Tidak heran bila ditemukan cukup banyak masyarakat penyandang masalah kesehatan jiwa menggelandang di jalanan.
Karena persoalan daya tampung inilah, maka anggota keluarga yang sakit dan tidak bisa dirawat di Rumah Sakit terpaksa dirawat oleh keluarga di rumah. Ini tentu menuntut pengetahuan dasar tentang kesehatan jiwa di antara keluarga yang mendukung.
Pasien Makin Meningkat Jumlahnya, Fasilitas dan Layanan Terbatas
Data jumlah rumah sakit jiwa dan jumlah tempat tidur untuk pasien kesehatan jiwa di Indonesia menunjukkan kenaikan sejak 2015 sampai tahun 2017, namun angka itu menurun pada 2018. Ini tentu menjadi pertanyaan mengingat jumlah pasien dengan persoalan kesehatan jiwa meningkat.Â
World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 mencatat data global bahwa terdapat sekitar 35 juta orang yang mengalami depresi, 60 juta orang dengan gangguan bipolar, 21 juta orang dengan Skizofrenia, dan 47,5 juta orang dengan demensia.
Namun, data dari World Economic Forum (8 November 2018) mencatat lebih tinggi. Disebutkan bahwa, satu di antara empat penduduk dunia memiliki persoalan kesehatan jiwa.
Dengan hitungan ini, maka terdapat sekitar 45 juta warga dunia punya persoalan kesehatan jiwa mental disorder. Sementara kasus depresi mencapai angka 300 juta, persoalan schizophrenia mencapai 21 juta, dan Alzheimer sebanyak 50 juta.Â
Diestimasikan, satu orang bunuh diri setiap 40 detik. Ini persoalan serius.Â
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat penderita gangguan jiwa di Indonesia adalah sebesar 7 per mil rumah tangga. Artinya di antara 1.000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa atau sekitar 45.000.Â
Angka ini diduga under reported, yang diduga masih adanya pelabelan negatif dan bahkan diskriminasi pada mereka dengan kasus kesehatan jiwa yang berat. Keluarga seringkali menutupi kondisi kesehatan anggota keluarga.