berkelanjutan, dan sakit kepala yang tak kunjung reda.
Hari ke-9, semua keluhan yang dirasa dari hari pertama bukannya mereda, malah lebih parah, batuk masih berkelanjutan, kesulitan untuk bernapas.
Untuk gejala di hari 1-3, segera minum parasetamol dan istirahat yang cukup.
Jika selama 4 hari masih berlanjut, sebaiknya periksakan diri ke klinik, dengan catatan berikan keterangan yang sejujur-jujurnya. Biasanya mereka akan menanyakan riwayat perjalanan, menyangkut pernah tidaknya pergi ke suatu tempat yang terjangkit covid 19 atau tidak. Juga tentang adanya kontak fisik dengan orang yang terdeteksi virus corona/covid 19 ini. Ini diperlukan untuk penanganan yang akurat dan juga untuk menghindari penularan terhadap dokter dan tenaga medis yang menangani.
Biasanya mereka telah siap dengan memakai APD (Alat Pelindung Diri), yang terdiri dari baju Hazmat, semacam baju astronot yang lebih menyerupai jas hujan, masker, sarung tangan, face shield (pelindung muka berbahan mika, hampir sama fungsinya dengan masker, namun lebih efektif menangkal droplet), penutup kepala dan penutup kaki/sepatu.
Biasanya tenaga medis ataupun dokter akan menyarankan untuk melakukan tes darah atau dalam kasus ini disebut rapid test.
Hasil rapid test bisa diketahui dalam waktu 10-15 menit. Jika hasil rapid test ini reaktif positif Covid 19 (orang yang cenderung mengarah ke positif Covid 19). Maka tenaga medis/dokter akan menganjurkan untuk melakukan tes SWAB/PCR. Biasanya di rumah sakit-rumah sakit rujukan yang menangani Covid 19. Dan status orang tersebut menjadi PDP (Pasien Dalam Pengawasan). Dalam tahap ini, tenaga medis akan melakukan penjemputan dengan ambulans, dengan mengenakan APD lengkap.
Pasien seterusnya akan melakukan isolasi selama kurang lebih 14 hari di rumah sakit ataupun di tempat-tempat yang ditunjuk untuk penanganan Covid 19 (di indonesia diantaranya Wisma Atlet yang merawat pasien positif Covid 19 dengan gejala ringan hingga sedang), atau hingga hasil SWAB menyatakan negatif. Tes SWAB ini biasanya dilakukan sebanyak 2×. Sedangkan orang-orang yang pernah kontak langsung ini bertstatus ODP (Orang Dalam Pemantauan), dan diwajibkan untuk melakukan karantina mandiri.
Karantina mandiri bagi ODP yang dimaksud adalah melakukan isolasi sendiri di rumah, tidak berinteraksi sosial dengan warga sekitar, jika yang berstatus ODP itu adalah satu keluarga, dan tidak melakukan kontak fisik dengan anggota keluarga yang lain, jika yang berstatus ODP itu hanya berjumlah 1 atau 2 orang dalam keluarga itu, dengan catatan bahwa segala peralatan makan, peralatan mandi dan pakaian harus terpisah. Dalam hal ini status ODP bisa berubah nenjadi PDP, jika dalam rapid test dan hasil SWAB menyatakan positif.
Rapid test, SWAB dan PCR , mana yang lebih efektif ?
Rapid test, merupakan metode skrinning awal untuk mendeteksi antibodi tubuh seseorang, yaitu igG dan igM yang diproduksi tubuh seseorang untuk menangkal virus. Seseorang yang terpapar virus, otomatis akan terbentuk antibodi ini.Misalnya, orang yang dalam hasil rapid test ini diketahui positif, maka bisa dikatakan bahwa orang tersebut pernah dan sedang terpapar virus, bukan hanya virus corona saja tapi juga virus yang lain.
Namun apabila hasilnya negatif pun, belum tentu orang tersebut sepenuhnya negatif, karena antibodi dalam tubuh ini mengalami pembentukkan dalam waktu hingga beberapa minggu. Diperlukan rapid test yang kedua setelah beberapa minggu lagi, walaupun hasil rapid test ini bisa diketahui hanya dalam waktu 15 menit saja.