Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penangkapan Berlebih Ikan Napoleon Bahayakan Terumbu Karang

5 Oktober 2016   04:46 Diperbarui: 5 Oktober 2016   20:58 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di perairan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, dan pulau-pulau di sekitarnya sudah langka. Ini terungkap dari survei dan monitoring populasi ikan Napoleon yang dilakukan para peneliti dari Satuan Kerja Balikpapan dari Kantor Balai Pengelola Sumberdaya Pesisir dan Laut Pontianak di rentang tahun 2013-2016 (Sumber).

Pulau Derawan, Maratua, dan Sangalaki merupakan tiga dari banyak sekali pulau-pulau kecil di Berau. Ketiga pulau ini adalah andalan Berau untuk menarik wisatawan.

Hasil survei menunjukkan bahwa jumlah ikan Napoleon nyaris tidak ditemukan lagi di perairan yang mengandalkan keindahan bawah laut ini. Populasi ikan Napoleon di Maratua hanya ditemukan 0,9 ekor per hektar, dan di Derawan hanya 0,13 ikan Napoleon per hektar. Bahkan di perairan Sangalaki bisa dikatakan sudah tidak ditemukan lagi. Terhitung hanya 0,0005 ikan Napoleon per hektar. Hal ini menunjukkan telah terjadi eksploitasi berlebihan terhadap ikan Napoleon pada umur dan ukuran yang besar.

Penangkapan Tidak Ramah Lingkungan

Kondisi serupa seperti yang terjadi di perairan pulau Derawan sejatinya banyak terjadi di berbagai perairan lainnya di Indonesia. Walaupun sudah langka, ikan ini tetap diburu dan ditangkap. Permintaan tinggi dengan harga yang tinggi pula dari China, Hongkong, dan Singapura, menjadikan ikan ini sebagai buruan orang-orang yang ingin memperoleh keuntungan besar tanpa peduli aturan perlindungan yang berlaku terhadap ikan ini maupun dampak negatipnya.

Ikan Napoleon mempunyai bentuk yang unik, yakni dengan dahi jenong dan bibir dower. Bentuk tonjolan dahinya yang menyerupai topi Napoleon inilah yang menjadikan ikan ini dinamakan ikan Napoleon. Mereka hidup di perairan yang kondisi terumbu karangnya masih baik.

Bentuk tonjolan dahinya yang menyerupai topi Napoleon inilah yang menjadikan ikan ini dinamakan ikan Napoleon. Sumber: @TRANS7
Bentuk tonjolan dahinya yang menyerupai topi Napoleon inilah yang menjadikan ikan ini dinamakan ikan Napoleon. Sumber: @TRANS7
Ikan ini termasuk jenis ikan eksotis yang dicari para wisatawan penyelam. Eksotis karena warna tubuhnya yang indah dan ukurannya yang besar, serta biasa berenang bergerombol.

Gerombolan ikan Napoleon. Sumber: DWI AS SETIANINGSIH via regional.kompas.com
Gerombolan ikan Napoleon. Sumber: DWI AS SETIANINGSIH via regional.kompas.com
Secara umum, ikan napoleon ditangkap dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Ikan ini ditangkap dengan cara mengejarnya hingga dia bersembunyi masuk di antara celah koloni karang. Setelah ikan bersembunyi, kemudian disemprot dengan cairan sianida. Ketika ikan menjadi mabuk karena semprotan sianida, maka ikan akan keluar dari persembunyiannya dan akan dapat ditangkap dengan mudah (Sumber).

Namun apabila sesudah mabuk ikan tersebut tidak keluar dari koloni karang, maka karangnyalah yang kemudian dibongkar. Hal ini akan berakibat matinya karang, baik karena terkena sianida atau karangnya menjadi rusak secara fisik karena dibongkar.

Penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan dilakukan secara tidak terkontrol tersebut, akan mengakibatkan populasi ikan Napoleon di alam menjadi turun dratis, disertai dengan kerusakan lingkungan terumbu karang disekitarnya.

Padahal ikan yang sudah langka ini sudah statusnya dalam perlindungan terbatas sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus). Dalam Kepmen KP tersebut diatur bahwa ukuran 100-1000 gram dan ukuran diatas 3000 gram dilarang untuk ditangkap.

Secara internasional, ikan Napoleon pada tahun 2004 terdaftar sebagai "Endangered" (terancam) oleh World Conservation Union (IUCN). Demikian juga ikan ini tercantum dalam Appendix II (spesies yang tidak terancam punah, tapi akan terancam punah bila perdagangannya terus berlanjut tanpa adanya pengaturan) dari Convention International Trade on Endanger Species of Wild Flora and Fauna (CITES) sejak tahun 2005.

Dampak terhadap Terumbu Karang

Sebagaimana pada artikel terdahulu, ikan Napoleon adalah ikan pemakan bulu babi (landak laut) dan mahkota bintang berduri (Acanthaster planci) atau yang dikenal sebagai Crown of Thorns Starfish (Cots).

Acanthaster planci merupakan salah satu jenis bintang laut raksasa dengan jumlah duri yang banyak. Hewan ini merupakan pemakan karang (coral polyp) yang rakus dan aktif mencari makan pada saat malam hari (nocturnal).

Apabila populasi ikan Napoleon punah, maka kehidupan karang pasti akan terganggu karena populasi mahkota bintang berduri dan bulu babi akan berkembang pesat, karena tidak ada yang memakannya. Diyakini bahwa ikan Napoleon juga secara aktif mengkonsumsi telur dari mahkota bintang berduri.

Dengan demikian, ikan Napoleon merupakan salah satu spesies yang menjadi indikator kesehatan habitat terumbu karang, karena kemampuannya mengendalikan populasi Acanthaster planci.

Bintang laut (Acanthaster planci) yang merupakan makanan ikan Napoleon.Sumber: Becky Kelly via blog.nus.edu.sg
Bintang laut (Acanthaster planci) yang merupakan makanan ikan Napoleon.Sumber: Becky Kelly via blog.nus.edu.sg
Disadari bahwa lemahnya pengawasan terhadap sumberdaya yang dilindungi disebabkan karena keterbatasan  sarana, prasarana, dan personil, serta luasnya cukupan perairan yang diawasi. Pada saat konsentrasi ditujukan untuk pengawasan terhadap pencurian ikan oleh kapal ikan asing, justru kesempatan ini digunakan oleh nelayan kita sendiri yang tidak bertanggung-jawab untuk menangkap ikan-ikan yang dilindungi. Ini menunjukkan adanya fakta bahwa :
  1. Masih banyaknya orang-orang yang tidak tahu atau tidak mau tahu tentang peraturan perundangan yang berlaku. Disisi lain, sosialisasi kepada masyarakat agar melek hukum sesuai bidang kerjanya juga masih kurang.
  2. Masih adanya orang-orang yang tidak peduli terhadap kelestarian biota laut dan lingkungannya, dan hanya mengejar keuntungan besar sesaat tanpa memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya ikan sampai anak cucunya mendatang.
  3. Semakin banyaknya jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai.

Dengan demikian, pemecahan masalah ini memang sulit karena harus secara komprehensif sampai dengan penyediaan lapangan kerja alternatif agar nelayan tidak lagi menjadikan ikan Napoleon sebagai sumber pendapatannya.

Namun demikian, sosialisasi untuk penyadaran maupun operasi pengawasan perlu terus ditingkatkan. Jenis ikan lain yang menjadi alternatif pengganti masih tersedia, walaupun memang pendapatan yang diperoleh tidak sebesar seperti hasil dari penangkapan ikan Napoleon.

Demikian dan salam lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun