Pendahuluan
      Dibentuk pada tahun 1995, World Trade Organization (WTO) berperan dalam mengatur dan mengontrol lalu lintas perdagangan antarnegara dalam pasar internasional. WTO menjadi satu-satunya organisasi perdagangan dunia dan memiliki kewenangan dalam mewadahi serangkaian perjanjian dagang internasional serta sebagai wasit penyelesaian konflik dagang internasional. Tujuan awal dibentuknya WTO adalah untuk membantu proses perdagangan antarnegara agar semakin terbuka dan meminimalisir hambatan tariff dan nontariff dagang. Tujuan ini kemudian terus berkembang dan mendorong kewenangan WTO semakin besar dengan perjanjian dan kesepakatan yang harus dipatuhi setiap negara.
     WTO dilatarbelakangi oleh perang dunia II yang menghancurkan perekonomian global dan menyebabkan kerugian besar-besaran. Sistem ekonomi tertutup yang diterapkan oleh beberapa negara saat itu juga menjadi pendorong untuk dibentuknya kesepakatan pemulihan ekonomi negara. Inisiatif ini dimulai oleh Amerika Serikat dan Eropa Barat yang mengawali kesepakatan bilateral tersebut kemudian membawanya menjadi lebih luas pada skala multilateral dalam forum PBB. Kesepakatan tersebut dirumuskan menjadi lebih baku dan memiliki landasan dan prinsip yang jelas. Kemudian pada tahun 1947 secara resmi dibentuk General Agreement on Traffics and Trade (GATT) yang menjadi dasar pembentukan WTO.
GATT diawali dengan pelaksanaan pertemuan oleh 44 perwakilan negara dunia pada tahun 1944 di Bretton Woods, Amerika Serikat. Pertemuan ini menghasilkan liberalisasi dan globalisasi perekonomian dunia dan menyepakati tiga pilar utama, yaitu
- International Monetary Foundation (IMF) 1946.
- International Bank of Reconstruction and Development (IBRD) 1945, yang sekarang menjadi World Bank.
- International Trade Organization (ITO) 1947, yang berubah nama menjadi World Trade Organization pada tahun 1995.
Sebagai organisasi perdagangan dunia, WTO memiliki prinsip dan aturan hukum yang mengupayakan keadilan bagi seluruh anggota negara. Prinsip tersebut terdapat dalam sumber yuridis utama GATT sebagai struktur dalam sistem secara keseluruhan. Prinsip-prinsip dalam yuridis GATT tersebut yairu
- Most Favored Nation (MFN), pinsip ini juga dikenal dengan nondiskriminatif dan merupakan dasar terbentuknya GATT. Secara sederhana, prinsip ini menetapkan peraturan yang sama bagi seluruh anggota dan memberikan perlakuan yang sama tanpa terekcuali. Beberapa kasus atau konflik dapat dikecualikan oleh prinsip ini, seperti sistem preferensi kasus yang sudah terlanjur dilakukan tetap boleh diteruskan.
- National Treatment, prinsip ini juga merupakan prinsip nondiskriminatif yang ditujukan untuk barang asing dan barang domestik. Barang impor yang telah diterima dalam suatu negara dan telah menyelesaikan tanggung jawab pajak harus diperlakukan dengan baik dengan barang domestik
- Proteksi. Prinsip ini melakukan proteksi terhadap barang domestik melalui bea cukai yang ditetapkan untuk barang impor.
- Tariff Binding, prinsip tariff binding bertujuan untuk mencegah kesalahan prediksi pasar dengan cara membuat kesepakatan antarnegara anggota agar tidak menaikkan tariff bea impor untuk setiap barang yang telah terdaftar.
- Fair Competition, adanya kebijakan dumping dan subsidi ekspor menyebabkan terjadinya masalah bagi beberapa barang dagang dan stabilitas harga pasar suatu negara. Pencegahan terhadap masalah tersebut diatasi dengan pemberian hak bagi negara pengimpor berupa antidumping and countervailing duties. Hak ini berupa bayaran maupun sanksi bagi negara yang menetapkan kebijakan dumping dan subsidi ekspor.
- Larangan Pembatasan Kuota, prinsip ini melarang dilakukannya restriksi kuantitatif seperti pembatasan kuota. Pembatasan kuantitatif yang bertujuan untuk merevisi neraca pembayaran diizinkan terjadi tetapi dengan batas waktu neraca tersebut kembali normal. Apabila neraca pembayaran sudah kembali normal, maka kebijakan pembatasan kuantitafi harus dikurangi dan kemudian dihapuskan.
- Prinsip Waiver dan Pembatasan Darurat, prinsip ini mengizinkan dilakukannya proteksi barang dagang ketika kondisi suatu neara sedang darurat. Dalam pasal XIX proteksi diizinkan saat keadaan darurat dan hanya boleh dilakukan sementara waktu.
Pembahasan       Â
      Penyelesaian konflik oleh WTO melalui mekanisme pengawasan oleh badan hukum internasional. Fungsi pengawasan dilakukan oleh badan-badan yang berada di bawah naungan WTO, Ministerial Conference dan General Council. Selain itu, terdapat pula badan pengawasan yang berbeda setiap bidang dalam WTO, seperti Concil Trade in Goods and Council for Trade and Service. WTO juga memiliki peraturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. Seperti misalnya pada pasal XXII dan XXIII terdapat ketentuan mengenai pengawasan
      Sengketa dagang antara Australia dan Indonesia didasari oleh pengesahan peraturan Tobacco Plain Packaging Act oleh Australia pada tahun 2011 yang mewajibkan seluruh produk tembakau dikemas dalam kemasan polos. Kemasan polos tersebut yaitu tanpa disertai dengan gambar, logo, maupun slogan produk. Tujuan dari peraturan ini yaitu untuk mengurangi jumlah perokok di Australia yang saat itu terus meningkat.
      Menanggapi kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia, Kuba, Ukraina, dan produsen tembakau lainnya kemudian mengajukan gugatan kepada WTO karena Australia dinilai melanggar peraturan hukum dagang internasional. Kebijakan Australia dianggap melanggar Agreement on  Technical Barriers to Trade (Perjanjian TBT), Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), dan General Agreement on Tariff and Trade (GATT).
      Berdasarkan pasal TBT Agreement, Australia melarang penjualan tembakau dan rokok kretek tetapi tetap memperjualbelikan rokok mentol. Australia dianggap berupaya mengurangi penjualan rokok kretek Indonesia. Kemudian pada TRIPS Agreement, Australia melanggar peraturan yang bertujuan untuk meminimalisir hambatan perdagangan internasional. Pada GATT, Australia melanggar peraturan pasal 3.4 yang melarang adanya tindakan diskriminasi terhadap barang produksi negara anggota.
      Penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui persidangan oleh WTO dan Australia beserta negara penuntut. Persidangan tersebut dimenangkan oleh Autralia karena pasal-pasal yang diajukan oleh penuntut tidak dibenarkan dan kebijakan Tobacco Plain Packaging Act dianggap sah oleh WTO. Negara penuntut dianggap gagal memahami setiap pasal yang dituntut dalam persidangan dan kebijakan Australia terbukti tidak melanggar peraturan dalam WTO.
      Dalam kasus ini, WTO menempuh penyelesaian sengketa melalui jalur yuridis yaitu persidangan. Jalur ini mempertemukan negara terlibat dan melibatkan pihak ketiga yang lebih aktif dan formal. Hasil keputusan melalui jalur ini bersifat mengikat dan wajib dipatuhi.
Referensi
Lona Puspita. Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT dan WTO Ditinjau dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jurnal Normative, 2018.
J. Hutagalung, C. Tobing. Penyelesaian Sengketa Kebijakan Produk Kemasan Polos Produk Rokok Australia Dalam WTO. Law Review, 2020.
Suardi. B.Dg, Mallawa. SH.,MH. Pengaturan World Trade Organization Dalam Hukum Internasional Serta Konflik Kepentingan Antara Negara Maju Dan Negara Berkembang. Inspirasi, 2012.
Kementerian Luar Negeri. World Trade Organization (WTO). kemlu.go.id 2014.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI