Dari apa yang saya lihat, tidak demikian. Cukup banyak saudara, famili, atau sekedar kenalan semasa kecilnya dulu menjadi kebanggaan orangtua: juara satu, cepat membaca, cepat jalan, berbadan montok dan (sepertinya) sehat, bahkan cepat tumbuh gigi, ternyata setelah dewasa, "tertatih-tatih" menjalani hidup. Persoalan yang dihadapi ketika manusia telah dewasa ternyata begitu kompleks dan sulit diperkirakan ketika mereka masih kecil. Persoalan yang umumnya tidak ada lagi hubungannya dengan prestasi masa kecil seperti cepat berjalan, berbadan montok, kuat menghafal, jago matematika, dan sederet prestasi yang banyak orangtua suka pertandingkan itu. Saya jadi berpikir bahwa kebanggaan atas prestasi masa kecil anak, bisa berakibat negatif melemahkan posisi sebagai pendidik bagi para orangtua. Di atas langit masih ada langit, begitu bunyi pepatah, Bila orangtua berbangga-bangga dengan prestasi anak, maka ketika mereka bertemu dengan anak yang lebih hebat, mungkin cara pandang terhadap anak sendiri jadi berubah. Dari bangga atau kagum jadi kecewa dan merendahkan kemampuan anak. Saya pikir ini akan mempengaruhi kebijaksanaan orangtua karena sudah tidak siap lagi menerima kondisi anak apa adanya. Melihat anak dengan tolak ukur orang lain.
Bagaimana dengan anak itu sendiri? yang anak butuhkan adalah penerimaan utuh/total dari orangtuanya sendiri, karena setiap anak adalah individu yang berdiri sendiri, punya kekhasan sendiri. Semoga kita mampu lebih bijak menyikapi hal-hal demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H