Juga, mereka yang selama ini berada di belakang dan mendukung pemerintah, akhirnya melawan pemerintah dan berada di garis depan.
Stasiun MRT dan bahkan pegawai MRT diserang massa. Masyarakat dan pegawai MRT mengatakan bahwa ini bukanlah Hong Kong yang mereka kenal.
Masyarakat pun makin marah karena saat ini terdapat larangan masyarakat untuk mengenakan masker yang menutupi mulut dan hidung. Razia diadakan di mana-mana. Peristiwa ini membuat masyarakat makin tidak memiliki simpati kepada pemerintah.
Polisi melaporkan telah melepaskan 800 unit gas air mata, 140 buah peluru karet, dan granat busa. Bukannya menyelesaikan masalah, ini membuat massa melawan polisi dan merusak semua atribut polisi di berbagai wilayah.
Untuk menunjukkan protesnya kepada dunia, demonstran menduduki bandara selama lima hari. Ini menyebabkan ratusan penerbangan ditunda.
Ribuan mahasiswa dan siswa SLTA melakukan boikot selama dua minggu dan turut berdemonstrasi.
Wawancara dengan editor Bloomberg Asia, Daniel Ten Kate terkait biaya ekonomi dari demonstrasi di Hong Kong adalah signifikan. Demo yang awalnya memprotes perundangan ekstradisi menjadi berkembang ke soal otonomi Hong King ketika polisi melakukan tindakan kekerasan dan represif.
Selama periode demonstrasi, perekonomian Hong Kong mengalami kemerosotan pertumbuhan GDP dan pasar uang jatuh dan rugi sekitar USD 500 milyar.
Sektor retail, restoran, dan hotel diestimasikan mengalami kerugian sebesar HK$ 1,9 juta dalam periode 3 hari di akhir pekan panjang.
Sementara kerugian MRT yang dirusak sampai dengan 8 Oktober 2019 adalah sekitar HK $ 500 juta.