Dari beberapa teman baru yang sudah aku kenal, yang akrab dengan ku adalah Masrukan dan Hendra. Masrukan orang asli Jogja, tepatnya Blawong, Bantul sedangkan Hendra berasal dari Karawang, Jawa Barat. Waktu itu, sekolah masih 6 hari, jadi hari liburnya cuman minggu saja.
Hendara termasuk anak orang kaya sehingga sudah dikasih motor. Dia punya hobi berenang dan nonton bioskop. Hari minggu aku diajak renang di Kridosono dekat SMA Padmanaba. Setelah renang dia mengajak jalan-jalan keliling Jogja dan nampaknya ia sudah hapal betul beberapa bioskop yang ada di Jogja.
"Jogja bagian selatan yang dekat sekolah itu ada bioskop Indra di jalan Malioboro dan dekat Keraton itu Widya sama Soboharsono," katanya sambil berjalan ke motornya.
"Mahal enggak ya Dra tiketnya," tanyaku.
"Kita cuman lihat-lihat aja gedungnya, kapan-kapan kita nonton di sana," jawabnya.
Wah kalau aku nurutin hobinya aku bisa bangkrut nih. Lah bayar tiket masuk kolam renang aja bagiku sangat mahal gerutuku dalam hati. "Ya sudah kita lihat-lihat saja ya Dra," tegasku.
Hari pertama masuk sekolah aku menawarkan ke Masrukan untuk duduk sebangku. Masrukan ini orangnya sumeh tapi agak pendiam. Namun kalau dah ngomong pasti lucu. Beda sama Hendra kelihatanya dia tidak suka hura-hura dan memilih di rumah saja saat liburan. Ya mungkin karena dia bersama keluarga, lain dengan anak-anak kos untuk mengisi liburan dengan jalan-jalan daripada bengong di kos-kosan.
Sama dengan Hendra, dia sudah bawa motor ke sekolah. Setelah 1 minggu pulang pergi pake Kobutri, aku coba pulang jalan kaki ke kos yang jaraknya sekitar 3 km. hal ini merupakan upayaku untuk mengirit pengeluaran. Namun berangkatnya tetap harus pake Kobutri atau bus kota, karena takut telat. Akhirnya aku memberanikan diri untuk minta sepada ke bapak.
Bapak mengirim jatah bulanan lewat wesel di kantor Pos. Walaupun bapak karyawan Bank, tapi usiaku belum cukup untuk membuat rekening Bank. Setiap awal bulan banyak teman-teman mengecek ke bagian Tata Usaha (TU) untuk menayakan tentang wesel kiriman dari orang tuanya.
Pak Yanto, staf bagian TU datang ke kelas untuk memberitahu bahwa sepeda kiriman dari bapak sudah datang. Akupun diajak pak Yanto untuk menerimanya di ruang TU. Alangkah bahagianya ketika melihat sepeda balap, walaupun bukan baru. Akupun mengirim surat kepada kedua orang tua untuk mengucapkan terimakasih.
Setelah pulang sekolah, aku kayuh sepeda mencari lapangan sepak bola searah jalan pulang ke kos. Dari beberap informasi yang aku dapat, ada di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dekat perempatan Wirobrajan. Setelah aku menemukannya, aku langsung putuskan akan kesini lagi setelah sholat asyar.
Aku bergabung dengan PS. HW (Hizbul Wathan) yang merupakan salah satu organisasi otonom di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. Jadwal latihan di lapangan bola UMY dalam seminggu 2x, yaitu hari Minggu dan Rabu sore. Luas lapangan di sini sesuai dengan standard, lain dengan lapangan Pandawa di kampung yang mungkin hanya separo ukuran lapangan standard.
Sebelum bermain ada pemanasan dan latihan fisik seperti lari keliling lapangan, senam peregangan, teknik drible bola, teknik kerjasama dalam tim, pinalti, dll. Hal ini tidak pernah aku alami ketika bermain di lapangan Pandawa yang langsung main tanpa ada pemanasan. Untuk melatih mental, sering tanding persahabatan baik sebagai tuan rumah atau tandang. Pertandingan persahabatan ini sangat bermanfaat selain melatih mental bertanding, juga untuk meningkatkan kemampuan teknis dan kerjasama tim.
Kemampuan fisik dan teknik bermain bolaku meningkat. Ini aku rasakan ketika bermain saat liburan panjang di kampung. Hal ini juga diakui Rizal teman mainku. "Main mu kok ono perubahan Man, melu klub po?"
"Iya, melu PS HW Zal," jawabku.
Setiap klub peserta kompetisi tingkat DIY memiliki kesempatan tugas menjadi anak gawang setiap pertandingan devisi utama nasional yang diselenggarakan di Stadion Mandala Krida. PSIM termasuk tim yang berlaga di devisi utama nasional. PS. HW sebagai anak gawang mendapatkan giliran dalam pertandingan PSIM vs Persibaya. Pengalaman ini sangat indah dan masih ku ingat sampai sekarang.
Fasilitas olah raga di sekolah hanya lapangan basket. Walaupun aku tidak lah tinggi dibandingan teman-teman se kelas, aku memiliki skill yang baik. Namun pernah beberapa kali guru olah ragaku mengajak main bola di Alun-Alun Kidul yang jaraknya sekitar 1 km dari sekolahan. Bakat olah ragaku diturunkan oleh bapak terbaca oleh guru olah raga. Suatu saat dia bertanya,"Kamu suka olah raga raga ya mas?"
"Iya pak."
"Selain basket, kamu suka olah raga apa?"
"Sepak bola, saya gabung dengan PS HW. Waktu masih di kampung, tiap hari Minggu diajak bapak main tenis di kantornya. SD ikut klub badminton PB. Tunas pak," jawabku panjang lebar.
"Oh pantesan. Neruskan di IKIP Jogja jurusan olar raga saja mas," saran guruku yang lulusan IKIP Jogja.
"Saya mau ke UGM pak," jawabku.
Aku bukanlah orang yang aktif di organisasi kesiswaan. Kelas I ku habiskan waktu bermain bola dan setelah kelas II lebif fokus belajar untuk dapat meraih cita-cita tembus ke Fakultas Kehutanan UGM. Untuk itu, saat kenaikan kelas II ku pilih jurusan A1 (IPA). Jurusan A1 ada 2 kelas, A2 (Biologi) 1 kelas dan A3 (Sosial) 1 kelas.
Beberapa teman dari kelas IE masuk ke kelas II A1.1 selain aku jugu Retno, Hendra, Masrukan, Prasasti, dan Dewi. Lah nama yang terakhir ini wajahnya mirip Ida Iasa, bintang film dan bintang iklan sabun Lux.
Bersambung......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H