Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Selamat Terbang bersama Martha Itaar, Perempuan "Aviatrix" Asal Papua!

1 Agustus 2019   16:56 Diperbarui: 2 Agustus 2019   19:30 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misa Matsushima (Foto ,: AFP, JIJI Press)

Pilot Perempuan Asal Papua
Untuk beberapa minggu ini, berita tentang Garuda Indonesia adalah pada laporan keuangan yang "salah", utang Garuda yang tinggi, suguhan Hoka Hoka Bento sampai viralnya menu yang ditulis tangan pada layanan di kelas bisnis. Sampai-sampai kita terlewat pada hadirnya beberapa kapten pilot perempuan yang ada di perusahaan penerbangan Garuda. Dan berita ini menjadi istimewa karena kita punya dua kapten pilot perempuan yang berasal dari Papua.

Dua perempuan kapten pilot itu, Vanda Astri Korisano dan Martha Itaar, adalah angkatan pertama pilot yang direkrut dan berasal dari Papua.

Kedua kapten pilot itu adalah lulusan dari Nelson Aviation College di Selandia Baru. Keduanya telah mendapatkan lisensi atau ijin sebagai pilot dari the Indonesian Civil Aviation Directorate General (DGCA).

Vanda Astri Korisano dan Martha Itaar (kanan), dua pilot perempuan asal Papua (Foto: Garuda Indonesia Group)
Vanda Astri Korisano dan Martha Itaar (kanan), dua pilot perempuan asal Papua (Foto: Garuda Indonesia Group)
Sementara Vanda mendapat pelatihan di The Garuda Indonesia Training Center (GITC) pada awal Agustus untuk mendapatkan ijazah menerbangkan Boeing 737-800 NG, Martha akan menjalani program pelatihan di Citilink Indonesia.

Ari Askhara, Presiden Direktur Garuda menyebutkan bahwa rekrutmen pilot perempuan itu merupakan satu dari komitmen Garuda untuk memberikan kesempatan kepada penerbang terbaik dari seluruh kepulauan di Indonesia. Kepada the Jakarta Post, ia berharap akan lebih banyak putra-putri Papua yang mengikuti jejak Martha dan Vanda.

Diberitakan juga bahwa Garuda mengadakan pelatihan kerja bagi masyarakat berkebutuhan khusus. Ari berharap bahwa semua orang dapat mengembangkan dirinya sesuai bakatnya. Memberikan kesempatan yang adil bagi anggota masyarakat akan meningkatkan produktivitas di perusahaan.

Sementara itu, perempuan kapten pilot pertama Garuda di Indonesia adalah Ida Fiqriah yang menerbangkan Boeing B737-800 NG. Pada tahun 2012 ia telah mengantongi 10,585 jam terbang. Ida Fiqriah diharapkan menjadi perempuan pilot pesawat berbadan lebar pertama di perusahaan ini. 

Perempuan Penerbang - Melawan Stereotip
Ketika suatu pesawat Southern Airlines didaratkan darurat dengan profesional dan menyelamatkan 148 nyawa, orang terkesima ketika tahu bahwa pilotnya adalah perempuan. Memang 'role model' perempuan yang dapat dijadikan panutan di dunia aviasi masih jarang, sehingga anak perempuan yang ingin bekerja di sektor penerbangan seakan tak pertimbangkan pilot untuk ada dalam daftar kerja.  Ini sangat disayangkan. 

Ibu dan Anak yang jadi satu tim terbang di Delta Airlines (twitter @ERAUWatret)
Ibu dan Anak yang jadi satu tim terbang di Delta Airlines (twitter @ERAUWatret)

Baru-baru ini terdapat kisah ibu dan anak perempuannya yang sama sama merupakan pilot helikopter yang handal di Amerika. Bahkan mereka juga sempat menjadi tim dalam penerbangan yang sama dari Los Angeles ke Atlanta pada 17 Maret yang lalu.

Karena saking menariknya, terdapat anak-anak kecil yang ingin untuk bisa terbang dekat denfan mereka karena ingin mengenal lebih jauh kedua pilot. 

Bahkan, John E Wartret dari the Embry-Riddle Aeronautical University akhirnya bertemu kapten Wendy dan Kapten pertama Kelly Rexon itu. Ia mengetweet dengan semangat "Just flew from LAX to ATL on Delta piloted by this mother daughter flight crew. Great flight. Inspiring for [young] women."  

Terjemahan bebasnya adalah "Baru saja saya terbang dari LA ke Atlanta dengan Delta Air yang dipiloti Ibu dan anak perempuannya. Penerbangan yang keren. Menginspirasi perempuan muda". Tweet itu akhirnya menjadi viral, dengan 51.000 orang yang memberikan 'like'.

Pengalaman ini menarik bagi Watret yang ada di universitas karena ia memang mendorong agar terdapat keberbagaian di dunia aeronatika.

Memang perempuan kapten pilot akan memberikan inspirasi bagi perempuan lain. Yang menarik, saudara perempuan Kelly Rexon juga seorang pilot. Artinya, ada tiga perempuan penerbang di keluarga Rexon. 

Selama ini, perempuan lebih dikenal perannya di kru kabin pesawat terbang sebagai pramugari. Dan, inipun diikuti dengan serangkaian bias dan sikap merendahkan seakan semua pramugari bisa digoda. Komentar masyarakat pun (baca: Laki-laki) adalah pada tubuh dan paras sang pramugari. Padahal peran perempuan bisa di pekerjaan yang berbagai dalam dunia penerbangan.

Perempuan sebagai pilot bukanlah barang aneh. Perempuan telah menjadi kapten pilot di banyak negara. Di Bhutan, Malaysia, India, Indonesia, Amerika, juga di Jepang.

Misa Matsushima (Foto ,: AFP, JIJI Press)
Misa Matsushima (Foto ,: AFP, JIJI Press)
Di Jepang, perempuan bahkan menjadi pilot pesawat tempur. Di sana, perempuan yang menjadi pilot pesawat tempur mencapai sekitar 6,4% dari total pilot yang berjumlah 228.000 orang. 

Bahkan, terdapat Letnan satu Misa Matsushima dari The Japan Air Self Defence Force mengendarai F-15J air superiority fighter di Nyutabaru airbase di Miyazaki sejak Agustus tahun lalu.

Misa Matsushima mengatakan ia memimpikan menjadi pilot setelah menonton Top Gun, karena di film itu instruktur yang mengajarkan pilot-pilot pesawat tempur adalah seorang perempuan. Siapa yang tak kenal Gillis di film Top Gun, walau instruktur perempuan itu akhirnya lebih muncul sebagai pacar Tom Cruise. 

Jepang mulai membuka kesempatan pada perempuan untuk menjadi bagian dari penerbangnya sejak 1993. Dan kesempatan itu menjadi makin terbuka ketika Matsushima menjadi penerbang pesawat tempur elit pada 2015.

Aviatrices (untuk bentuk tunggal adalah 'aviatrix') telah ada sejak pesawat dan helicopter menjadi sarana transportasi berkembang. Perempuan pertama kali terbang pada 1908.

Selanjutnya perempuan terbang di angkasa. Bahkan pada perang dunia ke 2, perempuan menjadi bagian dari angkatan perang. Biasanya mereka menjadi bagian dari tim kesehatan dan pelayanan publik.

Namun pada 1970 perempuan pernah dilarang menjadi pilot. Ini karena adanya bias yang mengasumsikan pekerjaan ini pekerjaan berat dan pekerjaan berat tentu diperuntukkan bagi laki-laki. Namun pada tahun 1970 itu juga perempuan menjadi bagian dari penerbang angkatan perang di berbagai negara.

Di Amerika, jumlah perempuan yang menjadi pilot adalah 700 orang pada 1980. Mereka tercantum pada Women of Aviation Worldwide Week. Sementara di India presentase perempuan sebagai penerbang adalah 11,6 %. Di tingkat global terdapat 3% perempuan penerbang.

Data lain menunjukkan bahwa prosentasi perempuan pilot di Amerika adalah 7 % dari sekitar 600.000 pilot yang ada. Mereka mendapatkan sertifikat dari the United States Federal Aviation Administration. Data ini diperoleh dari Active Civil Airmen Statistics yang terbit 2018.

Kapten McCullough, pensiunan penerbang, mengatakan bahwa ketika seorang perempuan bekerja dengan baik dan menjadi panutan, ini akan membawa dampak besar bagi perempuan lainnya. Organisasi the International Society of Women Airline Pilots merilis data bahwa total dari perempuan penerbang di dunia adalah sekitar 7.400 orang. Angka ini adalah 5.2% dari jumlah global. Meeka mengatakan bahwa kalau presentase perempuan tidak mencapai 20% ada di sektor ini, masyarakat tidak akan melihat peran perempuan.

Di bawah ini adalah video wawancara Deddy Corbuzier dengan seorang perempuan pilot. Satu hal, coba lihat betapa perempuan pilot diberi Deddy Corbuzier pertanyaan "menekan: dan melecehkan dalam  suatu wawancara dengan millenial penerbang. Rasanya Deddy perlu belajar memberi apresiasi bahwa perempuan bukan hanya pajangan. 


Studi yang dilakukan oleh Dukes RL et ALL yang berjudul "Stereotypes of pilots and apprehension about flying with them: a study of commercial aviation scenarios", mendapatkan temuan bahwa pada umumnya penumpang memiliki bias dan stereotip kurang positif pada pilot perempuan dibandingkan laki-laki. Beberapa responden mempertimbangkan akan batalkan terbang bila tshu pilotnya petempuan. Namun terbukti secara signifikan bahwa keraguan dan bias serta stereotip itu pada umumnya tak ada hubungannya dengan faktor kemampuan dan ketrampilan, melainkan oleh bias karena budaya.

Rasanya turut bangga (dan ada surprais) bila saya duduk di kursi penumpang suatu penerbangan dan kapten pilot yang menyapa adalah perempuan. 

Nah, mengapa ragu, Millenial? Jadilah perempuan penerbang handal kita. 

Pustaka : Satu; Dua; Tiga; Empat; Lima;  Enam; Tujuh ; Delapan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun