Mohon tunggu...
Mabruroh LF
Mabruroh LF Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Pogram Studi Pendidikan Bahasa Arab STAIN Pamekasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

10 Hari Terakhir antara Budaya Persiapan Hari Raya dan Meningkatkan Kualitas Ibadah

22 Juni 2017   13:20 Diperbarui: 22 Juni 2017   13:28 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bulan ramadahan memiliki keistimewaan tersendiri dihati setiap muslim dan muslimah yang menantikan kehadirannya. Hal ini dapat kita saksikan mulai dari persiapan menyambut hari pertama bulan suci tersebut hingga hari raya idul fitri tiba. Bulan ramadhan dikenal dengan bulan turunnya al-quran dan bulan lailatul qodr (malam seribu bulan). bulan yang datang satu kali setiap tahun ini, memiliki nilai yang sangat berharga bagi para pemburu kebajikan, karena setiap amal ibadah yang dikerjakan, 

Allah lipatgandakan pahalanya didalam bulan ini dan Allah sendiri yang memberikan pahala kepada setiap orang yang berpuasa tanpa dicatat oleh malaikat, begitupun sebaliknya dengan mereka yang mengabaikan dan menyia-nyiakan kesempatan di bulan yang agung ini, Allah menyebutkan bahwa mereka tiada memperoleh dari puasanya kecuali lapar dan dahaga tanpa pahala kebajikan yang mengalir dan berlipat ganda.

Dalam bulan yang agung ini memiliki beberapa tahap, yaitu sepuluh hari pertama, sepuluh hari kedua, dan sepuluh hari terakhir. Yang mana dalam setiap harinya, Allah melimpahkan berbagai macam pahala bagi mereka yang memaksimalkan waktunya dalam kebajikan sebagaimana dikatakan oleh para ulama terdahulu bahwa ramadhan adalah bulan membaca al-quran, bulan memberi makan bagi orang fakir miskin dan bulan bersedekah. Maka tidak heran jika pada bulan ini, sering kita jumpai kaum muslimin yang berlomba-lomba membaca alqur-an dan menghatamkannya, menghidupkan majelis ilmu, memberi ta'jil dan buka puasa bersama dengan sanak family, tetangga, dan kaum dhuafa, serta mengeluarkan zakat baik zakat fitrah ataupun zakat mal. Hal ini banyak dilakukan oleh masyarakat apabila sudah memasuki bulan suci ramadhan.

Bahkan sebuah tradisi islam yang sangat melekat pada bulan ini adalah digelarnya sholat tarawih dan tadarrus yang dilaksanakan mayoritas di setiap mesjid dan musholla pada bulan ini setiap sholat isya'. Hal ini kita jumpai hamper disetiap sudut tempat kaum muslimin berlomba-lomba menuju mesjid untuk mengikuti sholat tarawih berjemaah dan merasa menyesal apabila melewatkan satu kesempatan yang tertinggal. 

Namun juga sebaliknya, diantara mereka juga ada orang-orang yang lalai dan acuh tak acuh akan keutamaan dan perintah Allah subhanahu wata'ala di bulan ini. Mereka tidak memanfaatkannya sebaik mungkin dengan keluyuran di jam-jam sholat pada malam hari (tarawih), menyepelekan sholat lima waktu dengan alasan lemas dan lunglai, tersita waktunya dengan gadget dan permainan yang tak ada gunanya, bahkan meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syari'at. Na'uudzubillahi min dzaalik.

Fenomena yang menarik untuk disaksikan pada bulan ini yaitu apabila sudah tersisa pekan terakhir menyambut hari raya. Semua orang sibuk mempersiapkan makanan, parsel, jajanan, dan kue suguhan untuk hari raya. Mereka sibuk membuat dan memesan berbagai jenis makan dan minuman untuk para tamu dihari raya, mereka juga sibuk untuk mempersiapkan baju sebagus mungkin pada hari raya dan hal ini yang menjadi prioritas utama, khususnya bagi kaum wanita dan kaula muda. 

Persiapan menyambut hari lebaran menjadi daya tarik tersendiri bagi berbagai kalangan penjual, baik penjual makanan, akssoris, baju, dan pernak-pernik. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya orang-orang yang keluar masuk pusat perbelanjaan dan pasar-pasar demi mempersiapkan hari lebaran. Banyak kendaraan terparkir rapi didepan toko-toko perbelanjaan. Ditambah dengan fenomena mudik lebaran yang menyebabkan kemacetan, khususnya dikota-kota besar. Hal ini seolah menjadi tradisi tahunan yang tidak bisa ditinggalkan pada pekan akhir setiap bulan ramadhan. 

Subhanallaah…
Dengan melihat fenomena diatas, sejenak kita renungkan kembali eksistensi dari bulan ramadhan itu sendiri. Sebagai bulan yang agung, Allah membuka kesempatan besar bagi kaum muslimin untuk mendulang pahala sebanyak-banyaknya dari setiap amal kebaikan yang dikerjakan. Ada satu waktu yang istimewa yang hakikatnya kurang kita perhatikan, namun diperebutkan oleh para pencari surge, yaitu waktu pada sepuluh malam terakhir dari bulan ramadhan. 

Dalam sepuluh hari ini, Allah menurunkan satu malam yang kita kenal dengan malam seribu bulan (lailatul qodr). Kaum muslimin yang dirahmati Allah, berlomba-lomba untuk mendapatkan malam ini dengan meningkatkan ketaatan dan memperbanyak amal ibadah serta mencarinya disetiap malam-malam ganjil dari bulan ramadhan. 

Tradisi islam masa lalu, masa salaf adalah memperkuat dan meningkatkan kualitas ibadah pada sisa-siasa akhir di 10 hari terakhir bulan suci ini, mereka mengisinya dengan I'tikaf sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, membaca al-quran dan memperbanyak sedekah karena para ulama dan salafunnas shalih terdahulu benar-benar bersungguh-sungguh untuk meraih malam yang istimewa ini dan mereka akan merasakan penyesalan yang luar biasa manakala mereka melalaikannya dan tidak bisa mendapatkannya. Karena mereka tau bahwa ramadhan yang dijalani pada tahun ini, belum tentu mereka dapatkan dimasa selanjutnya. Oleh sebab itu, persiapan lahir batin mereka lakukan sepenuhnya untuk memperbaiki diri agar ramadhan mereka tak berlalu dengan sia-sia.

Fenomena ini tentu sangat berbeda dengan masyarakat muslim masa kini yang beredar disekitar kita. Bukan mesjid dan tempat ibadah yang penuh dengan kaum muslimin dihari-hari terakhir ramadhan, melainkan pusat pembelanjaan dan pasar-pasar yang sesak dan penuh dengan tawar menawar. Perlu diketahui, bahwasanya ramadhan dan idul fitri, bukan tentang segalanya harus baru atau diperbaharui, indah dan berubah. Bahkan sebuah kata mutiara dari seorang ulama tentang hari raya yang sering disampaikan "hari raya bukanlah mereka yang berpakaian baru, tapi hari raya adalah mereka yang ketaatannya (kepada Allah subhanahu wata'ala) bertambah"

Hal ini patut kita renungkan, mengingat fenomena 10 hari terakhir bulan ramadhan saat ini tak seperti dulu lagi. Antara memburu persiapan hari raya dan segala pernak-perniknya atau meningkatkan kualitas ibadah dengan mengisi waktu hanya untuk beribadah kepada Allah semaksimal mungkin.

Sebagai masyarakat yang berbudaya, setiap orang memiliki cara tersendiri untuk menghabiskan sisa ramadhannya, baik budaya individu atau budaya masyarakat sekitar. Kita tidak bisa dipisahkan dari kebiasaan yang terjadi disekitar kita saat ini, namun alangkah baiknya apabila kita sebagai kaum muslimin menghidupkan kembali budaya di 10 hari terakhir bulan ramadhan dengan manfaatkan semaksimal mungkin untuk beribadah kepada sang pencipta. 

Disadari atau tidak, sebenarnya kaum muslimin tidak perlu begitu heboh dalam mempersiapkan hari lebaran, cukup dengan sederhana dan apa adanya. Akan tetapi entah karena kemajuan zaman dan pengaruh pemikiran budaya barat umat islam sendirilah yang berlomba-lomba untuk memaksimalkan penyambutan lebaran. Hari-hari awal ramadhan yang biasa kita lalui dengan memaksimalkan ibadah dan bacaan al-quran, tergantikan dengan persiapan hari raya di dapur, toko, supermarket, pasar dan jalanan. Waktu kita jadi sibuk dengan membuat hidangan dan sebagainya.

Kita tidak memungkiri keistimewaan hari raya sebagai hari kemenangan umat islam setelah melalui satu bulan ramadhan dengan berpuasa, karena hari raya adalah hari bersilaturrahmi, bermaaf-maafan. Namun marilah kita meminimalisir hal-hal yang kurang penting agar 10 hari terakhir ramadhan kita tak terbuang dengan sia-sia, kita utamakan ramadhan sebagai jembatan mendulang paha dan ampunan Allah subhanahu wata'ala karena kita tidak pernah tau apakah kesempatan itu bisa kita dapatkan diramadhan selanjutnya atau bahkan kita tak dapat bersua kembali dengan bulan yang agung dan mulia ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun