Di masa pemerintahan Suharto, bermunculan indikator kemiskinan lain, misalnya menggunakan indikator asupan kalori yang kemudian dikembangkan sebagai Garis Kemiskinan Makanan (GKM) minimum sebesar 2.100 kalori per hari. Lalu ada Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Ini melengkapi penghitungan kemiskinan dengan indikator "Garis Kemiskinan".
Sejak pemerintah Jokowi, Indeks Rasio Gini dipakai untuk mengukur kesenjangan pendapatan. Memang, saya pribadi agak canggung bila Indeks Rasio Gini dihitung dalam periode jangka pendek. Alat ukur ini lebih pas untuk ukur kesenjangan jangka panjang. Namun demikian, dari data time series, telah dibuktikan bahwa ketimpangan dipersempit.Â
Melalui implementasi program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), pendapatan masyarakat terbukti naik. Ini karena belanja keluarga meningkat. Bisa dipahami bila ukuran pertumbuhan pendapatan perkapita meningkat. Karena sifatnya sebagai conditional cash transfer dan PKH disertai kegiatan pendukung serta mekanisme kerja yang baik, antara lain ketersediaan fasilitator, adanya alat dan piranti peningkatan kapasitas warga miskin, kerja sama antara PKH dengan bidan, Puskesmas, guru dan sekolah. peningkatan layanan publik menjadi dimungkinkan. Tantangan mungkin muncul di wilayah terpencil.Â
Memang kesenjangan infrastruktur masih jauh, namun alokasi pengeluaran pemerintah untuk BPJS dan PKH setidaknya memperkuat inklusivitas pembangunan pada kelompok yang selama ini terpinggirkan. Mereka adalah yang termiskin, perempuan, anak anak sekolah, dan lansia. Secara keseluruhan, kualitas hidup masyarakat ditingkatkan.
Jadi, sah saja kita katakan bahwa kemiskinan menurun selama masa kerja Jokowi.Â
Baiklah, kita bicara soal status perekonomian secara umum.Â
Dalam hal ekonomi makro, khususnya di bidang ekonomi moneter, Bank Indonesia mengelola arus modal keluar melalui peningkatan suku bunga. Kepercayaan atas meningkatnya pendapatan (dan konsumsi) terus dijaga, melalui pengendalian inflasi. Ini untuk menurunkan defisit neraca pembayaran agar di bawah 3% dari Pendapatan Domestik Brutto (PDB).
Dalam bidang ekonomi fiskal. Pengeluaran negara untuk perbaikan infrastruktur, termasuk infrastruktur ekonomi juga dilakukan untuk mendongkrak kinerja sektor riil, di tengah lambatnya sektor perdagangan dan industri.
Sayapun jadi ingat peristiwa obrolan dengan seorang ibu yang cantik dan berdandan super rapi, meski usianya jauh di atas saya. Kami kebetulan sama sama duduk di kursi Kereta Api. Ia pengusaha besar dan ia katakan bahwa ia tergoda naik Kereta Api setelah melihat kemajuan di sektor perhubungan kita. Ia juga bercerita bahwa ia rela rugi bisnisnya dan bahkan sampai menjual asetnya, dan ia tetap mendukung pemerintah (Jokowi).Â
Saya cukup tercengang. Saya tanya, mengapa begitu? "Kita harus sabar. Ini untuk jangka panjang. Saya percaya bisnis akan kembali baik". Rupanya, kepercayaan pebisnis yang bekerja keras dan anti rent seeking pada upaya transformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Jokowi. Kemudian saya tanya soal pajak. Ia menjawab, "Kita kan memang harus bayar pajak. Pajak terbesar kita dari perorangan. Ini memalukan".
Kami akhirnya berbicara soal konektivitas infrastruktur yang harus mendukung ekonomi. Ini soal infrastruktur hard dan soft. Ini termasuk perlu fokusnya Indonesia untuk memenangkan kesempatan atas quantum leap dari e-commerce yang telah ada di antara aktor ekonomi, khususnya UKM yang dimiliki milenial.Â