PENULIS:
Dr. Ira Alia Maerani (Dosen FH Unissula)
Endang Lestari (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unissula)
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Keluarga merupakan rumah untuk setiap anak. Kehadiran orang tua bagi anak-anak itu ibarat listrik bagi kehidupan.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, kekerasan terhadap anak kian membuncah di dunia terutama di Negara kita ini.
Pelaku yang cukup besar melakukan kekerasan pada anak adalah orang terdekat, yaitu keluarga.Â
Kekerasan terhadap anak tak cuma mencakup kekerasan fisik dan seksual, tetapi juga kekerasan emosional, pengabaian, dan eksploitasi.
Ditinjau dari QS. At-Tahrim ayat 6, dapat kita lihat bahwa kewajiban seseorang adalah menjaga dan memelihara diri serta keluarganya dari siksa neraka yaitu dengan dimulai dari diri sendiri, kemudian dilanjutkan kepada keluarga serta masyarakat.Â
Atau karena keadaan ekonomi yang membuat mereka frustasi serta mengalami tekanan batin yang berujung pada penyiksaan terhadap anak di bawah umur bahkan berujung pada kematian.
Ditinjau dari ayat di atas sebagaimana yang dijelaskan adanya perintah untuk memelihara diri serta keluarga dari api neraka. Api neraka di sini dimaksudkan sebagai akibat yang didapat dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat islam maupun norma-norma yang terdapat dalam masyarakat.Â
Dampak kekerasan terhadap anak yang bisa terlihat adalah:
Risiko luka fisik bagi mereka yang mengalaminya.Â
Kekerasan fisik ini meliputi memar, luka terbuka, patah tulang, terkilir, kelelahan kronis, nafas pendek, gemetar tanpa sadar, ketegangan otot, dan lain sebagainya.
Trauma Emosional dan Psikologi
Anak yang tinggal dalam kondisi mengalami kekerasan dalam rumah tangga umumnya akan mengalami trauma emosi dan psikologi sebagai dampak dari perasaan takut dan tensi yang tinggi selama berada di rumah.
Depresi
anak yang pernah tinggal dalam praktik kekerasan dalam rumah tangga memiliki risiko yang besar mengulangi siklus hubungan dengan kekerasan yang sama seperti apa yang ia pernah alami.
Perilaku yang Tidak Wajar
Anak yang mengalami kekerasan dalam rumah juga memiliki risiko untuk tumbuh dengan perilaku yang tidak wajar yang ia lampiaskan karena perilaku yang tidak sepatutnya ia dapatkan di dalam rumah.
Masalah Makan dan Tidur
Efek negatif paling potensial yang terjadi ketika Si Kecil masih dalam usia batita dan menyaksikan atau merasakan sendiri kekerasan dalam rumah tangga terjadi dalam dirinya adalah dengan menangis sejadi-jadinya dalam momen tertentu.
Pasal yang menjerat pelaku penganiayaan anak diatur khusus dalam Pasal 76C UU 35 tahun 2014 yang berbunyi: "Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak
Jadi kesimpulannya pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap anak yaitu dengan menanamkan moral pada diri sendiri kemudian terhadap keluarga atau masyarakat.
Pesan dari Penulis:
Anak menjadi salah satu Anugerah yang diberikan Allah pada setiap orangtua. Anak juga menjadi sebuah titipan yang harus dijaga, dilindungi, dan diajari dengan baik agar menjadi keturunan yang bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H