[caption caption="Penangkapan nelayan asing pencuri ikan. Foto : Kompas.com, 08/12/15 "][/caption]Sejak menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti mempunyai komitmen yang kuat dalam memerangi illegal fishing, dan itu didukung oleh Presiden Joko Widodo. Kebijakan itu dilakukan karena kegeramannya terhadap pembiaran ribuan kapal asing yang selama ini mencuri ikan di perairan Indonesia, yang mengakibatkan kerugian Negara trilyunan rupiah per tahun.
Langkah tegasnya dimulai dengan memberlakukan moratorium izin kapal penangkap ikan, disusul dengan larangan bongkar alih muatan kapal ikan di tengah laut, dan yang paling menjadi berita hangat baik di dalam maupun luar negeri adalah penenggelaman kapal-kapal penangkap ikan asing yang tertangkap dan terbukti mencuri ikan di perairan kita.
[caption caption="Penenggelaman kapal nelayan asing pencuri ikan. Foto : Kompas.com, 09/12/15"]
Melimpahnya produksi ikan bila tidak dibarengi dengan meningkatnya permintaan, akan menyebabkan potensi penurunan harga ikan. Hal ini apabila tidak ditangani dengan baik akan merugikan nelayan itu sendiri, sehingga tujuan yang semula untuk mensejahterakan nelayan justru menjadi tidak berhasil.
Oleh karena itu, untuk menjaga permintaan ikan agar tetap tinggi, maka pemerintah perlu memanfaatkan momentum ini dengan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan terutama yang berorientasi ekspor.
[caption caption="Kondisi di unit pengolahan ikan. Foto : geomaritim.com"]
Kendala
Beberapa kendala yang mungkin akan dihadapai dalam pengembangan industri pengolahan ikan, untuk diantisipasi dari awal antara lain adalah :
1) Negara tujuan ekspor, selama ini yang menjadi tujuan utama ekspor perikanan adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Untuk itu perlu pengembangan Negara tujuan ekspor yang lain, termasuk Timur Tengah dan negara-negara di Afrika.
2) Pemenuhan persyaratan mutu yang diminta oleh Negara tujuan ekspor, antara Negara yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Pengelola unit pengolahan ikan harus bisa memenuhi persyaratan itu. Paling tidak, unit pengolahan ikan harus menerapkan HACCP, GMP, dan SSOP dengan sungguh-sungguh.
3) Pencemaran, unit pengolahan ikan potensial menghasilkan limbah, baik limbah padat, cairan atau gas, sehingga dapat mencemari lingkungan. Untuk meminimalkan dampak limbahnya terhadap lingkungan, harus memiliki unit pengolah limbah atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berfungsi dengan baik. Sebenarnya, limbah dari suatu proses pengolahan ikan dapat dimanfaatkan dan diolah kembali sehingga dapat menjadi produk bernilai ekonomi, dan merupakan pemasukan sampingan dari produksi pengolahan. Banyak produk yang dapat dihasilkan dari limbah pengolahan hasil perikanan, seperti minced fish, minyak ikan, tepung dan silase ikan, kolagen dan gelatin, chitin/chitosan, pupuk organik/pupuk cair, dan lain-lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H