Kesenjangan Relasi Kuasa dan Diskriminasi Berbasis Gender
Studi yang dilakukan oleh Universitas Swanseea di Inggris menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan gender di pekerjaan pekerjaan di maskapai penerbangan.Â
Pekerjaan sebagai pilot dan teknisi pesawat dianggap lebih memerlukan ketrampilan, dan oleh karenanya mendapat gaji lebih tinggi daripada pekerjaan yang biasanya diisi oleh perempuan seperti pramugari.
Studi yang dilakukan oleh Uni Eropa terkait gaji pekerja laki laki dan perempuan di Italia, Norwegia, dan Inggris menunjukkan bahwa kesenjangan gender terbesar ditemukan di Inggris.Â
Kesejangan gaji itu adalah sekitar 1.400 Poundsterling. juga, gaji perempuan seringkali hanya separuh dari pekerja laki-laki di maskapai penerbangan yang sama.
Ditemukan pula, pekerjaan paruh waktu bukan hanya terbatas tapi juga tidak memberikan upah yang memadai. Padahal, karena beban atas tugas di rumah, perempuan memerlukan pekerjaan dengan waktu yang lebih fleksibel.Â
Proporsi yang tingi dari pramugari yang diwawancarai studi itu (44.1%) menyebutkan bahwa mereka biasanya diberikan informasi kurang dari 24 jam terkait perubahan jadwal terbang, sementara 34,3% mengatakan diberi tahu antara 24 sampai 48 jam terkait perubahan jadwal. Ini tentu sulit bagi pramugari yang berkeluarga.
Kontrak kerja pramugari juga lebih ketat dibandingkan dengan laki laki terkait persyaratan pada tampilan, penggantian pekerjaan ketika hamil dan lain lainnya.
Pramugari Hadapi Ketidakadilan Gender BerlapisÂ
Dengan melihat beberapa hal di atas, sebetulnya pramugari di banyak maskapai, termasuk di Garuda menghadapi ketidakadilan gender yang berlapis.
- Pertama, peran pramugari diberi pelabelan dan dikonstruksikan sebagai perempuan yang melayani laki-laki, baik itu pilot maupun tamu laki-laki. Pramugari juga diharapkan memiliki kriteria kriteria berdasar imajinasi laki-laki terkait fisiknya.
- Kedua, stereotipe seakan pramugari melakukan relasi dengan staf dan pegawai di maskapai penerbangan sebagai ciri mereka.
- Ketiga, peran pramugari yang melayani dianggap sebagai pekerjaan dengan peran kelas dua, dibanding peran sebagi pilot yang dianggap sebagai peran utama. Jadi, peran pramugari seakan peran yang marjinal.Â
- Keempat, pengupahan yang dibedakan dan pramugari menerima gaji di bawah posisi lain di perusahaan penerbangan, misalnya pilot dan teknisi. Ini bisa dikatakan bentuk diskriminasi.Â
- Kelima, pramugari sering mengalami pelecehan sosial di samping juga diposisikan sebagai obyek seksual. Dalam konteks yang dilaporkan oleh beberapa surat kabar, sebagian pramugari diperlakukan sebagai perempuan prostitusi, misalnya harus melayani pilot agar diajak terbang ke rute tertentu.
Saya pernah menulis artikel tentang studi yang menunjukkan bahwa sebanyak 68% pramugari melaporkan pernah dilecehkan secara seksual selama karirnya, kurang lebih antara 3 sampai 5 kali. Artikel tersebut ditemui di sini.Â