Empat  hari lagi, kita akan lebaran. Mulai hari ini, Jum'at tanggal 29 April 2022 arus mudik ke kampung mulai terlihat di layar TV kita. Kemacetan di pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni di laporkan mengular sekitar 10 km. Demikian juga di banyak rute mudik baik jalan bebas hambatan (Tol) maupun Non Tol, khususnya di Pulau Jawa.
Pemerintah sudah memprediksi hal ini akan terjadi, mengingat sudah dua tahun mudik lebaran dilarang agar perkembangan virus Covid-19 tidak menyebar dengan cepat. Lebaran tahun ini tentunya menjadi obat kangen masyarakat Indonesia, dimana mudik lebaran sudah menjadi tradisi.
Sisi positif dari tradisi turun-temurun ini adalah terjadinya arus transaksi ekonomi dari kota ke desa. Atau dengan kata lain terjadi perputaran ekonomi di desa-desa, termasuk di tempat wisata alam.Â
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber perekonomian masyarakat maupun Pemerintah Daerah akan merasakan sisi positif ini.
Sebagaimana tulisan penulis di Kompasiana tanggal 21 April 2022 yang berjudul "Kalibiru, Perintis Wisata Alam di Yogyakarta", booming Wisata Alam Kalibiru mampu menginspirasi para pelaku wisata alam di DIY, salah satunya Pengelola Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) DIY yang melihat potensi di Hutan Pinus yang berada di Resot Mangunan. Objek wisata ala mini secara administrasi Pemerintahan berada di Desa Mangunan, Kec. Dlingo, Kab. Bantul, DIY.
Hutan pinus yang rimbun, asri dan sejuk menjadi daya tarik para wisatawan domestik maupun manca Negara, termasuk Barak Obama pada tahun 2017.Â
Seperti objek wisata Kalibiru, dulu kawasan hutan ini tandus dan gundul. Pengelola hutan melakukan kegiatan penghijauan dengan beberapa jenis tanaman hutan seperti pinus, akasia, mahoni, dan kayu putih untuk diproduksi kayu dan non kayu seperti daun kayu putih untuk bahan baku obat.
Pada tahun 2013, Kepala KPH terinspirasi Kalibiru yang mendatangkan income cukup signifikan bagi Koperasi sebagai lembaga pengelola jasa lingkungan.Â
Hutan Pinus Mangunan ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata alam (jasa lingkungan). Oleh karena itu, pengelola berupaya merubah tujuan pengelolaaan hutan dari berorentasi kayu menjadi objek wisata alam.
Perubahan tujuan ini perlu payung hukum dan disusunlah Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur untuk mengatur sistem dan mekanisme pengelolaannya. Mekanisme ini mengacu pada kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan.
Pihak KPH pada tahun 2017 melibatkan Kelompok Tani Hutan (KTH) yang akhirnya berbadan hukum Koperasi untuk bekerjasama dalam pengelolaannya. mekanisme hubungan kedua belah pihak ini dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan masa perjanjian selama 5 tahun.