Dari sekian peristiwa reuni perak selama 2 hari (sabtu-minggu), perbincangan antara aku, Picoes dan Maman, yang berkarier di perusahaan kehutanan swasta  yang masih terngiang sampe sekarang adalah ngobrol di salah satu sudut kampus. Waktu itu pas ishoma acara Reuni FKT UGM dan kebetulan hujan deras sekali.
Kami bertiga ngobrol sambil menyantap beberapa hidangan, termasuk semangkok soto dan segelas teh panas. Sambil merokok, Picoes menanyakan satu hal yang menarik bagi kami berdua, "jadi manusia itu berat yo cah?"
Kemudian Maman bertanya balik, "kok bisa?"
Picoes tidak menjawab secara eksplisit atas pertanyaan Maman, malah dia bertanya lagi, "Jikalau Tuhan menawarkan kepadamu sekarang mau berubah jadi apa? Berdasarkan evaluasimu sampai umur hampir setengah abad ini, kira-kira dirimu mau berubah jadi apa?"
Kemudian saya tertantang untuk menjawabnya "Saya pengin jadi pohon yang rindah sehingga bisa bermanfaat bagi sesama mahluk Tuhan."
"Oke, lah kamu, Man?"
"Jadi manusia seperti sekarang. Saya bahagia dan mensyukuri menjadi diriku seperti sekarang ini Coes."
Sambil menyeruput the panas, aku balik bertanya padanya, "lah dirimu?"
Sambil nyekekek, Picoes agak lama terdiam dan menyeruput rokoknya agak dalam dari sebelumnya. "Dadi panci Man! Hahahaha"
"Alasanya?" Tanya maman penasaran.
"Panci itu pantatnya gosong kena api setiap hari untuk masak makanan setiap orang. Tapi pengorbananku bisa memenuhi kebutuhan banyak orang to?" Jawabnya filosofis.