76,3% Publik Nasional yang Tahu Revisi UU KPK Mendukung Presiden Mengeluarkan PERPPU.Â
Hari ini, 14 Oktober 2019, mahasiswa menanti jawaban Presiden atas tuntutan untuk mengeluarkan Perppu. Bagaimana sikap Presiden Jokowi dalam menyikapi tuntutan itu?Â
Semestinya, Presiden Jokowi mempertimbangkan hasil utama survei yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang berjudul Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik yang diselenggarakan pada 4 dan 5 Oktober 2019. Mengapa?Â
- Metodologi survei ini dapat diandalkan. Responden dalam survei ini dipilih secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya, yaitu pada survei Desember 2018-September 2019, sejumlah 23,760 orang yang punya hak pilih. Responden dipilih secara stratified cluster random sampling. Artinya, sampel diambil secara proporsional untuk kategori demografi utama, yang mewakili keseimbangan jenis kelamin, keseimbangan urban dan rural, dan tersebar di 33 provinsi di Indonesia.
- Dari total responden sebanyak 23,760, telah dipilih responden yang punya telepon, yaitu berjumlah 17,425. Dari jumlah tersebut, secara stratified random sampling, telah dipilih sebanyak 1.010 orang. Dengan sampel ini, diperkirakan toleransi kesalahan atau margin of error survei adalah sekitar 3.2% pada tingkat kepercayaan 95 persen
- Survei menghasilkan temuan yang meyakinkan, bahwa:
- Dari yang tahu isu revisi UU KPK, sebanyak 60,7% mendukung demo mahasiswa menentang UU KPK. Yang menolak hanya 5,9%.
- Sebanyak 70,9% publik yang tahu revisi UU KPK, yakin bahwa UU KPK yang baru melemahkan KPK, dan yang tidak yakin hanya 18%.
- Dengan adanya kontroversi atas UU KPK tersebut, 76,3% publik nasional yang tahu revisi UU KPK, mendukung agar Presiden membatalkan UU KPK tersebut dengan mengeluarkan Perppu.
- Di mata masyarakat, KPK dan Presiden jauh lebih bisa dipercaya ketimbang DPR.
- Atas dasar fakta ini, publik umumnya di belakang presiden bila beliau menerbitkan Perppu, dan bila sebaliknya presiden bisa dianggap meninggalkan kehendak rakyat.
Sementara itu, survei yang dilakukan 2 hari sebelum Pilpres menunjukkan hasil yang sangat dekat dengan angka perolehan suara yang diumumkan oleh KPU.Â
Pada saat terjadi demo di beberapa wilayah di Indonesia, demo besar-besaran juga terjadi di Hong Kong sejak bulan Juni.Â
Demo ini masih terjadi hingga kini. Artinya, demo telah berlangsung lebih dari 18 minggu. Tentu ada pembelajaran yang bisa kita dapatkan dari peristiwa demo di Hong Kong.Â
Demonstrasi Hong Kong dan Kerugiannya
Demonstrasi di Hong Kong terjadi sejak awal 2019. Ini bermula dari akan diberlakukannya Undang-Undang Ekstradisi yang memungkinkan warga Hong Kong untuk diekstradisi di daratan Cina.
Demonstrasi di Hong Kong yang diawali oleh peristiwa di bulan Maret 2019 pada awalnya adalah demo yang damai. Namun, sejak Juni 2018 demo berubah menjadi brutal.Â
Demonstrasi menjadi tidak dapat diatasi, ketika pemerintah tidak merespons tuntutan masyarakat dan bahkan menembakkan gas air mata kepada kerumunan demonstrans.Â