Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di KLHK

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ancol Bligo

22 Januari 2022   13:54 Diperbarui: 22 Januari 2022   14:06 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mas Eka berusaha menjelaskan sambil menunjukan alur SM dari Jalan Raya yang kita lewati. Kemudian kita dapati juga plang arah ke beberapa tujuan dengan jaraknya. Ke Yogya tertulis 25 km. "Dari sini ke Ancol masih sekitar 5 km. Berarti ya sekitar 30 km jarak Ancol ke Yogyakarta," kata Mas Eka.

Akhirnya kita sampai di Ancol pukul 9-an dan bangunan DAM dan irigasi yang diarsiteki oleh ahli Belanda memang luar biasa. Aku jadi ingat apa yang disampaikan Alm Prof. Dr. Ir. Hasanu Simon, bahwa Belanda mewarisi banyak bangunan penting di Indonesia. Selain banyak bangunan seperti gedung-gedung di beberapa kota tua, stasiun dan rel keretanya, jalan yang menghubungkan kota-kota di Jawa dan yang tidak kalah penting adalah Hutan Jati di Jawa yang tertata dengan baik pengelolaannya.

Ya kita memang harus mempelajari sejarah agar kita bisa berterimakasih pada para pendahulu dan bisa mentauladaninya. Termasuk bangunan SM ini yang ide dasarnya berasal dari Sunan Kalijaga, bahwa masyarakat Yogya akan makmur dan tercukupi kebutuhan pangannya jika Sungai Progo di barat dapat dihubungkan dengan Sungai Opak di timur. Hal ini dipenuhi oleh Sri Sultan HB IX selain untuk memenuhi titah Sunan Kalijaga juga melindungi rakyat dari program Romusa Jepang yang menyengsarakan rakyatnya.

Jadi benar apa yang disampaikan Presiden Soekarno, "Jangan lupakan sejarah (Jasmerah)."Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa-jasa para pahlawannya.

Semoga kita bisa mengisi era kemerdekaan hasil pengorbanan para pejuang sampai titik darah penghabisan ini dengan karya nyata. Bukan membuang waktu hanya saling menghujat, memfitnah, dan mengeluh saja.

Sebelum sampai ke Ringroad Barat, kami mampir di warung kecil yang menjajagan es cincau. Setelah aku teguk sampai habis, rasa dahaga masih ada karena terik Matahari yang posisinya sudah di tengah-tengah. Dan aku pun pesan 1 gelas lagi sedangkan Mas Eka sudah merasa cukup. "Tambah setunggal, sedoyo pinten bu?" Tanyaku.

"Enem ewu mawon mas," jawab ibu penjual es cincau.

Trimakasih Mas Eka semoga kita bisa ngowes bersama lagi dengan berihlah ke tempat-tempat bersejarah di sekitaran kota Budaya yang kita banggakan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun