Selamat Hari Nusantara!Â
Sejak tahun 2001, tanggal 13 Desember, atas keputusan Presiden Megawati, kita peringati sebagai hari nasional, Hari Nusantara. Peringatan itu berawal dari adanya Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia kala itu, Djuanda Kartawidjaja. Diperkuat dengan konsepsi hukum laut international (United Nations Convention on the Law of the Sea, UNCLOS) oleh Persatuan Bangsa-Bangsa pada 1982 yang mengesahkan Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan luas wilayah Republik Indonesia yang semula 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2. Wilayah Nusantara yang luas (Kementrian KKP).
Indonesia memang negara kepulauan dan kelautan yang terluas di dunia, dengan 2/3 wilayahnya terdiri dari lautan. Juga Indonesia adalah pemilik gars pantai terpanjang kedua di dunia dengan 108 ribu kilometer. Belum lagi potensi sumber daya laut yang ada di bawahnya yang dikenal sebagai Segitiga Terumbu Karang, Coral Triangle. Data ini dapat ditemukan di website Kementrian KKP.Â
Kekayaan koral Indonesia ini mencakup 76% dari kekayaan koral dunia serta 37% kekayaan spesies ikan di terumbu karang adalah suatu kekayaan luar biasa. Sekitar 54% protein masyarakat Indonesia berasal dari ikan dan ikan laun, dan Indonesia merupakan pemasok sekitar 10% dari komoditas kelautan. Namun demikian, kekayaan kelautan itu terancam dan sekitar 2,8 juta rumah tangga yang hidup dari industri kelautan dalam risiko kehilangan mata pencahariannya.
Para pemimpin dunia, termasuk Indonesia telah menyepakati tujuan pembangunan berkelanjutan "Sustainable Development Goals', yang secara spesifik menyasar pada tujuan ke 14 terkait konservasi dan keberlanjutan lautan dan yang hidup di bawahnya. Artinya konservasi dan restorasi bawah laut menjadi perhatian.
Luas wilayah dan kekayaan wilayah kelautan Indonesia memang perlu kita pahami. Untuk itu, pemerintah pemerintah merasa perlu mengadakan pendataan dan pengumpulan informasi laut Indonesia. Juga Pemerintah menyusun Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI). Seberapa kebijakan-kebijakan telah melindungi kelautan Nusantara ini?
Maling dan Penangkapan Ikan dengan Cara Merusak Masih Kuasai Laut Indonesia
Dengan luasnya wilayah Indonesia, kekayaan ekonomi dan kekuatan politik yang berbasis kelautan diakui dunia. Sayangnya persoalan di laut Indonesia juga masih terus ada, di antaranya 'illegal fishing', pemanenan dengan cara yang merusak, misalnya dengan bom, dan persoalan sampah laut plastik yang penguraiannya memakan waktu ratusan tahun.Â
Persoalan penangkapan ikan secara illegal memang persoalan yang terus mengganggu. Meski upaya terus melarang penangkapan ikan dilakukan, penangkapan ikan secara illegal terus dilakukan. Di masa Susi Pudjiastuti, pelarangan penangkapan ikan secara illegal memang galak.Â
Studi yang dilakukan oleh Reniel Cabral, peneliti pada Kelompok Perikanan Berkelanjutan di Universitas California, Santa Barbara menyampaikan bahwa adanya kapal dengan operator warga Vietnam, Malaysia, Filina dan Cina masuk secara liat di wilayah perairan Indonesia yang disebut Laut Natuna Utara sangat merugikan. Apalagi penangkapan ikan liar sering melibatkan perdagangan manusia. Sementara itu area yang disebut 'garis putus-putus sembilan' adalah area yang sering dipedebatkan antara pemerintah Indonesia dan Cina karena pemerintah Cina mengklaim itu sebagai area Laut Cina Selatan. Mongabay Indonesia mendokumentasikan hasl studi ini. Â Di bawah ini adalah data yang didapat dari website Indonesia Maritime Indormation (IMCI) yang bekerjasama dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI.
IMCI dianggap sebagai pengisi ruang kosong peran petugas penangkap ikan illegal kita. IMCI mendata informasi terkait kondisi di perairan kita. Melalui IMCI, data terkait keamanan maritim yang bersumber dari berbagai lembaga seperti data citra satelit, pengawasan udara, dan sistem identifikasi otomatis (AIS) kapal, beserta identitas, jalur, dan kecepatan kapal dapat di'broadcast'.Â
Bersama Badan Keamanan Laut RI (Bakamla), IMCI memperbarui status tersebut setiap bulan atau bahkan dalam periode lebih panjang. Selain untuk memastikan bahwa kapal asing liar bisa diperingatkan untuk tidak beroperasi di wilayah perairan Indonesia, data juga bisa membantu pemerintah untuk mengingatkan kapal nelayan Indonesia untuk tetap mencari ikan di perairannya sendiri.
Informasi dari IMCI dan Bakamla situs website BAKAMLA ditunjukkan dengan itik merah untuk penangkapan ikan olegal, bencana alam, kecelakaan, pencurian kecil-kecilan, ppenyadapan bahan bakar illegal, perampokan bersenjata, penyelendupan, perdagangan narkoba, migrasi illegal dan lainnya. Ini dapat dilihat di sini.Â
Pada laporan bulan November 2020, misalnya, ditayangkan bahwa terdapat 56 insiden yang dilaporkan, yaitu penangkapan ikah illegal di wilayan perbatasan dan penyelundupan serta kecelakaan laut yang disebabkan oleh gelombang tinggi.Â
Selanjutnya terdapat rekomendasi untuk periode tersebut, misalnya agar para nelayan waspada, dan agar terhindar dari kecelakaan laut. Informasi diklasifikasikan sebagai informasi harian, dua mingguan, bulanan dan untuk periode lebih panjang.Â
Beberapa media melaporkan bahwa Pemerintah berharap, informasi yang dihasilkan oleh IMCI dan Bakamla tersebut kemudian menjadi acuan berbagai lembaga pemerintah yang terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Penanaman Modal, Korps Kepolisian Air dan Udara, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. dan Cukai, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, dan Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional.
Data yang dihasilkan dengan teknologi web-GIS dalam website Bakamla ini dinilai interaktif, dan diharapkan bisa memudahkan pembubat kebijakan untuk menyusun kebijakan. Dan, jangan disalahkan bila otak kita pun menduga-duga bahwa bisa saja informasi tersebut bahkan dimanfaatkan oleh kapal pencuri ikan untuk lebih 'berhati-hati'. Ibaratnya, pencuri diberi tahu bahwa ia ada dalam radar CCTV. Informasi IMCI dan Bakamla tentu sangat bermanfaat. Sementara itu, tindak lanjut tergantung pada kerja lembaga terkait di atas. Juga, seberapa efektivitas kerja kapal patrol untuk memberi efek jera pada penangkap ikan illegal.
Pengelolaan terhadap persoalan penangkapan illegal (tepatnya pencurian) ikan perlu koordinasi dan kerja yang baik. Tentu tak semudah membalikkan tangan. Namun demikian, tentu kita, utamanya pemerintah, perlu mendengar pula keluhan nelayan. Apakah nelayan sudah hidup dengan lebih baik.
Peringatan Hari Nusantara yang jatuh pada hari ini tentu tidak bisa dipisahkan dengan peringatan hari lain yang terkait, seperti Hari Nelayan Nasional yang diperingati pada 6 April 2020 dan juga peringatan 'Ocean Day' yang dicanangkan oleh Persatuan Bangsa Bangsa.
Data dari Badan Pusat Statistik yang diperbarui tahun 2020 menyebutkan bahwa produksi ikan laut yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah 621.099,1 ton di tahun 2014, 535.712 ton di tahun 2015 , 565.485,9 ton di tahun 2016, 657.691,7 ton di 2017, 807.788,48 di tahun 2018 dan 816.945,30 di tahun 2019. Kementrian Kelautan dan Perikanan mengumumkan data meningkatnya ekspor hasil perikanan Indonesia di bulan Maret 2020 yaitu mencapai "105.200 ton atau meningkat 15,37% dibanding Februari 2020, data tahunan dari ekspor ikan laut kita menunjukkan penurunan.Â
Impor kita untuk ikan laut mencengkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor produk ikan, krustasea, moluska, dan kebutuhannya (HS 03) bernilai US$ 303,91 juta selama Januari-November 2019. Naik 6,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (CNBC.com news, Januari 2020). Sepanjang 2009-2018, nilai impor produk perikanan dilaporkan melonjak sebanyak 195,76% secara point-to-point, dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya adalah 13,08%.Â
Sementara itu, data KKP pada tahun 2017 memunjukkan bahwa impor ikan laut kita terdiri dari pembelian tepung ikan-pellet sebagai bahan baku/pakan ikan, makarel dan sarden untuk industri pengalengan tujuan ekspor, rajungn dan kepiting sebagai bahan baku industri dengan tujuan ekspor, Salmon-Trout untuk memenuhi kebutuhan Horeka-Pasmod, dan lemak-minyak Ikan sebagai bahan baku industri farmasi (Produktivitas Perikanan Indonesia, KKP, 2017). Untuk itu, analisis tentang neraca perdangangan ikan laut kita, yang mendudukkan posisi ekspor dan impornya tentu penting untuk mendapat perhatian.Â
Kinerja perikanan dan kelautan kita memang bisa dilihat dari data beberapa hal. Volume ekspor dan impor, disamping konsumsi ikan serta pendapatan nelayan. Gambaran dari laporan ekspor, impor dan peningkatan konsumsi ikan digambarkan meningkat pada beberapa tahun ini. Namun, di berbagai media dilaporkan keprihatinan nelayan skala kecil yang terjepit oleh pencurian ikan, ditambah lagi COVID-19 yang membuat pendapatan harian nelayan merosot tajam menjadi persoalan.Â
Meskipun belum bisa dilihat dampaknya, beberapa kalangan yang diwawancarai Mongabay Indonesia juga menuliskan kekhawatiran akan nasib masyarakat pesisir dan nelayan kecil setelah lahirnya Undang-undang Cipta Kerja. Akhir-akhir ini, ketika isu ekspor benur lobster jadi persoalan dan diikuti penangkapan Menteri KKP, Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), informasi terkait panjangnya rantai nilai produk ekspor, termasuk udang dan losbter yang menyebabkan nelayan tidak sejahtera mendapat sorotan.Â
Peringatan Hari Nusantara bertujuan untuk merubah pandangan tentang Bangsa Indonesia sebagai bangsa kelautan dan bidang kelautan sebagai arus utama pembangun. Artinya, kebijakan ekonomi perlu berfokus pada bidang kelautan dan perikanan. Tentu saja, ini perlu juga berarti bahwa kesehateraan nelayan menjadi tumpuan harapan sebagai hasil pembangunan. Â Terintegrasinya kepulauan terluar dan terpencil dan kemampuan kita mengelola potensi sumber daya laut untuk kesejahteraan masyarakat dan disegani dunia tentunya juga jadi tujuan (Kementrian ESDM.com).
Memang terdapat perbedaan pendekatan dan pengelolaan penangkap ikan illegal di masa Susi Pudjiastuti dengan masa sekarang. Pemerintah menjanjikan kualitas kebijakan perikanan dan kelautan yang lebih berpihak kepada nelayan Indonesia. Mau tidak mau, peringatan Hari Nusantara ini mengingatkan kembali pada kinerja Susi Pudjiastuti, sang mantan Menteri Kelautan dan perintah "Tenggelamkan" yang tersohor dan menakutkan para pelaut kapal asing liar.
Selamat Hari Nusantara. Semoga kita jaya di laut Nusantara.
Pustaka: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan, SepuluhÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H