Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ikan sebagai Pangan (2) : Kemunduran Mutu Ikan

26 Maret 2016   08:16 Diperbarui: 6 April 2016   06:37 7705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ikan yang telah mengalami kemunduran mutu ǀ Foto : semcoice.com"][/caption]Produk perikanan dikenal sebagai bahan pangan yang sangat mudah rusak. Segera setelah dipanen atau ditangkap, produk perikanan akan mengalami serangkaian proses perombakan yang mengarah ke penurunan mutu. Hal ini karena tingginya kandungan cairan dan ketersediaan nutrisi bagi pertumbuhan mikroorganisme. Ada tiga proses yang menyebabkan penurunan mutu produk perikanan, yaitu proses autolisis, bakteriologis, dan kimiawi.

Suatu produk segar didefinisikan sebagai produk yang karakter aslinya tetap tidak berubah. Oleh karena pembusukan adalah indikasi dari perubahan pasca panen. Perubahan ini dapat dinilai sebagai perubahan dari kesegaran mutlak sampai batas dimana produk itu tidak dapat diterima lagi. Kesegaran ikan mudah menurun akibat dari komposisi nutrisi dari ikan itu sendiri. Komponen utama dari ikan adalah air, protein, dan lemak. Jaringan ikan mempunyai karakteristik kaya protein dan nitronen non-protein, seperti asam amino, trimetilamin oksida (TMAO), dan kreatinin, tetapi rendah karbohidrat sehingga menyebabkan keasaman yang tinggi setelah kematiannya (pH < 6.0). Kandungan lemaknya terdiri dari trigliserida dengan asam lemak rantai panjang dan fosfolipid yang sangat tidak jenuh. Keadaan ini memiliki konsekuensi penting dalam proses pembusukan pada kondisi penyimpanan aerobik.

Pembusukan ikan adalah proses rumit yang disebabkan oleh kombinasi aksi enzim, bakteri dan bahan kimia yang terdapat didalam ikan. Faktor-faktor yang berkontribusi pembusukan ikan adalah kadar air tinggi, kandungan lemak tinggi, kandungan protein tinggi, jaringan otot yang lemah, suhu lingkungan, dan penanganan yang tidak higienis. Pembusukan ikan biasanya disertai dengan perubahan karakteristik fisik seperti perubahan warna, bau, tekstur, warna mata, warna insang, dan kelembutan otot. Adapun tanda-tanda yang terlihat dari proses pembusukan adalah terjadinya perubahan bau dan rasa yang tidak diinginkan, pembentukan lendir, produksi gas, perubahan warna, dan perubahan tekstur.

Proses Autolisis

Penurunan awal kualitas kesegaran ikan adalah akibat proses autolisis (aksi enzim). Autolisis adalah proses perombakan jaringan ikan oleh enzim yang terdapat didalam tubuh ikan itu sendiri. Setelah kematiannya, ikan akan mengalami rigor mortis (kaku setelah mati), yaitu efek fisik pada jaringan otot ikan yang disebabkan oleh perubahan kimia setelah kematian. Pada ikan hidup, gerakannya dikendalikan oleh sinyal kimia yang menyebabkan kontraksi dan relaksasi otot. Ini menghasilkan gerakan untuk berenang. Setelah kematian, sistem peredaran darah yang normal berhenti, dan sinyal kimia masuk ke dalam otot sehingga menyebabkan menjadi kaku. Dengan kata lain, pada ikan hidup keberadaan glikogen dalam otot diubah menjadi karbon dioksida dan air setelah pasokan oksigen ke sel-sel. Setelah mati, sirkulasi darah berhenti dan pasokan oksigen terhenti. Enzim yang ada dalam otot mengkonversi glikogen menjadi asam laktat sehingga pH otot ikan turun. Pembentukan asam laktat ini berlanjut sampai pasokan glikogen benar-benar habis.

Setelah selesai rigor mortis, kekakuan otot secara bertahap menurun disertai dengan peningkatan pH, dan berakhir dengan pelunakan otot. Ini diikuti dengan pemecahan protein oleh enzim. Proses inilah yang disebut sebagai autolisis. Dengan demikian autolisis dapat digambarkan sebagai gangguan internal struktur protein dan lemak karena serangkaian kompleks reaksi oleh enzim. Autolisis protein dimulai segera setelah kekakuan dan menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri. Aksi penting lainnya dari enzim adalah mempengaruhi rasa ikan. Komponen yang bertanggung jawab atas rasa dan aroma ikan diubah oleh aksi enzimatik. Contohnya adalah degradasi ATP (adenosine triphospat) menjadi AMP (adenosine monophospat) dan hipoksantin. Hipoksantin dihasilkan oleh pemecahan ATP yang merupakan komponen utama dari nukleotida otot ikan. Akumulasi hipoksantin menyebabkan rasa pahit pada otot ikan disertai dengan hilangnya rasa ikan segar. Dengan demikian pengukuran kandungan hipoksantin dalam ikan menunjukkan tingkat kesegaran. Aksi enzimatik juga menyebabkan burst belly (pecahnya dinding perut) yang disebabkan oleh aksi enzim pencernaan dalam usus ikan. Pembentukan bintik hitam di udang juga disebabkan oleh aksi enzim pada asam amino. Warna hitam terjadi karena pembentukan melanin (pigmen hitam) oleh aksi enzim tirosinase pada tyrosin yang terdapat pada udang. Bintik-bintik hitam menyajikan penampilan buruk yang mengakibatkan produk tidak dapat diterima.

Kontribusi proses autolisis dalam proses pembusukan pada ikan dan produk ikan yang didinginkan sebenarnya relatif kecil. Namun, pada ikan beku perubahan autolitik adalah sangat penting. Salah satu contoh adalah pengurangan trimetilamina oksida (TMAO), dimana pada ikan yang didinginkan dengan proses bakteri terjadi pembentukan trimetilamina (TMA). Tetapi, pada ikan beku, aksi bakteri dihambat dan TMAO dipecah oleh enzim autolitik menjadi dimetilamina (DMA) dan formaldehid (FA). Efek dari FA yang dibentuk pada ikan beku meningkatkan denaturasi jaringan ikan, perubahan tekstur, dan hilangnya kapasitas pengikatan air. Reaksi enzimatik lain seperti pembentukan asam lemak bebas juga diyakini sangat mempengaruhi kualitas sensorik ikan beku. Enzim autolitik aktif bahkan pada suhu -20°C atau di bawahnya, tetapi jauh lebih cepat pada suhu diatasnya, di bawah nol.

Proses Bakteriologis

Proses pembusukan ikan terutama disebabkan oleh aksi bakteri. Ikan segar yang baru tertangkap hampir bebas dari bakteri, tetapi lendir permukaan, insang, dan usus dapat mengandung sejumlah besar bakteri. Ketika ikan sudah mati, bakteri ini mulai menyerang daging dan menyebabkan pembusukan serta menghasilkan senyawa yang tidak diinginkan. Adanya kerusakan fisik (luka atau memar) akan mempercepat serangan bakteri. Sifat dan jenis bakteri yang terdapat dalam ikan tergantung pada kondisi air dari mana dia tertangkap dan metode yang digunakan untuk menangani ikan setelah penangkapan. Bakteri awal pada ikan sangat beragam, namun paling sering didominasi oleh bakteri psychrotrophic Gram-negatif. Ikan yang ditangkap di daerah tropis, dapat mengandung bakteri gram-positif dan bakteri enterik sedikit lebih tinggi. Selama penyimpanan bakteri berkembang, tetapi hanya sebagian saja yang berkontribusi pada pembusukan.

Bakteri Shewanella putrefaciens adalah penyebab khas pembusukan ikan dari perairan beriklim sedang pada perlakuan es yang menghasilkan trimetilamina (TMA), hidrogen sulfida (H2S) dan sulfida lainnya yang mudah menguap dan menimbulkan bau busuk. Metabolit yang sama dibentuk oleh Vibrionaceae dan Enterobacteriaceae selama pembusukan pada suhu yang lebih tinggi. Selama penyimpanan di atmosfer bebas, bakteri psychrophilic Photobacterium yang memproduksi sejumlah besar TMA merupakan salah satu bakteri pembusuk utama. Ikan air tawar dan ikan dari perairan tropis, selama penyimpanan dengan peng-es-an yang kontak dengan udara (aerobik) akan ditumbuhi bakteri Pseudomonas.

Perubahan penting yang disebabkan oleh aksi bakteri pada ikan adalah sebagai berikut : (1) Pengurangan TMAO menjadi TMA, ikan laut mengandung persentase kecil TMAO yang tidak berbau yang akan diubah oleh bakteri menjadi TMA yang berbau ofensif; (2) Penguraian asam amino oleh bakteri asam amino yang hadir dalam otot ikan menyebabkan pembentukan amina primer, contoh pembentukan histamin dari histidin, arginin dari asam glutamat dll, dimana aksi bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan dalam kasus yang ekstrim; dan (3) Penguraian urea, konsentrasi yang tinggi urea dalam daging beberapa jenis ikan akan terdegradasi menjadi amonia oleh mikroorganisme, pembentukan amonia ini disertai dengan bau yang ofensif.

Kegiatan mikrobiologi juga menyebabkan pembusukan pada produk ikan yang telah diawetkan dan disimpan pada suhu >0°C. Penambahan sejumlah kecil garam dan asam, seperti dalam produk ikan yang diawetkan ringan, mengubah mikroflora yang mendominasi terutama terdiri dari spesies bakteri gram positif (bakteri asam laktat, Brochotrix), juga beberapa Enterobacteriaceae dan Vibrionaceae. Produk ikan dengan pengawetan yang lebih kuat seperti ikan asin kering atau produk fermentasi dapat rusak karena aksi mikroorganisme tertentu. Flora yang mendominasi pada produk ini adalah gram positif, halofilik atau micrococci halotolerant, ragi, pembentuk spora, bakteri asam laktat dan jamur. Bakteri pembusuk halophile ekstrim menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai "pink". Bakteri ini (Halococcus dan Halobacterium) menyebabkan perubahan warna merah muda pada garam, air garam dan ikan asin serta bau dan rasa yang terkait dengan pembusukan (hidrogen sulfida dan indole). Beberapa jamur halofilik (Sporendonema, Oospora) juga diklasifikasikan sebagai pembusuk. Mereka tidak menghasilkan bau busuk, tetapi kehadirannya mengurangi nilai produk karena penampilan yang tidak diinginkan.

Proses Kimiawi

Ikan termasuk salah satu produk yang banyak mengandung lemak, terutama lemak tidak jenuh. Lemak tidak jenuh adalah lemak yang mengandung ikatan rangkap pada rantai utamanya. Lemak yang demikian bersifat tidak stabil dan cenderung mudah bereaksi. Lemak pada ikan didominasi oleh lemak tidak jenuh berantai panjang (Polyunsaturated fatty acid/PUFA). Selama penyimpanan, lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk senyawa peroksida.

Oleh karena itu, aksi kimia yang paling umum adalah perubahan yang terjadi di fraksi lipid ikan yaitu ketengikan oksidatif. Proses oksidatif, autoksidasi, adalah reaksi yang hanya melibatkan oksigen dan lemak tak jenuh. Pada tahap awal terjadi pembentukan hidroperoksida, yang tidak berasa tetapi menyebabkan perubahan warna coklat dan kuning pada jaringan ikan. Tingkat nilai peroksida dan kandungan asam lemak bebas keduanya merupakan ukuran ketengikan oksidatif yang dianggap sebagai indeks kualitas lemak ikan. Degradasi hidroperoksida menimbulkan pembentukan aldehid dan keton. Senyawa ini memiliki rasa tengik yang kuat. Oksidasi dapat dimulai dan dipercepat oleh panas, cahaya (terutama sinar UV) dan beberapa senyawa organik dan anorganik (misalnya Cu dan Fe). Ada beberapa antioksidan dengan efek sebaliknya yang telah dikenal (alpha-tocopherol, asam askorbat, asam sitrat, karotenoid).

Pengendalian Pembusukan

Semua makanan yang mengandung protein akan rusak cepat atau lambat, tetapi sejumlah langkah dapat diambil untuk mengurangi tingkat pembusukan. Pembusukan dapat berkurang atau dicegah dengan beberapa cara seperti pengeringan, penggaraman, pendinginan, pengalengan dan pembekuan. Aktivitas organisme dapat dikendalikan, dikurangi, atau bahkan dihilangkan dengan penanganan yang tepat dan kontrol pada suhu penyimpanan (segera menurunkan suhu). Pendinginan ikan segera setelah ditangkap dan mempertahankannya pada suhu 0°C dengan peng-es-an akan mengurangi pembusukan tersebut. Dalam kasus udang, memotong kepala segera setelah ditangkap akan mengurangi tingkat pembusukan. Dalam kasus ikan besar, pemenggalan dan eviscerating (pengeluaran isi perut) akan mengurangi aksi enzimatik yang menyebabkan pembusukan. Sedangkan pembusukan kimiawi atau ketengikan dapat dicegah dengan kecepatan penanganan hasil tangkapan di kapal, dan penyimpanan produk dalam kondisi anoxic (dikemas vakum). Penggunaan antioksidan juga dapat dipertimbangkan.

Pendinginan merupakan sarana pengawetan jangka pendek dari produk perikanan dengan penurunan suhu menggunakan es. Sebagaimana dinyatakan bahwa penyebab utama pembusukan adalah bakteri. Pada kisaran suhu dingin, pola pertumbuhan organisme pembusuk psychrotrophic dapat digambarkan secara akurat oleh hubungan akar kuadratik. Bila suhu 0°C digunakan sebagai temperatur referensi, hubungan perbandingan pertumbuhan (r) pada setiap suhu tertentu terhadap pertumbuhan pada suhu 0°C adalah : √ r = 1 + 0.1 × t dimana t adalah suhu dalam satuan °C. Ini berarti, jika suhu penyimpanan 10°C, maka pertumbuhan bakteri pembusuk adalah 4 kali lebih cepat dari pada suhu 0°C (√r = 1+0,1×10, r = 4), dan sejalan dengan itu umur simpan menjadi berkurang.

Pembekuan adalah metode yang paling memuaskan yang saat ini tersedia untuk pengawetan produk perikanan jangka panjang. Ini merupakan cara terbaik untuk mencegah ikan dari pembusukan, karena ikan terus pada kondisi yang hampir mendekati kondisi alami sampai setelah pembekuan. Hal ini efektif untuk mempertahankan rasa, warna, dan nilai gizi dari hasil perikanan. Pembekuan adalah suatu proses dimana air di otot ikan mengkristal menjadi es. Kristalisasi akan selesai pada suhu -40°C. Setelah beku, ikan harus disimpan dengan suhu yang dipertahankan terus pada -18°C atau dibawahnya. Fluktuasi pada suhu penyimpanan akan menyebabkan pembusukan produk. Jika terjadi variasi suhu, maka rekristalisasi akan berlangsung. Dehidrasi adalah reaksi penting yang bersifat fisik yang disebabkan oleh penguapan es karena perbedaan tekanan uap di atas permukaan produk dan di udara dari ruang penyimpanan. Hilangnya kelembaban oleh penguapan es ini menyebabkan permukaan produk kering dan mengakibatkan penampilan kusam, bahkan perubahan warna dalam beberapa kasus. Air yang menguap akhirnya mengembun dan membeku pada permukaan pendingin ruangan penyimpanan, dan transfer kelembaban dari produk akan berlangsung terus menerus. Glazing dan pengemasan yang tepat akan mengurangi penguapan ini.

[caption caption="Menjaga mutu ikan : kerja cepat, bersih, dan pendinginan yang tepat ǀ Foto : fineartamerica.com"]

[/caption]Langkah-langkah kebersihan untuk mengendalikan kontaminasi terhadap ikan dan produk ikan dari bakteri pembusuk sangat mempengaruhi tingkat pembusukan dan umur simpan. Oleh karena itu, sebagian besar proses pembusukan dapat dikontrol dengan penerapan GMP (good manufacturing practices/cara berproduksi yang baik). Langkah-langkah penting dalam penerapan GMP adalah: (1) Inspeksi bahan baku, dalam proses maupun produk jadi; (2) Penanganan bahan secara higienis; (3) Gunakan air dan es dengan kualitas yang baik; (4) Penanganan dengan standar tinggi terhadap kebersihan dan kesehatan personel; (5) Fasilitas sanitasi yang baik; (6) Ketaatan jadwal pembersihan perabot, meja, peralatan, lantai dll; (7) Pencegahan masuknya serangga, tikus, dan burung ke area penanganan dan pengolahan; dan (8) Penjagaan yang benar/teliti terhadap suhu cold storage. Waktu, suhu, dan kebersihan mempunyai peranan penting dalam pengolahan hasil perikanan. Kerja cepat, pendinginan yang tepat dan kebersihan dalam operasi pengolahan, adalah langkah yang harus ditempuh untuk mengurangi pembusukan.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun