Begitu banyak orang berduyun hadir di pembukaan mall baru di lingkungan Hotel/apartemen Tentrem di Semarang minggu yang lalu.Â
uga begitu banyak warga yang mudik pada saat Perayaan Kemerdekaan. Juga begitu banyak warga yang tetap bertemu di cafe-cafe melakukan kegiatan bersama, seakan pandemic sudah berlalu.
Padahal, podcast pandemicstalk yang membuat riset melihat bahwa adanya 1 orang positif covid19 yang berkegiatan di suatu kedai kopi di Korea Selatan telah menulari 65 orang pengunjung lainnya (IG pandemicstalks).Â
Wargapun sudah melakukan perayaan-perayaan perkawinan secara 'offline' akhir-kahir ini. Yang dulu merayakannya dengan tamu ribuan, sekarang mereka melakukannya dengan tamu dua ratusan. Protokol kesehatan memang dilakukan pada saat akad dan resepsi.
Namun pertemuan keluarga sebelum acara di hari H dan sesudahnya mungkin bisa lebih longgar. Ini bisa dimaklumi karena pandemi membuat keluarga besar menjadi kangen dan pertemuan semacam ini adalah obat sementara.
Yang menarik, meskipun diberlakukan protokol kesehatan bagi tamu di perayaan perkawinan, banyak pasangan pengantin yang tidak mengenakan masker di Hari H.
Belum lagi acara dan tradisi yang mengikuti acara akad dan resepsi di gedung. Bangsa kita memiliki biaya yang kaya dan seringkali sulit kita menyetop potensi untuk saling berdekatan tanpa jarak dan tanpa masker ketika keluarga berkumpul. Tentu ini semua bagian dari kebahagiaan keluarga.
Namun, ada risiko besar ketika dilakukan selama pandemi. Sayapun sempat betemu dengan pasangan pengantin yang tidak bermasker ketika kami berpapasan di suatu lift sekitar dua minggu yang lalu. Tentu ini menakutkan. Sayapun segera keluar dari lift sempit tersebut.Â
Kalau juru bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito berdalih bahwa orang yang bahagia bisa lebih imun, lain lagi kata Dicky Budiman, seorang Epidemolog dari Universitas Griffith. "Virus tidak memandang apakah orang bahagia atau tidak' (IG: pandemicstalks)
Apakah memang alasan bahagia dan peningkatan imun adalah alasan membuka kembali bioskop? Ataukah alasan ekonomi yang menjadi dasar dibukanya berbagai fasilitas ekonomi dan sosial, termasuk bioskop?
Kita paham soal sumbangan bioskop dan inudustri restoran yang ada di sekitar bioskop pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ataukah ini gabungan dari pengumpulan APD dan juga hendak memberi kebahagiaan (semu) kepada masyarakat, seakan pandemi bukan sesuatu yang perlu ditakuti?