Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Selamatkan KPK, Tanda Tangani Petisi #KPK SOS

14 September 2019   09:53 Diperbarui: 14 September 2019   16:11 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
#KPK SOS (Foto ilustrasi: KPK)

"Failure only happens when we give up.” (BJ Habibie)

Sabtu Kelabu

Sabtu ini sungguh kelabu. Sama kelabunya dengan wilayah Sumatera, Kalimantan, Singapura dan Malaysia akibat asap kebakaran hutan Indonesia. Gelap dan membuat langkah dan gerak masyarakat menjadi terbatas.

Pagi ini kesedihan saya memang lumayan bertumpuk.

Kepergian pak Habibie sudah membuat hati saya mengharu biru. Kita kehilangan panutan negeri. 

Juga, situasi KPK membuat perasaan saya campur aduk. Saya cukup larut dengan isu KPK. Selama lima bulan terakhir, saya menulis 11 artikel terkait korupsi dan KPK di Kompasiana. Pada akhirnya, titik kulminasinya adalah ketika terjadi demo pendukung revisi UU KPK di depan gedung Merah Putih dan melibatkan adu fisik. 

Apalagi, di malam hari kemarin pimpinan KPK menyelenggarakan konprensi pers untuk menyerahkan kembali mandat dan pertanggungjawaban pemberantasan korupsi kepada Presiden RI. 

Secara pribadi, saya memahami keputusan pimpinan KPK. Sungguh menyakitkan realita yang kita hadapi. Politik bukan hanya membuat buta tetapi membuat kita tidak bisa melakukan tindakan yang cerdas.

Agus Rahardjo menyerahkan kembali mandat pemberantasan KPK kepada Presuden RI (Foto : Kompas.com)
Agus Rahardjo menyerahkan kembali mandat pemberantasan KPK kepada Presuden RI (Foto : Kompas.com)
Kegundahan saya bertambah. Saya kehilangan sahabat terdekat saya, karena ia pergi jauh. 

Memang, persoalan KPK adalah satu dari yang terberat yang kita alami akhir akhir ini. Bukan hanya untuk kita, tetapi juga untuk Jokowi. Bila dibandingkan dengan persoalan Papua, maka persoalan KPK adalah persoalan serius Jokowi.  

Kesepakatan Politik Pemerintah, Jokowi dan KPK.

Semalam saya membaca newsletter Transparency International yang masuk ke mailbox saya yang memberitakan kekisruhan kasus KPK akhir akhir ini. Disebut dalam newsletter itu bahwa KPK yang merupakan 'champion' lembaga 'Anti Graft' di regional ada dalam risiko menjadi macan kertas.

Newsletter juga menambahkan soal posisi parlemen membuat usulan melalu ihak inisiatif untuk merevisi UU KPK, sementara Presiden menyetujui langkah ini, meski ini akan merupakan kemunduran bagiupaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dan, disebutkan bahwa upaya upaya untuk melemahkan KPK adalah melupakan upaya baik dan capaian yang telah dilakukan oleh KPK dalam beberapa tahun terakhir. 

Juga disebut bahwa bila Indonesia hendak melanjutkan upaya pemberantasan korupsi, Indonesia harus mengacu pada Konvensi PBB tentang Anti Korupsi atau the United Nations Anti-Corruption Convention serta the Jakarta Principles.

Ilustrasi KPK yang Dikebiri (Foto : ANTARA )
Ilustrasi KPK yang Dikebiri (Foto : ANTARA )
Tak heran bila putri putri Gus Dur, Alissa Wahid dan Anita Wahid menyampaikan kepada CNN Indonesia menyayangkan keputusan Presiden RI Joko Widodo dalam menyikapi KPK belakangan ini. Ditambah revisi UU KPK juga membawa persoalan.

"Ini pertaruhan yang luar biasa", kata Alissa Wahid kepada CNN Indonesia.

"Bayangkan itu tidak ada dalam prolegnas. Kemudian DPR mengatakan tidak perlu mendengarkan masukan rakyat. Tiidak ada proses pembentukan tim untuk menganalisis dan tidak ada proses pencernaan terhadap DIMnya. Terus kita mau berharap apa terhadap proses yang hanya tiga minggu," imbuh Alissa, masih kepada CNN Indonesia.

Saya sepakat pada apa yang disampaikan putri putri Gus Dur. Ini pertaruhan yang luar biasa. 

Bagi pak Jokowi, ini mungkin lebih berat dari apa yang terjadi dengan Papua. Pada situasi konflik Papua, Jokowi mendapat dukungan banyak pihak. TIndakan dan responsnya pada isu Papua juga dianggap bijaksana. Tapi soal KPK, Jokowi nampak limbung (dan tega). 

Jokowi, Jelang Pengukuhan Sebagai Presiden, dan Perangkap yang Menyudutkannya

Saya melihat Jokowi perlu lebih berhati hati. Apapun yang ia lakukan akan mendapat sorotan. Apalagi pengukuhannya sebagai Presiden telah dekat.

Politik Indonesia memang menjijikkan. DPR berisi orang orang pemalas, mau enaknya sendiri, bodoh, rakus, dan kotor serta culas dan keji. Deskripsi apa lagi yang lebih tepat untuk mereka?. Apa yang bisa kita harapkan?

Saat ini, banyak upaya yang terus mendorong Jokowi untuk membuat kesalahan. Ini dimulai dari survai yang mendorong dorong kedua anaknya, Gibran dan Kaesang untuk turut dalam pencalonan walikota Solo.

Lalu minggu yang lalu, Bobby, menantu Jokowi didorong untuk turut serta dalam pencalonan walikota Medan.

Saya pikir pak Jokowi perlu waspada. Ini semua akan mendorong pada kemungkinan dan tendensi isu konflik kepentingan di kemudian hari. Jokowi selaku Presiden dan anak menantunya ada di ranah pilkada eksekutif yang sarat dengan isu politik dan konflik kepentingan.

Sudahlah, pak Jokowi. Tahan dulu 5 tahun ini. Larang anak menantu Bapak untuk terlibat di dunia politik. Ini demi Bapak, posisi Bapak selaku Presiden RI dan demi bangsa ini.

Bapak akan diganggu isu politik dinasti yang sudah jelas merugikan situasi Bapak. Mbok ya belajar dari begitu banyak kasus politik dinasti sejak masa Sukarno dan Soeharto.

Selama ini, Bapak diselamatkan oleh bersihnya bapak dari konflik kepentingan. 

Aksi Lewat Surel dan Kekuatan Petisi

Seorang kawan yang membaca artikel saya ....berujar "Wah, mbak...adrenalin saya sudah naik baca artikel ini. tapi kok endingnya berdoa". Saya jawab "Saya lari ke doa ketika pemikiran dan upaya kita mentok. Lagi pula, kita lihat situasinya genting. Ucapan yang salah dapat saja memancing situasi lebih buruk. Meski itu di lingkungan kita terkecil".

Namun, saya kemudian ingat pula percakapan saya dengan salah seorang sahabat. Ia bertanya soal kekuatan petisi.

Saya sampaikan kepadanya tentang betapa petisi telah berhasil merubah situasi. Change.org adalah salah satu media online yang menjadi gerakanbaru revolusi sosial.

Protes publik ini hadir tanpa harus ada kerumunan massa atau teriakan-teriakan orasi melalui megaphone. Petisi publik melalui Change.org dapat membuat perubahan kebijakan dengan melalui surat elektroik dan tekanan melalui situs jejaring sosial.

Banjirnya pendapat publik tentang apa yang telah dilakukan pejabat publik dan mana yang tidak tentu 'menggangu' ketenangan pejabat publik itu. Bayangkan bila anda mendapatkan email dari orang yang berbeda setiap hari.

Tanda tangan yang dibubuhkan pada suatu petisi di Charnge.org akan dikirimkan kepada para pejabat pembuat kebijakan.

Pada kasus kisruh lembaga KPK dengan Kepolisian terkait perebutan wewenang menangani kasus korupsi proyek simulator SIM, Oktober lalu, Annisa Wahid (putri Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid) membuat petisi di Change.org, meminta agar kasus Simulator SIM ditangani KPK. 

Petisi Annisa Wahid mendapat dukungan dari 15 ribu tanda tangan yang dikirimkan ke email Prsiden dan para pejabat negara. Penyebaran petisi juga dilakuan dengan membagi tautan lewat jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook.

Ingatkah kita bahwa Change.org telah memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan kasus Simulator SIM ditangani KPK. Change.org telah pula membuat keputusan manajemen Garuda berubah kepada seorang pelamar pekerjaan yang difabel yang diminta membuat 'surat sakit' untuk membuat pelamar mendapat perlakukan berbeda (diskriminatif).

Di Amerika, seorang pembuat petisi "Tolong hukum pembunuh anak kami, Trayvon Martin berumur 17 tahun" dan menuntut agar hakim menghukum George Zimmerman, seorang relawan pengawas lingkungan di Florida yang menembak mati Trayvon Martin berhasil mengumpulkan 2,2 juta pendukung. Ini adalah peisi terbesar yang telah dilakukan Change.org.

Di Indonesia, belum ada petisi yang dukungannya mencapai jutaan tanda tangan. Meski begitu, sudah banyak kemenangan dan keberhasilan yang dicapai dengan petisi Change.org.

Mengapa tidak dengan petisi? 

Demi anak cucu kita dan negeri ini, gabung untuk menandatangani http://chng.it/4stBhCsYVz Petisi Batalkan Pimpinan Baru KPK Bermasalah dan Tunda Revisi UU KOK

Pustaka : Satu Dua 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun