Mohon tunggu...
Ni Putu Lia Agustini
Ni Putu Lia Agustini Mohon Tunggu... Guru - PPG Calon Guru 2024, Universitas Pendidikan Ganesha

Hobi menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Makna Tri Hita Karana dalam Tradisi Ngider Gita: Harmonisasi Spiritual, Sosial, dan Ekologis di Desa Pakraman Gunung Luwih

30 Oktober 2024   13:26 Diperbarui: 30 Oktober 2024   13:34 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain kebersihan fisik, pelaksanaan Ngider Gita di pura dan lingkungan sekitar juga melambangkan penghormatan terhadap alam sebagai bagian dari warisan leluhur yang perlu dilestarikan. Tindakan ini mencerminkan pandangan bahwa manusia dan alam harus hidup dalam harmoni. Dengan menjaga kebersihan dan kesucian pura, masyarakat bukan hanya menjaga lingkungan fisik, tetapi juga memperkuat nilai spiritual yang terkandung dalam lingkungan sekitar, memastikan keberlanjutan warisan budaya dan alam untuk generasi mendatang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Tradisi Ngider Gita bukan hanya upacara adat, tetapi juga cerminan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam konsep Tri Hita Karana. Dengan melibatkan seluruh aspek kehidupan mulai dari hubungan dengan Tuhan, kemudian hubungan sosial, dan penghormatan terhadap alam, Ngider Gita menjadi media yang sangat efektif untuk mempraktikkan prinsip keseimbangan hidup yang diajarkan dalam budaya Bali. Tradisi ini memberi pesan penting bagi kita bahwa harmoni dalam hidup bisa dicapai dengan menjaga keseimbangan antara dimensi spiritual, sosial, dan ekologis.

Di tengah tantangan modernisasi, mempertahankan tradisi seperti Ngider Gita sangat penting untuk menjaga identitas budaya Bali. Melalui praktik seperti ini, masyarakat tidak hanya melestarikan kebudayaan, tetapi juga mengajarkan kepada generasi muda bahwa kehidupan yang bermakna dapat dicapai melalui pemahaman yang mendalam tentang spiritualitas, rasa kebersamaan, dan kepedulian terhadap alam.

Sumber:

  • Budiadnya, I. P. (2018). Tri Hita Karana Dan Tat Twam Asi Sebagai Konsep Keharmonisan Dan Kerukunan. Widya Aksara: Jurnal Agama Hindu, 23(2).
  • Gautama, I. M. (2007). Kesusastraan Bali dan Kakawin dalam Kehidupan Masyarakat Bali. Denpasar: Pustaka Bali.
  • Ranjabar, J. (2006). Pelestarian Tradisi dalam Era Modernisasi. Jakarta: Kanisius.
  • Sanjaya, I. G. A. (2019). Peran Tradisi Ngider Gita dalam Pelestarian Kakawin Bali di Desa Pakraman Gunung Luwih, Kabupaten Buleleng. Laporan Penelitian SMA Negeri Bali Mandara.
  • Sriasih, N. W., & Mastiningsih, N. N. (2024). Tradisi Unik Dalam Pelaksanaan Pujawali Pura Desa Adat Gunung Luwih Kecamatan Sukadasa Buleleng. Prabha Vidya, 4(1), 10-18.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun