ICW menyebutkan bahwa terdapat minimal 23 anggota DPR yang merupakan tersangka korupsi. Ini tersebar di banyak partai, termasuk PDIP, Golkar, Demokrat, Gerindra dan partai partai lainnya (Jawa Post, 15 September 2019). ICW yang telah lama bekerja di isu anti korupsi dan lakukan studi tentu lebih memahami persoalan ini daripada Denny Siregar yang ada di depan laptopnya.
Keempat, KPK, termasuk pimpinan KPK, juga telah menyampaikan pernah melakukan proses konsultasi untuk 'belajar' tentang apa itu radikalisme dan ciri ciri yang ada di antara kelompok radikal. Ini untuk melindungi KPK dari apa yang dituduhkan beberapa pihak.
Bahkan KPK difasilitasi Imam Prasodjo sebagai moderator dengan mengundang Ali Fauzi, seorang mantan teroris, dan pak Mulyono korban bom Kuningan melakukan diskusi.Â
Menurut Imam Prasodjo, ini bukti bahwa KPK terbuka untuk mendengarkan berbagai pihak, termasuk Ali Fauzi yang saat ini menyesali perbuatannya melakukan teror dan anti merah-putih. "Ini yang saya kirim ke orang orang yang menstigma KPK Taliban", begitu kata Imam Prasodjo. Ini disebutkan di FB-nya.Â
Soal cacat formil dari revisi UU KPK ini sebetulnya sudah disebut kawan kawan di PSHK dan juga BU Niniek Rahayu dari Ombudsmen, mengingat rencana revisi UU KPK tidak ada di Prolegnas 2019 dan memblok dari proses konsultasi publik. Saya lihatnya saja serasa berada di masa entah berantah. O walah...
PSHK, ICW dan MTI tentu akan juga ikut katakan "gempur KPK" dan  'segera' revisi, bila memang tercium olehnya radikalisme itu. Juga, di kesempatan lain, Mahmud MD mengatakan soal perlunya Presiden untuk bertemu dengan pimpinan KPK 2014-2019. Meski pada saat itu, Mahmud MD tidak melihat relevansi penyerahan mandat pemberantasan korupsi oleh Ketua KPK kepada Presiden.
Keenam, begitu banyak petisi dan deklarasi dibuat oleh guru besar, akademisi, dan civitas academia yang tergabung dalam aksi Aliansi Akademisi Nasional menolak RUU KPK dan upaya pelemahan KPK. Mereka adalah orang orang berpendidikan, punya pemikiran dan analisis, dan cinta negeri. Jumlah mereka yang melakukan deklarasi ribuan. Eh, tapi, maksud saya, itu ga efek ke pak Jokowi. Pak Jokowi sedang alergi dengan orang pinter.Â
Mereka tak mudah percaya dengan tiupan berita soal Taliban di dalam tubuh KPK. Bayangkan, deklarasi Profesor, Doktor, dan Akademisi yang digelar oleh lebih dari 30 universitas di Indonesia.Â
Tujuh, yang menarik, saya juga dibagi skema sindikasi Taliban di dalam KPK oleh kawan saya yang orang DPR. Kembali lagi, lha tahu ada Taliban di KPK kok cuma dibuat skemanya. Tangkap saja mereka bila terbukti. Itu batin saya. Gitu saja kok repot.Â