"Ya Raka," jawab kami kompak dan pelan dengan rasa takut yang mulai mencekam.
"Tiarap semua!!!!!" kata Raka yang bertubuh tinggi besar. "Tahu enggak, apa kesalahan kalian?!!!!!" bentaknya lagi.
Kami pun hanya diam seribu bahasa sambil berpikir apa sih letak kesalah kami. Semua tugas sudah dikerjakan dengan kerja keras dan terkantuk-kantuk. "Tahu ini jam berapa?" Tanya Rakanita agak lembut.
Kami yang bawa jam segera melihat jam tanganya masing-masing. Joko pun memberanikan diri untuk menjawab,"jam 6 lebih dikit Rakanita."
"Harusnya jam berapa sudah sampai di gerbang kampus ini?"
Lama tidak ada yang berani menjawab, maka suara keraspun kembali terdengan,"Jam berapa?!!! Suara pria bersuara lengkin itu membahana."Ayo....... jawab!!!"
"06.00," jawab kami kompak.
"Kalian tadi telat 30 detik. Mau cuman 1 detik, kalau telat, ya tetap telat. Jadi kamu harus dihukum push-up 30 x sekarang dan hitung yang kompak!!!"
Kami pun menghitung sambil push-up secara bersama-sama. Setelah itu kami diperintahkan lari ke Gedung FKT dan motor ditinggal di parkiran Gelanggang. Sepanjang jalan dari gerbang selatan UGM sampai Gedung FKT hampir tiap 25 meter ada Raka dan Rakanita berpakaian planel tanda senior dari FKT.
Kabar kekerasan fisik dan mental di FKT melebihi rata-rata fakultas di UGM sampai ke telinga Anies Rasyid Baswedan selaku Ketua Senat UGM. Saat mengunjungi FKT, Anies diterima oleh Gadang Pamungkas, ketua BEM FKT, Rimbawanto, ketua Senat FKT dan Marwoto. Mereka berdialog. Ada informasi bahwa suasana dialog agak panas, karena Marwoto tidak mau dicampuri oleh Senat Universitas.
"Ini urusan internal kami. Saya siap bertanggungjawab jika ada apa-apa di sini," kata Ketua panitia OSPEK FKT.