Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Gerakan Anti Korupsi dan Transparansi di Indonesia: Benarkah Melemah?

4 Juni 2020   06:00 Diperbarui: 9 Desember 2021   07:08 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat apa yang terjadi, sejujurnya, wajar bila kekuatiran soal melemahnya upaya penanganan tindak korupsi di Indonesia terjadi.  

Memang politik ekonomi Indonesia alami pergeseran. Ini pernah saya tulis di Kompasiana: Politik Pembangunan, Korupsi, Pengabaian Lingkungan, dan Pembakaran Hutan 

Apalagi masyarakat sipil juga disibukkan untuk melindungi diri mereka dan keluarganya. Di berbagai media sosial, kitapun menyaksikan terdapat pergeseran kegiatan aktivis dan penggiat di masyarakat sipil yang dulu aktif bergelut di isu anti korupsi dan bergeser kepada kegiatan lingkup keluarga dan pribadi karena berbagai alasan karena COVID-19 sedang melanda. 

Meski membuat gundah, mudah-mudahan ini bukan gambaran 'loyonya' gerakan anti korupsi di Indonesia. 

Apa yang Indonesia harus Lakukan?

Dunia, khususnya negara negara maju yang tergabung dalam G20 selama ini telah membuat rencana aksi anti-korupsi. Namun demikian, implementasi dari rencana aksi tersebut masih merupakan PR besar karena banyak yang belum dilaksanakan.

Ini tentu menjadi isu penting untuk didiskusikan. Bagaimana dengan Indonesia?

Bersamaan dengan terbitnya laporan TI terkait PCI 2019 pada awal tahun 2020 dan juga laporan TI Getting ahead of the curve, di bawah ini adalah rangkuman rekomendasi yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk konteks Indonesia. Tentu saja, pandemi perlu menjadi bagian dari konteks rekomendasi.

  1. Pemerintah dan Presiden perlu a) memperkuat integritas lembaga yang bertanggung jawab pada pelayanan publik, khususnya terkait pelayanan kesehatan; b) memperbaiki penegakan hukum anti korupsi; dan c) melindungi kebebasan pers dan masyarakat sipil untuk berbicara terbuka terkait pengungkapan kasus korupsi, termasuk pada masa tanggap COVID-19;
  2. DPR dan Partai politik perlu menjadi contoh aktor pemberantasan korupsi dan bukan malah menjadi pelaku korupsi, termasuk dalam proses penyusunan perundangan dan kebijakan;
  3. KPK terus menjaga kemandiriannya dan memperkuat agenda pemberantasan korupsi dan menjadi koordinator aparat penegak hukum lain. Keseimbangan antara penanganan kasus dan pendidikan anti korupsi kepada publik yang efektif perlu ditegakkan;
  4. Swasta perlu terus mengembangkan sistem anti-korupsi yang pernah dilakukan dengan menerapkan standar bisnis yang bersih dan berintegrasi serta menghindari pendanaan proses politik;
  5. Media dan masyarakat sipil perlu terus memperjuangkan hak sipil dan politik dan berpartisipasi aktif dalam mengawasi jalannya proses penyusunan regulasi dan kebijakan publik, termasuk pada kebijakan dan regulasi pengelolaan sumber daya alam.


Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan , Sepuluh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun