Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Milenial, Perangkap dan Penjara Narkoba

23 Agustus 2019   01:57 Diperbarui: 23 Agustus 2019   10:38 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya sempat punya bisnis kafe dengan 'live music' di kompleks Galaxy di daerah Jakarta Timur, bu. Jadi, saya bermain musi di kafe itu. Sayangnya kafe saya kemasukan pencuri. Bukan hanya peralatan musik yang dicuri, tetapi juga kelengkapan kafe yang penting dicuri juga. Saya akhirnya tidak lanjutkan bisnis itu'.

Saya juga tanyakan soal kelanjutan sekolahnya. Ia katakan bahwa ia tak selesaikan sekolahnya. Tahun 2011 ia berhenti. Iapun bercerita panjang.

"Saya dulu sableng banget, bu. Aduh saya parah banget deh", katanya.

Saya tentu penasaran seperti apa sableng itu.

"Saya bandel bu. Saya dulu pengguna narkoba".

Saya cukup terkejut, namun terus mendengar ceritanya. Saya bertanya sejak kapan ia mulai menggunakan narkoba dan bagaimana ia berhenti. Ia menjawab bahwa ia menggunakan narkoba sejak tahun 2011. Ia sudah berhenti sama sekali sejak 2017.

Sayapun minta ijin ia bercerita lebih tentang ini, bila ia tak berkeberatan. Saya tanya kapan ia memulainya dan apa kerugian menggunakan narkoba. Ia berkata:

"Saya dulu melihat kawan pemusik kok happy banget ya bu. Ia selalu happy. Rupanya, ia pengguna narkoba. Saya cari tahu apa dan bagaimana itu narkoba itu. Saya akhirnya dapat informasi lengkap. Kalau yang jenis obat dan jenis 'ikan' "Bu, risiko ditangkap polisi dan uang ludes itu hanya sedikit dari kerugian itu bu. Saya sudah rasakan semua. Saya keluar masuk kantor polisi. Saya pun kehabisan duit. Saya menipu orangtua saya. Saya memang tidak pernah mengganggu orang lain bu. Saya hanya berani meminta dari orangtua. Kalau tidak dikasih orangtua, ya saya menipu mereka".

Ia melanjutkan 'Jadi bu, saya tadi katakan bahwa kerugian ditangkap polisi dan kerugian uang itu tidak ada artinya. Kerugian terbesar adalah syaraf kita, bu. Saya sudah melewati semuanya. Segala rasa sakit dan kehilangan akal sehat itu saya rasakan".

Saya akhirnya bertanya bagaimana ia bisa berhenti dan sembuh. Ia menjawab 

"Ini karena orang tua saya tetap mencintai saya, bu. Saya dua bersaudara. Saya yang tertua. Orangtua saya tidak pernah membenci saya. Mungkin ia membenci apa yang saya lakukan, tetapi mereka mencintai saya. Suatu saat, sekitar dua tahun yang lalu, saya pulang dari pergi dan saya menemukan orangtua saya sedang berdoa. Saya lihat ibu saya khusyusk sekali berdoa. Ia berdoa dengan sangat khusyuk dan dengan cara yang membuat saya tersentuh. Di situ, saya betul betul sadar bahwa saya telah membuat mereka susah. Saya bertekad untuk setop. Dan, saya setop betul. Saya bisa. Saya begitu percaya bahwa hanya cinta yang mampu membuat saya bangkit".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun