Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapa Pahlawan Generasi Millenial Kita?

10 November 2019   22:10 Diperbarui: 11 November 2019   07:53 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pahlawan Bagi Millenium (Foto : mobilecause.com)

Hari Pahlawan 10 November 

Setiap 10 November, dari anak sekolah sampai pegawai kantor merayakan Hari Pahlawan. Hari Pahlawan yang ditetapkan berdasar Keputusan Presiden 316 tahun 1959 ini merupakan hari besar nasional yang bukan hari libur.

Yang menarik, Hari Pahlawan juga bertepatan Hari Sains Internasional atau World Science Day for Peace and Development yang punya misi mendorong agar kita makin mengunakan sains dalam hidup kita. 

Bagaimana bila kita gunakan sains, termasuk sains berbasis psikhologi untuk membincang cara kita mendiskusikan Hari Pahlawan? 

Sebagai bagian dari sejarah, pada 10 November 1945 terjadi pertempuran arek arek Surabaya dengan tentara Belanda. Pertempuran itu dimulai dari meninggalnya Jenderal Mallaby yang merupakan tentara sekutu pada 30 Oktober 1945.

Meskipun meninggalkan kontroversi, kematian Jenderal Millaby menimbulkan kemarahan tentara sekutu. Tentara sekutu meminta semua arek Surabaya menyerahkan senjata. Tentu saja ini ditolak oleh arek arek Surabaya.

Akhirnya terjadilah pertempuran yang memakan ribuan nyawa orang Indonesia. Suatu pertempuran besar. 0Puncak dari pertempuran itu terjadi ketika pasukan Indonesia yang dipimpin Bung Tomo menaiki gedung Oranje dan mengganti bendera Belanda dengan bendera Merah Putih. Peristiwa heroik ini menjadi tonggak perlawanan Indonesia kepada Belanda dan sekutu.

Siapa Pahlawan Kita? 

Pahlawan berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu phala-wan yang berarti orang yang dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama) adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani (id.Wikipedia.org) .

Kementrian Sosial RI memiliki Pedoman Peringatan Hari Pahlawan 2019. Pedoman itu menetapkan bahwa peringatan Hari Pahlawan hendaknya bukan hanya seremonial saja, tetapi mengambil makna yang ada.

Adapun tema peringatan Hari Pahlawan 2019 adalah "Aku Pahlawan Masa Kini". Diharapkan semua manusia Indonesia memiliki semangat kepahlawanan dan tergerak hatinya untuk berjuang membangun negeri sesuai kemampuan dan profesi masing masing.

Karena kebetulan saya sedang berada di luar kota, secara tidak sengaja saya melihat acara televisi nasional. Beberapa stasiun televisi memutar film film tentang pahlawan buatan tahun 1970an, di antaranya yang dibintangi Sukarno M Noer.

Saya tidak mengingat judul film itu. Hanya saja saya sempat terlintas di kepala saya "Siapa yang saat ini ingat Soekarno M Noer? Apakah generasi muda ada yang tahu tokoh pahlawannyang diperankan Soekarno M Noer itu?".

Juga, apa yang ada di kepala anak anak generasi milenial dan generasi yang lebih muda? Jangan jangan, di kalangan generasi Baby Boomer pun, cuma sedikit yang masih hapal nama nama pahlawan kita. Apalagi generasi X dan Y. 

Pahlawan perlu relevan pada masanya. 

Bagi saya, pahlawan yang paling melekat di kepala saya adalah RA Kartini. Pahlawan lain adalah Gandhi. Sayapun mengingat pahlawan pahlawan lainnya. Namun, RA Kartini dan Gandhi merupakan panutan bagi saya. Saya paham nilai nilai yang mereka bawa. 

Saya percaya kepahlawanan memang sangat personal. Pahlawan bagi seseorang belum tentu metupakan pahlawan bagi orang lain. 

Untuk itu, masing masing orang akan mengingat pahlawan tertentu. Ini ada kaitannya dengan siapa yang menggerakkan emosi kita, siapa yang menginspirasi kita dan siapa yang membawa perubahan pada kehidupan orang di sekitarnya? 

Hasil studi psikhologi "5 Suprising Ways Heroes Improve Our Lives" merumuskan faktor apa saja yang membuat seseorang terinspirasi oleh jasa pahlawan tertentu dan tergerak untuk melihat kepahlawanan sebagai hal yang penting dirinya adalah sebagai berikut : 

1. Pahlawan membangkitkan rasa 'elevasi. Ini adalah gabungan rasa emosi unik, semangat dan uforia serta moral yang lebih baik. Ketika seseorang mengalami elevasi, mereka merasakan campuran rasa hormat, kekaguman, dan apresiasi atas suatu tindakan yang indah, berbudi dan bermoral.

Heidt berpendapat rasa elevasi itu sebagai "elicited by acts of virtue or moral beauty; it causes warm, open feelings in the chest.", atau rasa hangat yang ada di pundak dan dada yang muncul karena tindakan baik yang bermoral.

2. Pahlawan menyembuhkan dan mengobati luka. Sepuluh ribu tahun yang lalu, ketika suku bangsa berkumpul di sekitar api unggun di sore hari, mereka saling bercerita. Cerita pertama yang biasanya dilakukan adalah cerita tentang para pahlawan untuk mengobati rasa luka secara psikhologis.

Cerita pahlawan membuat orang tenang, merawat semangat, membangun harapan, serta memperkenalkan nilai kekuatan dan resiliensi. Ini membuat hidup terasa punya tujuan dan berarti.

Sebetulnya, perasaan masyarakat pada saat ini juga sama dengan pada masa tersebut. Kita merasa tertarik tentang cerita pahlawan karena itu membuat kita nyaman dan mengobati.

3. Pahlawan membangun rasa keterhubungan kita dengan orang lain. Bercerita dapat membangun rasa persatuan di antara anggota masyarakat. Mendengar cerita dan berkeliling api unggun bisa membangun keterkaitan sosial di antara orang orang yang ada di sekitarnya. Kebersamaan di antara keluarga, kelompok atau masyarakat inilah yang membangun emosi tersbuet.

Isi cerita membangun kekuatan dan identitas sosial. Pahlawan menjadi panutan dan membangkitkan jiwa kita yang paling dalam untuk melakukan kebaikan seperti yang dilakukan oleh sang Pahlawan.

4. Pahlawan menunjukkan kepada kita tentang bagaimana mentransformasi diri kita dan orang lain. Joseph Campbell seorang ahli mitologi percaya bahwa seorang pahlawan mengalami transformasi pada saat menjalani proses menjadi pahlawan. Hampir di semua cerita pahlawan, dimulai dari status kehidupan yang hina, dipermalukan, diperlakukan tak adil, atau tidak percaya diri. Selanjutnya, dalam menunju sukses, pahlawan menaklukkan status dan rasa yang tidak beruntung itu dan membuka dan membangun status baru. Inia dalah proses transformasi.

Campbell (1988) percaya kita semua mengalami proses transformasi ala pahlawan perjuangan. Kita memiliki pengalaman heroik. Hanya ketika risiko risiko itu ditakklukkan, kita membangun potensi keberhasilan kita.

5. Pahlawan menjadikan orang lain pahlawan juga. Pahlawan yang baik tidak hanya merubah dirinya sendiri tapi mampu mentrasformasi orang lain. Pahlawan memberikan lebih banyak kepada masyarakat di sekitarnya tinimbang hanya merubah dirinya sendiri. 

Kita hanya merasakan seseorang menjadi pahlwan ketika ia menjadi inspirasi orang di sekitarnya, memberi manfaat, menggerakkan emosi, mengobati dan menyembuhkan psikhologis kita, dan membangun keterkaitan dan rasa kebersamaan kita.

Apa makna hasil studi psikhologis di atas? Bila kita hendak melakukan pediman Hari Pahlawan yang dirilis Kementrian Sosial RI untuk 2019 dan menginginkan generasi muda, yaitu generasi X dan Y juga Z punya rasa kepahlawanan dalam jiwanya, kita harus berikan generasi generasi itu contoh dan panutan. Perkenalkan pula perilaku yang memberikan contoh seperti apa pahlawan itu.

Siapa Pahlawan Para Milenial Kita?

 Suatu buku berjudul "Heroes and Villains of the Millennial Generation (The Palsgrove Series), April 2018 oleh Scott T. Allison menganalisis hasil studi dilakukan oleh mahasiswa Universitas Richmon tentang siapa yang dianggap pahlawan dan siapa yang dianggap penjahat oleh milenial, yaitu kelompok yang lahir antara 1982 sampai 2000.

Studi ini dilakukan dalam bentuk survai kepada 215 orang milenial di Amerika untuk menyebutkan siapa pahlawan mereka dan siapa yang mereka anggap sebagai penjahat.

Yang mengagetkan, banyak responden menyebutkan nama yang dianggap sebagai pahlawan, namun bagi beberapa orang lain adalah sebagai penjahat.

Nama nama orang tersebut dianggap kompleks, seperti Kanye West, Kim Kardashian, Donald Trump, Hillary Clinton, parents, teachers, Edward Snowden, Batman, Mother Teresa, Severus Snape, dan Mark Zuckerberg.

Adalah menarik bahwa studi itu menanyakan :

  • Siapa pahlawamu, dan bagaimana mereka menjadi pahlawan
  • Siapa yang menurutmu penjahat, dan bagaimana mereka menjadi penjahat?
  • Mengapa mereka ada di daftar orang orang yang merupakan pahlawan dan juga ada di daftar penjahat?
  • Seperti apa proses psikhologi yang terjadi sehingga anda memiliki persepsi bahwa seseorang adalah pahlawan yang baik dan seseorang adalah penjahat yang keji?

Kita baru saja kehilangan BJ Habibie, dan beliau adalah sosok yang pantas untuk menjadi Pahlawan kita.

Sebagian dari kita mengagumi Susi Pudjiastuti mantan menteri kelautan dan Tri Rismaharini sang Wali Kota Surabaya sebagai sosok yang punya jiwa kepahlawanan yang heroik. 

Saat ini, dunia politik adalah yang menguasai dinamika di Indonesia. Peristiwa peristiwa politik telah terjadi akhir akhir ini. Reaksi generasi millenial pada peristiwa politik itu setidaknya kita ketahui dari reaksi mereka pada revisi Undang Undang KPK, RKUHP yang hendak direvisi dan juga secara umum kepada para legislatif dan eksekutif kita akhir akhir ini. 

Untuk itu, tokoh tokoh politik itu yang diingat oleh kita, termasuk generasi millenial. Adakah tokoh politik kita yang menjadi panutan kita atau panutan generasi millenial?

Bila survai di Amerika memunculkan nama nama Trump, Hillary Clinton, Mark Zuckerberg baik sebagai pahlawan dan penjahat, apakah hal semacam bisa juga muncul di Indonesia? 

Banyak kalangan menyebut Susy Pudjiastuti, mantan menteri kelautan sebagai pahlawan. Pendidikan yang hanya berijasah SMP, keberaniannya menenggelamkan kapal pencuri ikan, khususnya kapal asing di perairan Nusantara, dan kebijakannya melarang reklamasi Benoa adalah heroik. Ia melawan banyak pihak demi nelayan kecil. Ia konsisten. Musuhnyapun banyak. 

Siapa yang dianggap pahlawan oleh millennial? Siapa yang dianggap penjahat? Apakah terdapat tokoh yang dianggap pahlawan juga menjadi penjahat?

Mungkin ini pertanyaan yang tak mudah, kecuali bila kita telah melakukan survai semacam itu.

Namun, studi studi di atas ajarkan kepada kita bahwa ketika kita tidak bisa mejadi panutan, atau lingkungan sekitar kita tidak bisa menjadi panutan, tidak mudah generasi generasi itu membangun rasa kepahlawanan mereka sendiri.

Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun