Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ikan Sebagai Pangan (7): Kontaminasi Senyawa Kimia

13 Juni 2016   07:35 Diperbarui: 13 Juni 2016   08:56 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontaminasi senyawa kimia pada ikan atau produk ikan dapat terjadi secara alami maupun dalam proses pengolahan. Keberadaan kontaminan senyawa kimia tersebut dapat mempengaruhi rasa, kenampakan (tampilan), dan yang paling perlu diperhatikan adalah pengaruhnya terhadap mutu dan keamanannya.

Rasa dari produk perikanan yang tercemar senyawa kimia akan terasa menyimpang, tergantung dari senyawa kimia yang mencemarinya.

Kenampakan beberapa produk perikanan yang tercemar senyawa kimia dapat dilihat dengan mudah, seperti kekerangan yang memiliki kemampuan sebagai filter kimia terhadap logam berat, dagingnya cenderung memiliki kenampakan merah kehitaman.

Sedangkan dari segi keamanan pangan, kasus yang cukup terkenal akibat keracunan logam berat adalah keracunan merkuri yang pernah terjadi di Teluk Minamata Jepang (1953-1960) yang menimbulkan korban hingga 2.265 orang (1.784 di antaranya telah meninggal). Kasus yang terjadi di Indonesia adalah di Teluk Buyat, seperti halnya pada kasus Minamata, menimbulkan korban lebih dari seratus orang menderita cacat dan beberapa meninggal.

Beberapa jenis kontaminan bahan kimia tersebut antara lain : (a) senyawa kimia anorganik: antimon, arsenik, kadmium, timah, merkuri, selenium, sulfida (digunakan dalam pengolahan udang); (b) senyawa kimia organik: polychlorinated biphenyls (PCBs), polychlorinated dibenzo-dioxins (PCDDs), pestisida organoklorin (OCP), polyaromatic hydrocarbons (PAHs); dan (c) senyawa kimia terkait prosesing: nitrosamin dan kontaminan yang terkait dengan budidaya ikan (antibiotik, hormon).

Kontaminasi terhadap ikan hidup

Masalah yang berkaitan dengan kontaminasi bahan kimia di lingkungan hampir semuanya akibat ulah manusia. Bahan-bahan pencemar di lingkungan laut yang berasal dari berbagai aktifitas manusia telah lama diketahui memiliki dampak buruk yang tidak diinginkan, memiliki kemampuan untuk merusak ekosistem di lingkungan lautan.

Laut menampung ratusan juta ton bahan limbah dari prosesing industri, lumpur dari instalasi pengolahan limbah, bahan kimia yang digunakan dalam pertanian, dan limbah yang tidak diolah dari populasi perkotaan yang besar, semuanya mengalir ke perairan dan berkontribusi dalam mencemari lingkungan laut di wilayah pesisir ataupun air tawar.

Dari sini bahan kimia tersebut mengkontaminasi ikan dan organisme air lainnya. Peningkatan jumlah bahan kimia yang dapat ditemukan pada spesies predator sebagai akibat dari biomagnifikasi, yaitu akumulasi bahan pencemar yang bersifat non-biodegradable pada tingkat tropik tertinggi rantai makanan. Atau akibat dari bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi bahan kimia dalam jaringan tubuh yang terakumulasi selama rentang kehidupan individu.

Dalam hal ini, ikan yang lebih besar (tua), akan memiliki kandungan bahan kimia yang lebih tinggi dari pada ikan kecil (muda) dari spesies yang sama. Oleh karena itu kandungan kontaminan kimia dalam ikan sangat tergantung pada lokasi geografis, jenis dan ukuran ikan, pola makan, kelarutan kimia dan ketahanan mereka dalam lingkungan.

Secara geografis, risiko dari residu kimia yang perlu perhatian adalah terhadap hasil penangkapan ikan dan kerang dari perairan pesisir lebih rentan terhadap pencemaran. Beberapa negara telah menetapkan maksimum residu kontaminan senyawa kimia, antara lain DDT 2,0 mg/kg (Denmark), Dieldrin 0,1 mg/kg (Swedia), PCB 2,0 mg/kg (Swedia), Lead 2,0 mg/kg (Denmark), dan Mercury 0,5 mg/kg (MEE).

Berbagai langkah perlu dilakukan untuk mengendalikan terjadinya kontaminasi kimia dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat. Peraturan pencegahan pencemaran untuk meminimalkan kontaminasi bahan kimia dan biologis ke lingkungan perairan harus diperkuat dan ditegakkan.

Institusi yang terkait harus mampu mencegah atau mengurangi tingkat konsumsi organisme air dengan tingkat kontaminan yang relatif tinggi (dari perairan yang tercemar), serta secara aktif mendukung penelitian untuk menentukan risiko dari konsumsi kontaminan pada makanan laut dan mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risikonya.

Negara harus bertanggung-jawab dalam pemantauan lingkungan, penutupan daerah penangkapan yang tercemar, mengeluarkan petunjuk pemeliharaan kesehatan terhadap akibat kontaminasi, serta mengembangkan program pendidikan publik tentang bahaya spesifik kontaminan kimia melalui lembaga pemerintah dan profesi kesehatan.

Kontaminasi pada pengolahan atau produk akhir

Dalam proses pengolahan produk perikanan, harus diciptakan kondisi pengolahan hasil perikanan yang higienis dengan tujuan akhirnya untuk menghasilkan produk yang higienis.

Untuk itu diterapkan Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP), yaitu prosedur sanitasi yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh perusahaan, yang merupakan salah satu persyaratan kelayakan dasar untuk melakukan pengawasan terhadap kondisi lingkungan agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap produk yang dihasilkan.

Dalam pelaksanaan SSOP tersebut digunakanlah senyawa kimia sebagai bahan pembersih, sanitizer dan desinfektan, yang apabila penggunaannya tidak tepat akan menyebabkan kontaminasi. 

Senyawa yang banyak digunakan pada industri pengolahan hasil perikanan yaitu klorin, hipoklorit, gas klorin, trisodium posphat terklorinasi, kloramin, klorin dioksida, turunan asam isosianurat, diklorosodium metilidantion, quats, iodhopor.

Namun yang selama ini yang dipakai secara luas adalah klorin karena keunggulanya yaitu aktivitas spektrumnya luas, efektif terhadap bakteri gram negatif dan positif serta spora bakteri, harga murah, mudah didapat dan tidak terpengaruh air sadah. Namun memiliki kekurangan yaitu menyebabkan korosi (pada pH tinggi). Jumlah klorin yang digunakan tidak boleh terlalu sedikit (tidak bermanfaat), dan tidak boleh terlalu banyak (menimbulkan bau tidak sedap).

Untuk menghindari terjadinya kontaminasi, penggunaan bahan pembersih dan sanitizer harus mentaati aturan pakai yang dikeluarkan oleh produsen, dan menghindari melakukan pencampuran berbagai bahan kimia yang tidak dipahami benar reaksinya.

Bahan kimia harus disimpan dalam ruang terpisah dari ruang penyimpanan produk olahan dan bahan pengemas. Bahan kimia desinfektan harus dipisah penyimpanannya dengan bahan kimia yang ditambahkan dalam bahan makanan.

Setiap kemasan bahan kimia harus diberi label yang mempunyai identitas jelas. Pembasmian serangga dengan pestisida harus mendapat persetujuan dari lembaga pemerintah terkait, dan penggunaannya harus dalam pengawasan.

Kontaminasi silang dapat terjadi melalui lapisan permukaan peralatan yang kontak dengan produk. Lapisan logam berbahaya pada peralatan tersebut kemudian terkikis atau terkelupas dan akhirnya meracuni pangan.

Mekanisme lainnya adalah beberapa logam berat dapat bersenyawa dengan komponen bahan pangan sehingga menimbulkan senyawa baru yang memiliki sifat toksik.

Demikian juga penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) atau food additive yang melebihi kadar yang ditentukan, atau penggunaan bahan yang tidak diizinkan untuk bahan pangan, seperti formalin, borax, dan zat pewarna tekstil.

Cemaran bahan kimia juga dapat melalui pengemas makanan. Berbagai tipe pengemas makanan saat ini telah membuat makanan menjadi sesuatu yang praktis, namun tidak semuanya aman. Beberapa bahan plastik dan styrofoam berpotensi untuk migrasi bahan kimia berbahaya dari kemasan kedalam makanan.

Demikian, semoga bermanfaat.

Salam dari saya.

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun