Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Sniker, Sepatu Merakyat yang Seharusnya Manusiawi

15 Desember 2019   18:07 Diperbarui: 16 Desember 2019   04:13 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nilai Ekspor Sepatu Olah Raga ( Sumber BPS, 2017)

Agenda itu disadari oleh CEO NIKE. Bahkan pada suatu studi "The Debate over Corporate Social Responsibility" dengan editor Steven K. May, George Cheney, Juliet Roper menyebutkan pernyataan CEO NIKE, Phil Knight pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa nama NIKE dikonotasikan dengan perusahaan dengan upah budak dan pelanggar arbitrade.

Banyak yang bisa dilakukan oleh perusahaan sniker. 

  1. Perusahaan bisa lebih memperhatikan kontribusinya pada sektor pendidikan. Misalnya, pemberian bea siswa bagi mereka yang tertarik pada industri sniker. Juga mereka mengajak perusahaan lebih mempertimbangkan mereka dari kalangan dan ras yang selama ini terpinggirkan, kelompok masyarakat berkebutuhan khusus, dan juga aspek gender.
  2. Terus mendorong produksi sniker berkelanjutan. Di tahun 2019 telah dipasarkan sniker yang berkelanjutan dan juga vegan. Upaya ini bertujuan menjawab dua persoalan. Soal keberlanjutan dan soal sosial. Ini tentu harus dilakukan untuk menyentuh isu mendasar perusahaan dan bukan hanya untuk memperluas pasar dengan menanam empati sesaat. 
  3. Perusahaan sniker perlu ramah pada pekerja dan lingkungan, mengingat peran sniker yang dipakai siapa saja dan ramah pada penggunanya. Pembentukan serikat pekerja untuk memperjuangkan upah dan perlindungan sosial diperlukan. 
  4. Mendorong dukungan sosial pada lokasi setempat. Di kala ada bencana, perusahaan bisa memberikan sumbangan berupa sepatu. Banyak produksi yang  yang dibuang begitu saja karena persoalan 'over supply'. Padahal bila disumbangkan kepada korban bencana alam ini sangat membantu. Juga, begitu banyak anak sekolah tak bersepatu di wilayah di sudut Indonesia. Ini meniru apa yang telah dilakukan oleh H&M pada produknya di Indonesia melalui kantor PBB UNFPA ketika bencana Palu terjadi. Produk sisa pasokan seharusnya tak harus dibuang. 

Pada prinsipnya, kita perlu mendorong perusahaan yang ada di Indonesia untuk memperhatikan kesehateraan karyawan. Pemerintah bisa punya peran besar menjadikannya terjadi. 

Apalagi kita menyukai sniker, dan tentu menjadi lebih nyaman bila kita mengenakannya dengan keyakinan bahwa pekerja yang menghasilkan sepatu itu terlindungi kesejahteraan dan haknya. 

Kita senang, pekerjapun sejahtera. Banyak pelanggan, dan itu termasuk kita, bisa dan mampu mempengaruhi gerak pengusaha. Mengapa tidak? 

Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan, Sepuluh 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun