Catatan untuk Ibu Kota Baru
Urbanisasi yang akan terjadi di wilayah Penajam Paser dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur tentu akan memberikan harapan dan kesempatan di samping tantangan.
Di tahun 2003-an saya sempat melakukan analisis sosial terkait kelompok suku Dayak Paser di Panajam Paser. Pemahaman yang baik terkait aspek sosial warga perlu dipahami. Adanya konflik yang menyebabkan ratusan warga Dayak mengungsi di peetengahan Oktober perlu menjadi perhatian. Pemerintah perlu menahan diri untuk tidak selalu gunakan pendekatan keamanan dengan pengerahan polisi untuk konflik konflik yang muncul.
Analisis sosial yang memadai, dengan pertimbangan kepentingan warga suku Dayak perlu dilakukan dalam urusan pemindahan Ibukota baru. Mestinya pemerintah buat juga anggaran untuk ini.
Beberapa analisis terkait bagaimana Canberra dibangun menjadi ibu kota pernah saya tuliskan. Tentu terdapat pro dan kontra.
Hal terpenting yang perlu dipertimbangkan adalah keberlanjutan bangsa Suku Dayak dan hutan Kalimantan. Jangan sampai warga Dayak tergeser dan menjadi penonton atau bahkan punah karena pembangunan ibu kota baru ini. Deforestasi telah terjadi pada 800.000 hektar hutan Kalimantan di tahun 2015.
Studi terkait evaluasi dampak proyek jalan berskala besar di Kalimantan telah menunjukkan adanya penggundulan hutan yang serius, dan sekaligus mengancam kehidupan ekosistem hutan dan binatangnya. Oleh karenanya, menjadi kewajiban pemerintah untuk menjalankan program pemindahan ibukota dengan hati hati.
Pemilihan Wamen KLHK yang berasal dari suku Dayak, seperti yang dituliskan oleh Kompasianer Pebrianov hendaknya tidak hanya untuk melancarkan urusan perijinan dan pembebasan tanah dan hutannya. Posisi itu hendaknya dapat merupakan jembatan untuk membawa analisis sosial dan pemahaman terkait suku Dayak kepada rencana pembangunan ibu kota baru dan sekaligus konservasi hutan Kalimantan.
Memang, tantangan ke depan tidak mudah. Bagi para eksekutif yang berdedikasi tinggi, menjalankan pembangunan di tengah sistem politik yang membingungkan dan korup memerlukan keseriuasan, kerja keras dan sekaligus perjuangan dan doa.
Semoga mereka yang ada di DPRRI, di pemerintah, di swasta serta masyarakat sipil diberi 'eling' oleh-Nya. Bahwa, Kalimantan dan Indonesia adalah tanah kita tercinta. Jangan rusak dan patahkan kepercayaan warga negara atas rencana baik untuk memindahkan ibu kota.
Semoga yang saya dengar dan lihat di warung warung kopi itu hanyalah obrolan sepulang kerja dan bukan negosiasi atas tanah tanah dan hutan Kalimantan demi keuntungan pribadi saja. Seringkali interes pribadi dan swasta menjadikan suatu niat baik rontok karena perilaku serakah, yang kita bisa masukkan sebagai moral hazzard.
Saya berdoa dan berharap, dan masih tetap dengan deg-degan.