Mohon tunggu...
Atika Mustika
Atika Mustika Mohon Tunggu... -

Orang Bodoh yang tak ingin dibodoh-bodohi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi (Bukan) Capres Boneka? Bisa Terjawab dari Siapa Cawapresnya

29 Maret 2014   04:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penunjukan dan penetapan Jokowi sebagai Capres dari PDIP ternyata membuat banyak pihak mulai “bereaksi”. Ada yang mendukung, dan tentu juga ada yang menolak. Bahkan ada pula pihak yang melakukan “penyerangan” terhadap diri Jokowi maupun kepada PDIP dari berbagai penjuru.

Bentuk penolakan terhadap pencapresan Jokowi, di antaranya ada berupa pernyataan yang menyinggung secara halus, dan ada pula terang-terangan dengan menyebut Jokowi adalah seorang munafik karena ingkar janji atau lari dari tugas-tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Bahkan ada kalangan “Promeg” (Pro-Mega) akan mencabut dukungannya dari PDIP karena Megawati dinilai tidak konsisten terhadap prinsip perjuangannya sendiri lantaran menunjuk Jokowi sebagai Capres.

Sedangkan pihak yang melakukan “penyerangan” dapat ditebak adalah sebagian besar berasal dari lawan-lawan politik PDIP yang menuding, bahwa Jokowi adalah hanya merupakan Capres “Boneka”. Yakni capres yang sengaja dimunculkan untuk memuluskan kepentingan dan keuntungan besar bagi kelompok tertentu saja jika berhasil terpilih sebagai presiden.

Artinya, kelak jika telah menjadi presiden, Jokowi hanya akan menjadi boneka yang kekuasaannya bisa dikendalikan oleh kelompok tertentu saja.  Atau secara kasarnya, Jokowi ketika menjadi presiden diyakini hanya akan sebagai “budak” yang selalu siap memenuhi segala keinginan dari pihak-pihak tertentu saja.

Selain penolakan dan penyerangan, juga tidak sedikit kalangan yang mengaku sangat kuatir dengan tingkat kemampuan atau kapabelitas serta kompetensi Jokowi jika terpilih menjadi presiden. Secara objektif, kekuatiran dari banyak pihak itu memang sangat beralasan.

Alasan tersebut, di antaranya adalah:
1). Semasa menjabat Walikota Solo hingga sebagai Gubernur DKI Jakarta, prestasi Jokowi boleh dikata masih dalam tingkat yang wajar-wajar saja. Artinya, belum ada yang bisa ditunjuk sebagai sesuatu yang hebat atau dahsyat dari hasil kepemimpinan Jokowi selama ini.

2). Jokowi belum membuktikan bisa keluar dari situasi yang sangat sulit dan rumit, sehingga belum bisa diukur kemampuannya dalam mengatasi berbagai kesulitan tingkat tinggi. Ini patut menjadi perhatian serius, sebab kelak yang akan dihadapi adalah masalah-masalah negara yang “super-sulit”.

3). Satu-satunya yang membuat Jokowi bisa cepat menonjol saat ini adalah karena “rekayasa” dari berbagai media secara berlebih-lebihan, sehingga Jokowi kini sebetulnya hanya punya popularitas yang tinggi melalui pencitraan dalam bentuk “blusukan” yang sesungguhnya juga biasa dilakukan oleh semua kepala daerah di tanah air, dan nyaris tidak memiliki kapabelitas, kapasitas, apalagi integritas.

4). Jokowi bukanlah pemimpin ideal sebagaimana yang dibutuhkan oleh bangsa apabila kelak langkah serta kebijakannya ternyata dibatasi dan dipengaruhi lebih banyak secara politis oleh Ketum PDIP.

5). Penunjukan Jokowi sebagai Capres tidak berdasar pada hal-hal yang rasional. Salah satunya adalah, Jokowi belum memiliki visi-misi yang jelas, selain hanya berdasar pada tingkat popularitas belaka dari hasil survei. Lalu kemudian hanya pertimbangan tingkat popularitas itu, Jokowi pun secara terburu-buru ditunjuk sebagai capres.

Dari semua perspektif maupun pandangan tersebut di atas, boleh dikata memang cukup aktual dan kini menjadi sorotan banyak pihak. Tetapi kekuatiran apakah Jokowi nantinya hanya sebagai “boneka” atau bukan, itu akan bisa terjawab ketika sudah mengetahui siapa yang menjadi Cawapresnya.

Menurut berbagai analisa, nampaknya Jokowi memang bisa dipastikan sebagai boneka yang akan “melemah” jika cawapresnya adalah berasal dari: 1). kalangan pengusaha papan atas; 2). militer; 3). tokoh yang muncul secara instan; dan 4). politisi dari barisan sakit hati.

Dan jika ingin meyakinkan semua pihak bahwa  Jokowi bukan sebagai boneka, maka Jokowi (PDIP) harus sebisa mungkin mempertimbangkan dan menunjuk seorang cawapres yang kriterianya, yakni di antaranya:

1). adalah sosok yang benar-benar memahami dan punya kapabelitas yang dinilai mampu mengatasi masalah-masalah negara yang sedang bertumpuk seperti saat ini (terutama masalah perbaikan ekonomi bangsa dan negara);

2). adalah seseorang yang betul-betul dinilai telah menjiwai ajaran Trisakti;

3). adalah sosok yang memiliki rekam jejak yang jelas, bukan sebagai kader dari salah satu parpol, serta diyakini sebagai tokoh yang tegas dan konsisten memperjuangkan ekonomi konstitusi dan model ekonomi yang berlandaskan pada Pasal 33 UUD 45 yang ASLI (bukan hasil amandemen).

Namun jika Jokowi hanya dipasangkan dengan cawapres yang tidak memenuhi kriteria di atas, maka Jokowi memang patut diduga kuat hanya sebagai boneka yang siap dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari kekuasaan Jokowi. Semoga tidak demikian adanya..!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun