Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seni Tari sebagai Keunggulan Kompetitif SDM Kita, Mungkinkah?

15 Agustus 2019   23:41 Diperbarui: 1 September 2019   10:08 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyambutan Tamu di Bandara Maumere (Dokumentasi Pribadi)

Bagaimana dengan pendidikan pengelolaan panggung, lampu, pakaian, musik, manajemen pertunjukkannya? Di Bandung terdapat Fakultas Seni Pertunjukan di Institut Seni Budaya Bandung (ISBI) telah terdapat mata kuliah tersebut di atas. 

ISBI menyelenggarakan pendidikan tinggi seni pertunjukan berkualitas untuk mengedepankan pelestarian, pengelolaan dan pengembangan potensi seni, seta budaya dan kearifan lokal nusantara yang berdaya saing dalam percaturan global. Mereka terdiri dari 4 konsentrasi, yaitu Prodi Seni Tari, Prodi Seni Karawitan, Prodi Seni Teater, dan Prodi Angklung dan Musik Bambu.

Sayangnya, saya juga membaca bahwa terdapat beberapa sekolah seni tingkat menengah yang tutup dan saat ini tidak ada lagi.

Mengunggulkan bidang seni sebagai keunggulan kompetitif tentu membutuhkan upaya khusus yang serius, antara lain:

  • Membangun usaha bidang kreatif yang menyertai seni budaya itu, baik itu usaha kecil menengah, relawan, perancang bisnis, yang kesemuanya tergabung dalam kluster ekonomi kreatif dan seni.
  • Mengembangkan fasilitas pendukung dari upaya pelestarian seni tari, misalnya dalam bentuk buku tentang pertunjukan tari tersebut, berikut sejarahnya serta detil tarinya semestinya disediakan dengan profesional.
  • Menggali suvenir yang berisi dan inovatif serta kreatif. Kita hindari suvernir berdebu yang kita temukan juga 10 tahun yang lalu. 
  • Meningkatkan kualitas dan kedalaman informasi yang hendak disampaikan kepada publik tentang tarian kitapun tidak dipersiapkan dengan baik.
  • Mengembangkan dukungan SDM berbayar maupun relawan. 

Seringkali saya membayangkan pelibatan guru yang telah pensiun pada kegiatan seni budaya kita. Para guru yang telah purna tugas tetapi masih tertarik membaktikan diri tentu dapat berkontribusi untuk mendampingi penikmat seni dengan memberikan informasi yang lebih berkualitas tentang seni tari itu, latar belakangnya, dan juga detil dari baju tari dan sebagainya. Ini bisa dilakukan dengan berbayar ataupun selaku relawan. 

Ini mengingatkan saya pada beberapa guru yang sudah sepuh di museum museum di beberapa negara yang baik mengelola pengetahuan. Guru guru tersebut berperan sebagai sahabat museum dan menjadi pemandu yang baik karena melibatkan pengetahuan sejarahnya. Ini mungkin bisa dilakukan ketika kita mengembankan seni tari sebagai bagian dari keunggulan kompetitif.

Memang, dalam kasus Indonesia, aspek pelestarian seni, pengelolaan dan pengembangan potensi seni, serta budaya dan pengetahuan lokal nusantara yang sekaligus berdaya saing dalam percaturan global perlu dikelola dan dikemas dengan baik, sehingga nilai luhurnya tetap terjaga. Dalam hal proteksi perdagangan, 

Perlindungan dari sisi tarif pajak sebenarnya sudah muncul. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 3/2015 tentang Pajak Hiburan tak memungut pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang berkelas lokal atau tradisional. Tarif ini berbeda untuk kegiatan serupa berkelas nasional, karena "hanya" dipungut pajak sebesar 5 persen. Sedangkan untuk kelas internasional, tarifnya mencapai 15 persen.

Memang, membangun seni tari sebagai bagian dari keunggulan kompetitif bukan hanya berfokus pada upaya untuk meningkatkan ketrampilan si penari saja, tetapi meningkatkan kualitas manusia secara keseluruhan yang ada di kegiatan ini, baik dalam hal pengelolaan seni pertunjukannya, maupun aspek pengetahuan, sejarah, filosofi dan aspek pendukung lainnya.

Artinya, semua aspek yang ada pada definisi Michael Porter, antara lain sumber daya yang berlimpah, ketrampilan sumber daya manusia yang tinggi, lokasi geografis yang strategis, hambatan masuk yang tinggi dan akses untuk teknologi yang baru perlu menjadi kombinasi yang merupakan kekayaan untuk menjadikan Seni Tari sebagai Keunggulan Kompetitif. 

Seni Tari sudah seharusnya menjadi kekayaan, namun bukan hanya menjadi industri ekonomi semata. Kekayaan atas keluhuran seni dan filosofinya tak boleh hilang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun