Sejak awal pandemi, implementasi Indonesia pada tanggap COVID-19 memang mengundang sorotan publik. Suatu studi, yang diklaim sebagai studi akademis pertama yang dilakukan terkait tanggap COVID-19 di awal masa pandemi di Indonesia "Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Period of January to March 2020" oleh Djayantee, et all, mengkaji konten media terkait penanganan COVID-10 di Indonesia sejak Januari sampai Maret 2020.Â
Studi ini melihat pelaksanaan 6 strategi prioritas WHO dalam penanganan COVID-19 yang harus dilakukan negara-negara anggota PBB, yaitu 1) memperluas, melatih, dan memobilisasi tenaga kesehatan; 2) mengimplementasikan sistem untuk mencari kasus yang dicurigai; 3) mempercepat ketersediaan dan produksi alat uji; 4) mengidentifikasi fasilitas yang dapat ditransformasikan menjadi pusat kesehatan untuk tanggap COVID-19; 5) membuat rencana karantina kasus, dan 6) meminta pemerintah untuk memberikan perhatian pada upaya untuk menekan penyebaran virus.
Temuan studi di atas mencatat beberapa hal.
Pertama, Indonesia dinilai tidak melakukan pembatasan perjalanan dan karantina secara tepat waktu pada mereka yang masuk/keluar Indonesia, bahkan dari negara yang sedang dihantam virus, yaitu Cina.
Kedua, Indonesia melaporkan telah mempersiapkan fasilitas kesehatan khusus untuk merawat pasien COVID-19, namun pergerakan jumlah kasus terus meningkat. Diduga ada persoalan tentang transparansi data yang menghambat kemampuan negara untuk memahami keseluruhan persoalan.
Ketiga, ada kesan pemerintah Indonesia kurang belajar dari kegagalan banyak negara yang tidak siap dalam melakukan tanggap COVID-19. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 telah menerbitkan panduan penanganan kasus dan cukup banyak peraturan bersamaan dengan pendirian Gugus Tugas.Â
Bebarapa hal terpenting yang dicatat adalah kebijakan relokasi anggaran yang difokuskan pada tanggap covid-19, kebijakan sekolah dari rumah, pengaturan BPJS dalam konteks tanggap COVID-19, dan serangkaian kebijakan fiscal.Â
Hal yang penting dicatat adalah penunjukan Jenderal Doni Monardo, Kepala BNPB sebaga Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 sementara juru bicara Gugus Tugas adalah, Achmad Yurianto, seorang dokter.Â
Keempat, lembaga pemerintah seperti Kementrian Kesehatan adalah ujung tombak. Sementara itu, Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia menjalankan peran mengawasi perkembangan ekonomi. Sementara itu harapan pada Kementrian Desa tertuju pada masyarakat yang rentan dan terpencil.
Kelima, sementara efektivitas keputusannya belum dapat dinilai, Indonesia membuat keputusan politik yang tidak popular dengan melibatkan TNI dan POLRI dalam pengendalian COVID-19.Â
Memang, penggunaan aset militer seperti pesawat terbang dan mobilisasi militer untuk mempersiapan RS Darurat Wisma Atlet sangatlah membantu ketika sistem tidak berfungsi.Â