Situasi di dalam negeri memang bukan hanya soal hangat dan viralnya di media, tetapi pelik implikasinya bagi warga. Ribuan masyarakat di area gunung Merapi, Semeru, dan Lewotolok dan juga di wilayah bencana banjir di Medan dan di Jawa Barat terpaksa harus mengungsi.
Keluhan warga miskin dan rentan, termasuk mereka yang mengidap pesoalan kesehatan jiwa yang kronik, lansia, dan perempuan yang dilacurkan, yang belum mendapatkan dukungan Bansos. Ini merupakan PR tersendiri bagi pemerintah, yang telah pusing dengan urusan pencegahan dan penanggulangan COVID-19.
Belum lagi soal diterimanya kepulangan Habib Riziq yang bukan hanya disoroti menciptakan keramaian politik, tetapi juga membawa serta isu penyebaran COVID-19 atas klaster baru akibat berkerumum. Kemampuan negara untuk bisa melakukan tanggap bencana jadi ujian berat.
Isu HAM diangkat beberapa pihak, baik dalam kaitannya dengan PILKADA yang tetap dilakukan, meskipun protokol kesehatan diyakinkan KPU untuk dilakukan di masa tanggap COVID-19 maupun soal pemenuhan hak warga, dengan menggunakan prinsip 'no one left behind' seperti pada Sustainable Development Goals (SDGs).
Secara pribadi saya merasa ngeri melihat kita telah berada pada bulan ke 10 masa pandemi COVID-19, sementara tingkat kedisiplinan yang rendah di antara anggota masyarakat untuk mengenakan masker dan potokol kesehatan sangatlah rencah.
Kompasiana 'beyond blogging' saya maknai bukan hanya Kompasiana yang memfasilitasi kegiatan para blogger untuk menulis, tetapi juga kegiatan komunitas yang tumbuh bersamanya, dan lebih luas, Kompasiana sebagai media, yang punya peran sebagai salah satu pilar demokrasi negeri ini.
Dan, Kompasianival 2020 yang bertema "Mulai dari Kita" yang ingin mengajak blogger dan netizen untuk melihat cara pandang, yang tidak hanya berfokus pada menanti bantuan, dan menuntut orang lain melakukan perubahan, tetapi memulainya dari diri sendiri dan komunitas di sekitarnya perlu pula dimaknasi sebagai bagian dari kita, dan berangkat dari  kita, untuk menjaga media sebagai pilar demokrasi.
Tantangan keberadaan Kompasiana sebagai media yang harus tetap 'hidup' dan mandiri tentu menjadi pemikiran mereka yang mengelola media ini. Arah dinamika politiik dan ekonomi media ini tentu juga merupakan satu hal yang Kompasianer mungkin alami dan rekognisi.Â
Selamat atas dilaksanakannya Kompasianival. Semangat Kompasianer untuk terus menulis, berkomunitas, saling berbagi hal keseharian soal kesehatan, makanan, hiburan, hobi untuk membantu menjalin kekuatan agar tetap sehat dan 'waras' merespons Pandemi COVID-19 yang tidak ringan. Kompasianival bukan hanya ajang pesta dan tapi juga refleksi.Â
Harapan untuk memfasilitsi dialog dan tetap kritis menjaga demokrasi dan terus menjadi media yang mengajak semua generasi menggunakan akal sehat dan bijak tidaklah kalah penting.
Pada akhirnya, kitapun perlu realistis. Kita tidak bisa berharap bahwa Kompasiana dapat menjawab semua kebutuhan dan aspek kehidupan, karena Kompasiana adalah media komunitas. Kita semua mengharapkan Kompasiana sebagai media yang demokratis, tetapi bukan  diniatkan sebagai koperasi anggota Kompasianer.  Meskipun demikian, jaya tidaknya Kompasiana memang juga ditentukan oleh gerak (dan semangat) Kompasianer.Â