Peran dan Ciri Pramugari adalah Hasil Imajinasi Laki Laki Â
Suatu studi berjudul "Winged Women: Stewardesses, Sexism, And American Society"Â yang disusun oleh Michele Martin di Kalifornia pada Mei 2017 menyebutkan bahwa di tahun 1950 sampai 1980, pramugari maskapai digambarkan sebagai profesi untuk menggembirakan dan melayani keinginan laki-laki.Â
Mereka dipilih karena usianya yang muda, kecantikannya, dan kemampuannya untuk melayani. Aturan dan persyaratan penerimaan kerja pramugari pun mensyaratkan tinggi badan, berat, usia, status perkawinan.Â
Pramugari diharapkan memenuhi tipe dan stereotipi peran perempuan, termasuk peran sebagai ibu, perawat, yang membuat nyaman, dan istri ideal. Pramugari dituntut senyum.Â
Senyum dituntut mulai dari memasuki bandara sampai ke pesawat. Siapapun yang bertemu pramugari mau tidak mau memperhatikan lenggang pramugari, melihat senyumnya dan seterusnya.
Jangan lupa, pramugari harus pula profesional, mandiri, berani, tegas, dan mampu menolong penumpang di kala kondisi darurat.
Apa yang digambarkan di atas terus terjadi sampai saat ini.Â
Pramugari adalah mimpi dan imajinasi laki laki tentang perempuan yang ideal. Ia mewakili narasi femininitas perempuan yang diharapkan penumpang pesawat terbang, yang mayoritas adalah laki laki.Â
Ia dibentuk oleh laki-laki berdasarkan pada standar normatif. Ia adalah stereotipe yang disederhanakan secara luar biasa kepada suatu profesi. Ini konsisten dengan Teori "Male Gaze" yang ditulis Laura Mulvey.
Jelasnya, pramugari adalah korban seksisme dan obyek yang secara paksa diterakan, yang akhirnya menjadi warna yang diharapkan oleh laki-laki di sektor kerja. Pramugari adalah profesi dengan stereotipe kuat, selain profesi bintang film dan model.Â
Salah seorang sahabat saya (laki-laki) pernah mengomentari kawannya, seorang notaris cantik dan bertubuh langsing dengan "Kamu lebih pantas jadi Pramugari". Di sini sangat jelas betapa stereotipe dan konstruksi standar itu tertera di kepala laki-laki.Â