Sudah seminggu lebih rasa ngilu di kaki kanan Rohman belum sembuh juga. Jumat pagi hanya menjadi penonton di pingir lapangan tenis kantornya melihat teman-temannya tertawa terbahak-bahak ketika Ia berhasil melakukan cemesan.
Dalam batinnya Ia pun sadar akan kata-kata bijak, "kita akan merasakan nikmatnya sehat ketika sakit."
Serujuk juga ketika bertanding seperti main tenis yang merupakan salah satu hobinya, "kita akan merasakan nikmatnya kemenangan ketika kita mengalami kekalahan," pikirnya.
Khawatir jumat berikutnya nasibnya sama, hanya menjadi penonton di pingir lapangan, akhirnya Rohman menuruti apa yang disarankan berkali-kali Istrinya untuk ke diperiksakan ke dokter.
"Mah, suk konconi aku neng dokter yo."
"Kandani kok mengengsel. Yoh suk bar ngumbahi. Puskesmas buka e jam 8 to?"
Setelah diperiksa dokter puskesmas, hasil diagnosanya terdapat masalah di saraf. Dokterpun merujuk untuk diperiksa lebih lanjut ke dokter ahli saraf.
"Mau dirujuk ke Rumah Sakit mana pak?" Tanya Dokter.
"Yang dekat, ke RS Condongcatur (Concat) aja Dok," kata Istrinya Rohman.
Setelah di-input data pada blangko rujukan oleh pegawai puskesmas, jadwal Dokter ahli sarah di RS Concat besok pukul 12.00-14.00 WIB.
Setelah mendaftar via telpon ke RS Concat, Rohman mendapat nomor antrian 10. Hari Rabu pukul 12.15, setelah sholat dhuhur dan maksi Rohman, Istri dan anaknya semata wayang berangkat ke RS Concat yang menempuh kurang lebih 10 menit dengan mobil.
Setelah mengantri untuk mendaftar, Rohman cek tensinya menunjukan angka 129/90. Kemudian menuju ruang 2 yang tertulis Dokter saraf. Sampai pukul 2 siang Dokter belum datang. Rohman pun ngedumel ke istrinya, "Piye to iki, jare sampe jam 2. Kok rung teko-teko to Doktere? Gak mutu tenan ik."
Setelah menunggu cukup lama, Rohman dipangil masuk ruang pemeriksaan. Dokter menyapa dengan senyuman, "pripun pak?"
Rohmanpun menjelaskan kronologisnya dan rasa nyeri di kakinya hampir 10 hari lamanya.
"Oh ini pak, di bagian belakang mata kaki Bapak itu kan banyak otot-otot yang menopang berat badan. Nah di situ ada saraf yang rentan putus jika terlalu berat kerjanya. Apalagi kalau infeksi."
Rohman mangut-mangut mendengar yang disampaikan dokternya. "Selama ini saya oles dengan minyak herbal Dok."
"Hati-hati loh kalau Bapak terlalu over olahraganya dengan berat badan yang juga over. Kalau putus saraf pada tendon, harus dioperasi dan harus istirahat selama 6 bulan dari aktifitas berat seperti berolahraga."
"Njih Dok." Jawab Rohman sambil membayangkan jika itu terjadi.
"Ini saya buatkan resep sebanyak 4 macam obat, ada anti penyeri dan anti peradangan juga. Sering-sering aja dioles pake obat ini"
Setelah meminum obat siang dan malam hari serta tempat yang terasa nyeri diolesi dengan obat oles yang cukup panas, keesokan harinya rasa nyeri itu sudah reda. Â Ia mengabari ke teman-teman di WAG bahwa Sabtu siap untuk ngowes lagi.
Setelah sholat subuh, Rohman mendengarkan "Kajian Kitab Irsyadul 'Ibad 2" via Youtube yang dibawakan oleh Mbah Kyai Slamet Riyadi, teman SMA nya yang memilih Mondok di Pesantren walau lulus UMPTN di Fakultas MIPA UGM.
Dau point yang menarik adalah tentang doa agar diselamatkan rumah atau gedung milik kita dari kebakaran dan musibah yang diakibatkan oleh perkataan atau perbuatan tidak baik kita. Sudah hampir setengah jam Ia menyimak apa yang ditausyiahkan Kyai Slamet tiba-tiba ada pesan masuk ke HP nya. Setelah dicek, ternyata dari Nanok, "Arep budal jam piro Man?"
Seketika Rohman melihat jam dinding dan sudah pukul 6 kurang seperempat. "Weh wis awan to?"
Setelah mandi dan sarapan pagi, Rohman berangkat ngowes ke rumah Nanok pukul 6 lebih sedikit. Ia sempatkan untuk mengetik pesan di WAG Smaven A.1.1 sebagai pemberitahuan, "OTW."
Dengan bekal googlemap yang telah di-share oleh Nanok, Ia berangkat menyusuri ringroad utara, ringroad timur dan belok kanan di perempatan bangjo Jl. Godean. Setelah sampai pertigaan bagjo Mbantulan belok kiri. Sebenarnya dulu waktu kuliah, tepatnya saat mengerjakan skripsi Ia tinggal di rumahnya Sofyan, teman SMPN Bumiayu I di Perum Sidoarum.
Hampir jam 7, Rohman sampai di rumah Nanok yang sebelahnya persis berdiri Mesjid Baitul Muttaqien. Setelah masuk ke pintu, nampak suguhan teh hangat, gorengan tempe, pisang goreng dan jajanan pasar sudah tersedia.
"Lah iki tuku cenil ngone Hendro po Nok?"
"Hahahahaha." Nanok cuman ketawa saja.
Tak lama kemudian, Mbah Slamet dan Hendro datang bermotor hampir bersamaan. Setelah menucap salam, Mbah Slamet menyampaikan tidak jadi ngowes karena ada keperluan yang harus dibeli di Toko Progo untuk Musholanya.
Hendro seperti biasa tidak ngowes, walau jarak dari rumahnya tidaklah jauh.
"Wis jeleh ngowes po koe Dro?" Tanya Rohman.
"Ngene Man, aku kudu kerjo. Nek ngowes wektuku ilang tur yo kesel. Bagi orang swasta, waktu adalah uang yo yo Mbah?" Sambil melihat Kyai Slamet minta dukungan.
"Yoh. Kabeh wong ndue prioritas dewe-dewe to? Sing penting iso silaturahmi," jawab Slamet menengahi keduanya.
Setelah garap-garapan di antara mereka sebagai bentuk keakraban, tibalah pembicaraan yang agak serius. Nanok sebagai tuan rumah yang baik mempersilahkan untuk menyantap apa yang sudah dihidangkan.
"Tehmu kemepyar je Nok," kata Mbah Slamet.
"Sopo sek sing ngawe? Bu Nanok.... "Jawab Hendro.
Lalu Nanok menjelaskan usul barunya hasil pemikiran selama beberapa hari tentang rencana pemberian sumbangan peralatan pencegahan Covid19 ke Almamaternya.
"Nek tak pikir-pikir, sekolahan kan belum ada kegiatan belajar mengajar dengan pertemuan langsung. Mbuh kapan wektune yo rung ngerti. Kedua Dewi dkk wingi kan wis nyumbang. Opo lewih apik kita mbantu konco-koncone dewe yang kena dampak pandemi iki?"
Slamet dan Rohman manggut-manggut nampak menerima alasan logis yang disampaikan Nanok dan Hendro.
"Lah cahe dewe sing keno dampak Covid19 ki sopo wae Nok? Koe kan intel to Nok?" Tanya Rohman.
"Musti ono Man, Engko tak golek-golek infone nek wis disepakati bersama neng WAG."
Setelah sepakat dengan ide baru dan membagi tugas diantara mereka sambil menyantap sajian yang oke banget, mereka melanjutkan silaturahmi ke rumah Danang yang jaraknya tidak terlalu jauh. Untuk menuju rumah Danang dari Rumah Nanok ke arah selatan setelah Warung Soto Slamet melewati rel kereta api belok kiri ke arah Gereja Santamaria Gamping.
Kemudian lurus ke timur sampai ringroad barat terus menyeberang ke arah Wirobrajan. Tidak jauh dari perempatan bagjo ringrioad barat belok kiri ke utara dan setelah melewati rel kereta api belok kiri dan sampailah ke rumah Danang. Di depan rumah Danang ada warung soto Girwah (Pinggir Sawah).
Danang ini lulusan Fakultas Teknik Mesin UNY yang dulu masih bernama IKIP jurusan Otomotif. Sejak SMA memang gemar otomotif dan paling antusias ketika pelajaran dan parktek otomotif.
Warung soto dengan bangun Joglo ini sangat luas dan sisi utara dan baratnya terhampar persawahan yang sejuk dan damai. Warung ini menyajikan soto ayam dan soto daging sapi. Mereka memesan sesuai selera.
Sebelum hidangan datang, Danang menceritakan perjalanan hidup setelah lulus SMA. Sebenarnya rumahnya dekat dengan Yosi yang punya Warung Gudeg Mercon yang pernah mereka singgahi seminggu yang lalu.
"Rumah Yos tuh di sebelah barat ringroad. Nek aku kan sebelah timure," kata Danang yang pernah terpuruk juga waktu bisnis burung karena kecurian.
Hidangan soto sudah datang dan mereka sangat menikmatinya, apalagi ada krupuk, sate ayam serta tahu dan tempe goreng garit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H