Impor kita untuk ikan laut mencengkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor produk ikan, krustasea, moluska, dan kebutuhannya (HS 03) bernilai US$ 303,91 juta selama Januari-November 2019. Naik 6,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (CNBC.com news, Januari 2020). Sepanjang 2009-2018, nilai impor produk perikanan dilaporkan melonjak sebanyak 195,76% secara point-to-point, dengan rata-rata pertumbuhan per tahunnya adalah 13,08%.Â
Sementara itu, data KKP pada tahun 2017 memunjukkan bahwa impor ikan laut kita terdiri dari pembelian tepung ikan-pellet sebagai bahan baku/pakan ikan, makarel dan sarden untuk industri pengalengan tujuan ekspor, rajungn dan kepiting sebagai bahan baku industri dengan tujuan ekspor, Salmon-Trout untuk memenuhi kebutuhan Horeka-Pasmod, dan lemak-minyak Ikan sebagai bahan baku industri farmasi (Produktivitas Perikanan Indonesia, KKP, 2017). Untuk itu, analisis tentang neraca perdangangan ikan laut kita, yang mendudukkan posisi ekspor dan impornya tentu penting untuk mendapat perhatian.Â
Kinerja perikanan dan kelautan kita memang bisa dilihat dari data beberapa hal. Volume ekspor dan impor, disamping konsumsi ikan serta pendapatan nelayan. Gambaran dari laporan ekspor, impor dan peningkatan konsumsi ikan digambarkan meningkat pada beberapa tahun ini. Namun, di berbagai media dilaporkan keprihatinan nelayan skala kecil yang terjepit oleh pencurian ikan, ditambah lagi COVID-19 yang membuat pendapatan harian nelayan merosot tajam menjadi persoalan.Â
Meskipun belum bisa dilihat dampaknya, beberapa kalangan yang diwawancarai Mongabay Indonesia juga menuliskan kekhawatiran akan nasib masyarakat pesisir dan nelayan kecil setelah lahirnya Undang-undang Cipta Kerja. Akhir-akhir ini, ketika isu ekspor benur lobster jadi persoalan dan diikuti penangkapan Menteri KKP, Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), informasi terkait panjangnya rantai nilai produk ekspor, termasuk udang dan losbter yang menyebabkan nelayan tidak sejahtera mendapat sorotan.Â
Peringatan Hari Nusantara bertujuan untuk merubah pandangan tentang Bangsa Indonesia sebagai bangsa kelautan dan bidang kelautan sebagai arus utama pembangun. Artinya, kebijakan ekonomi perlu berfokus pada bidang kelautan dan perikanan. Tentu saja, ini perlu juga berarti bahwa kesehateraan nelayan menjadi tumpuan harapan sebagai hasil pembangunan. Â Terintegrasinya kepulauan terluar dan terpencil dan kemampuan kita mengelola potensi sumber daya laut untuk kesejahteraan masyarakat dan disegani dunia tentunya juga jadi tujuan (Kementrian ESDM.com).
Memang terdapat perbedaan pendekatan dan pengelolaan penangkap ikan illegal di masa Susi Pudjiastuti dengan masa sekarang. Pemerintah menjanjikan kualitas kebijakan perikanan dan kelautan yang lebih berpihak kepada nelayan Indonesia. Mau tidak mau, peringatan Hari Nusantara ini mengingatkan kembali pada kinerja Susi Pudjiastuti, sang mantan Menteri Kelautan dan perintah "Tenggelamkan" yang tersohor dan menakutkan para pelaut kapal asing liar.
Selamat Hari Nusantara. Semoga kita jaya di laut Nusantara.
Pustaka: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan, SepuluhÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H