Lembaga dan aktivis anti korupsi seperti ICW, PSHK dan YLBH menyampaikan rekomendasi agar pemerintah menerbitkan Perppu. Kehadiran para tokoh nasional yang bertemu Presiden terkait revisi Undang Undang KPK (Kompas, 10 September 2019).Â
Harapan masyarakat terkait pengangkatan Mahmud MD sebagai Menkopolhukam yang untuk mendorong lahirnya PERPPU tampaknya makin menciut.Â
Mahmud MD yang semula merupakan pendukung lahirnya Perppu akhir akhir ini mengatakan bahwa ia sudah menjadi menteri dan sebagai menteri ia harus menjalankan visi Presiden. Â
Penggembosan pada KPK, sedikit demi sedikit, tampaknya mulai berhasil. Pada survei 11-16 Mei 2019, KPK adalah lembaga yang paling dipercaya publik. Â
Minggu yang lalu di bulan Nopember 2019 ini, Denny JA dari LSI menyebut kepercayaan publik kepada KPK menurun sekitar 3,3% usai Pilpres 2019.Â
Atas situasi ini, Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai turunnya tingkat kepercayaan itu karena publik merasakan betul adanya upaya pelemahan KPK, seperti munculnya RUU KPK. Pada survei LSI sebelumnya, KPK mendapatkan 89% tingkat kepercayaan publik dan revisi UU KPK dianggap sangat aneh.Â
Atas situasi tersebut juga, beberapa pihak melihat bahwa KPK tidak lagi melakukan OTT sejak revisi UU KPK setujui. Sementara pihak KPK mengatakan bahwa KPK pernah selama 2,5 bulan tidak melakukan OTT.Â
Memang terdapat kesan bahwa OTT dikurangi. Ini mungkin merespons anjuran Jokowi yang beberapa kali disampaikan di depan publik. Bahwa perlu peringatan sebelum pengusutan kasus korupsi.Â
Melihat makin kecilnya kemungkinan akan diterbitkannya Perppu, dan tampak makin lemahnya KPK, pada 15 Nopember yang lalu, Betti Alisyahbana, salah satu pansel pimpinan KPK pada periode 2014 - 2019 dan Erry Riyana Hardjapamenkas, mantan anggota KPK, akhirnya juga datang ke KPK untuk memberi dukungan kepada KPK.
Melemahnya KPK Bukan Hanya Mempengaruhi Internal KPK dan Indonesia, tetapi Juga Punya Dinamika Internasional
Sejatinya, revisi Undang Undang KPK bukan hanya dilihat sebagai kemunduran oleh lembaga dan aktivis serta gerakan anti korupsi. Bahkan para ahli di Organisation for Economic Cooperation and Development's Working Group (OECD) melihat Indonesia telah menabrak konvensi international anti korupsi.Â