Yang jelas, tuntutan masyarakat sipil, khususnya mereka yang hendak menegakkan hak asasi manusia dan lingkungan akan bermunculan dan meningkat. Pindah ibukota tidak masalah, asal isu  HAM masyarakat adat Dayak yang akan mendapat sorotan penggiat HAM di dalam maupun di luar negeri perlu menjadi pertimbangan.Â
Kedua, melemahnya upaya pemberantasan korupsi. Ini bukan rahasia. Di periode pertama, Jokowi adalah pembela KPK. Namun, hal ini menjadi suatu anti klimaks ketika sebelum masa paripurna DPRRI, Undang Undang KPK direvisi.
Proses kaji materi di Mahkamah Konstitusi tampaknya tak dapat dicegah. Namun, banyak pihak pesimis atas independensi Mahkamah Konstitusi. Juga, separuh dari anggota DPRRI masa 2019-2024 yang masih terdiri dari anggota DPRRI yang lama adalah pendukung revisi UU KPK.Â
Kedepan, Jokowi tentu tidak diharapkan bersikap represif melalui Polri dalam "menahan" demonstrasi mahasiswa. Ini akan menyebabkan penolakan padanya. Semua pihak menghargai kekhawatiran para elit politik soal risiko keamanan jelang pelantikan. Namun, menjadi realistis dalam hal demokrasi dan gerakan anti korupsi semestinya dipahami Jokowi.Â
Berbagai lembaga anti korupsi dunia seperti Amnesty International serta lembaga Persatuan Bangsa Bangsa menyayangkan hal ini. Posisi Indonesia pada indeks persepsi korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) diduga akan merosot, padahal CPI telah meningkat pada tahun 2018.
Ketiga, anggota kabinet. Pada periode pertama, Jokowi adalah Presiden Indonesia dengan anggota kabinet perempuan terbanyak. Sembilan perempuan ada di antara 34 menteri yang duduk di kabinet Jokowi pada 2014-2019.Â
Mereka adalah Retno Lestari Priansari Marsudi (Menteri Luar Negeri), Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan), Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Puan Maharani (Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Nila F. Moeloek (Menteri Kesehatan), Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial), Yohana Susana Yambise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Rini Mariani Soemarno (Menteri Badan Usaha Milik Negara), dan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan). Istimewanya, kesembilan menteri perempuan di masa 2014-2019 dinilai punya kredibilitas.
Meskipun harapan bahwa Jokowi akan mempertahankan jumlah anggota kabinet perempuan pada periode keduanya, namun tampaknya ini sulit dilakukan karena adanya negosiasi politik yang makin tinggi.
Untuk periode kedua terdapat tendensi akan adanya penurunan jumlah perempuan. Perempuan yang mungkin masih akan duduk di kabinet adalah Retno Marsudi dan Sri Mulyani Indrawati. Terdapat kemungkinan akan adanya anggota kabinet perempuan yang baru untuk mengisi Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak dan Kementerian yang membidangi sumber daya manusia.
Perkiraan itu didasari pada kemungkinan lebih beratnya pemilihan menteri yang berasal dari kalangan politik. Seandainya demikian, maka ini dianggap sebagai kemunduran.