Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di KLHK

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Parman (4)

15 Januari 2022   05:26 Diperbarui: 15 Januari 2022   05:39 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

"Kalau gak lulus neng SMAN Jogja yo golek sekolah neng kene wae Man. Bapak abot nek kudu mbiayai koe sekolah swasta neng Jogja," kata bapak ketika aku ceritakan hasil ke Jogja.

"Njih pak," jawabku memaklumi keputusan bapak.

Aku sadar dengan biaya yang harus ditanggung bapak untuk membayar uang pangkal, SPP, dan biaya insidentil di sekolah swasta di Jogja yang jauh berbeda dengan di sekolah negri. Sedangkan 5 saudaraku yang lain juga butuh biaya.

Saya anak ke-2 dari 6 bersaudara. Walaupun bapak karyawan Bank BUMN, tapi karena masuk dari jalur olahraga dengan bermodalkan ijazah SR tentu bukanlah pegawai dengan gaji yang tinggi. Memang bapak  juga punya sambilan membeli mobil kemudian diperbaiki dan dijual dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu juga jual beli tanah untuk menambah pemasukan.

Dua minggu setelah batas akhir pendaftaran, merupakan hari yang sangat mendebarkan menunggu berita dari Mas Erfi tentang hasil seleksi masuk SMAN. Tiba-tiba Ita, temanku saat SD yang punya telpon rumah memberi tahu bahwa baru ada kabar dari Mas erfi bahwa aku diterima dan mulai besok harus memenuhi beberapa berkas dan kewajiban daftar ulang. Namun Ita tidak member tahu SMAN mana yang menerimaku.

"Aku diterima di SMAN mana Ta? Tanyaku penasaran.

"Tadi Mas Erfi gak memberi tahu SMAN mana, cuman aku catat beberapa syarat dan waktu terakhir harus daftar ulang," jawabnya.

"Ya udah terimakasih ya Ta."

Akupun membaca kertas yang diberikan Ita dan segera mengumpulan apa-apa yang harus aku bawa besok ke Jogja. "Kamu mau naik kereta apa bus Man," tanya Ibu.

"Naik bus aja mak," jawabku singkat.

Besoknya aku pamit Bapak, Ibu dan kakak dan adiku. Aku tidak diantar sampe ke terminal Purwokerto karena aku dah tahu dan berani sendirian.

Sampai Jogja 14.30 WIB hampir sama saat pertama kali bersama Mas Erfi. Rasanya tidak sabar untuk mengetahui di SMAN mana aku diterima. Ternaya aku diterima di SMAN VII. "Hampir saja kamu masuk SMAN IV, hanya selisih 0,75 dari NEM rengking terakhir," jawab Mas Erfi setelah aku tanya.

Walaupun agak kecewa, aku harus tetap bersyukur bisa sekolah di SMAN Jogja. Aku telpon Ita dan minta disampaikan ke rumah. "Nek wis tekan Jogja segera kasih kabar yo le," pinta Ibu saat pamitan.

Akupun segera telpon Ita di warnet (warung telpon) terdekat untuk disampaikan ke orang tuaku. Setelah mandi sore, aku diminta Mas Ermanu ikut sholat berjamaah di kos-kosan. Karena selain ada kultum (kuliah 7 menit), ada makan bersama dan ngobrol dengan pak kos tentang kosku.

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika mereka tidak berusaha untuk mengubahnya. Itu point penting yang disampaikan Mas Ermanu saat kultum. Kultum  merupakan tradisi rabuan diikuti pak kos, bu kos, mbah mo dan para penghuni kos.

"Kami sudah bicarakan bersama dengan pak kos dan bu kos tentang kosmu," kata Mas Ermanu membuka obrolan.

"Karena kamarnya sudah penuh, kami buatkan 1 kamar dengan triplek ukuran 2,5 x 3 meter di ruang tamu," sahut pak kos.

"Ini amanat bapak yang menginginkan minimal 1 tahun kamu di sini. Setelah itu, bisa cari kos di sekitar sekolahmu. Untuk membeli bahan triplek dan ongkos tukang kalau bisa dibayar 1 tahun," tambah Mas Ermanu.

"Njih mas, kemarin bapak bilang begitu. Uangnya sudah saya siapkan Mas."

Setelah sholat isyak, saya bayarkan uang kos kepada bu kos. Kamar diselesaikan 1-2 hari, jadi aku masih tidur bersama Mas Erfi dan Mas Yani.

Aku tidak mau merepotkan dan berangkat sendiri naik kobutri untuk menyelesaikan administrasi daftar ulang sebagai murid baru. Kain seragam abu-abu putih, batik, seragam krem, dan kaos olahraga harus dijahit segera. Besok masuk sekolah untuk oreantasi siswa menggunakan baju bebas tapi sopan. Seragam harus sudah jadi dan dipake senin minggu depan.

Tidak ada murid yang aku kenal. Semuanya baru dan banyak juga yang berasal dari luar Jogja, bahkan luar Jawa. Saat daftar ulang berkenalan dengan Masrukan dari Blawong, Dewi dari Kota Jogja, Hendara dari Kerawang, Maryono dari Sumatera Selatan, Eka dari Riau, dan Retno dari Bangka Belitung. Ternyata banyak juga yang senasib denganku sebagai anak kos yang jauh dari keluarga.

Bersambung......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun