Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

'The Other Pair', Film Berdurasi Sebatang Rokok, dan Kisah Pengorbanan Gandhi

11 Juli 2019   16:34 Diperbarui: 12 Juli 2019   07:55 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'The Other Pair', Satu yang Menjadikan Sepasang 

Setelah serangkain pertemuan kerja dan dalam kemacetan jalanan Jakarta dan keruwetan lalu lintas yang tidak terurai karena ego banyak pengemudi, saya coba membunuh waktu dengan menonton beberapa film di Youtube. Perhatian saya jatuh pada film super pendek karya produser Mesir yang dirilis sekitar tiga tahun yang lalu ' The Other Pair'.

Saya sebut super pendek, karena film yang disutradarai Sarah Rozik ini hanya berdurasi 4 menit. Film ini bahkan lebih cepat dari hisapan sebatang rokok yang maksimal perlu waktu sepanjang 5 menit. 

Film ini adalah soal nilai saling melengkapi melalui pengorbanan yang dapat memberi manfaat ini melalui cerita sepasang sepatu. Okay, bagaimana bila kita coba tonton sejenak ya. Kita cocokkan, apakah anda punya perasaan sama dengan saya.

Betul betul pendek ya filmya. FIlm 4 menit ini menhasilkan penghargaan dari berbagai festival film. Sebut saja penghargaan dari Luxor. Dan, saya belajar banyak. Ada rasa yang melebihi kebahagiaan menemukan makanan favorit setelah hari yang lapar. Inilah kisahnya.  

Jam menunjukkan hampir pukul 11.55 siang, ketika seorang anak laki laki berusia sekitar 10 tahun dengan tertatih mengenakan sandal jepit hanya pada sebelah kaki, sementara tangannya sibuk membetulkan sandal jepit usang yang rusak di sisi sebelahnya. Dari penampilannya, nampak jelas bahwa bocah laki laki itu adalah dari kalangan miskin. Duduk di emper setasiun, bersandal usang yang rusak pula. Peristiwa ini terjadi di suatu setasiun Kereta Api.

Di tengah kegalauan atas sandalnya, si anak miskin melihat seorang anak seusianya yang berpakaian rapi warna biru, berjalan menuju bangku ruang tunggu setasiun bersama seorang dewasa laki laki (Ayah? Paman?). 

Mata si anak miskin terpukau pada sesuatu yang ada pada si anak berpakaian rapi. Sepasang sepatu hitam mengkilat kena cahaya matahari.  Beberapa saat, si anak berpakian rapi mengelap sepatu mengkilatnya. 'Cling' kilatan sepatu hitam itu  menggoda. 

Jam menunjukkan pukul 12.00 ketika lonceng berbunyi menandakan Kereta Api telah tiba. Penumpang, begitu juga si anak berpakaian rapi yang sibuk membersihkan sepatu mengkilatnya, segera bergerak bersama menuju gerbong kereta api. Mereka berhimpit memasuki pintu Kereta Api. Namun, kerumunan penumpang membuat sepatu si anak berpakaian rapi terinjak dan terlepas.

Si anak berpakaian rapi berusaha untuk mengambil salah sepatunya yang tertinggal di 'platform.. Sayang sekali, tanda peluit bahwa Kereta Api segera berangkat telah dibunyikan. 

Ini rupanya tak lepas dari perhatian si anak miskin. Si anak miskin menatap pada sepatu indah yang teronggok sendirian di 'platform'. Ia tertegun dan segera menghampiri sepatu itu. 

Ia memegang sepatu itu dengan kagum, memegang seksama, seakan hendak mencium bau kulit asli sepatu itu. Ia sempat tersihir melihat sepatu indah itu, tetapi segera wajahnya menengadah ke arah gerbong Kereta Api yang berjalan lambat. Nampak di sana si anak berbaju bagus berada di pintu gerbong kereta api, melihat ke arahnya.

Si anak miskin cepat berlari sejalan dengan makin cepatnya kereta api. Ia berlari kearah kereta api, namun tubuh kecilnya tak mampu mengejarnya. Akhirnya, ia lemparkan sebuah sepatu itu, berharap sia anak berbaju bagus dapat menangkapnya. Lemparan sepatu meleset dan terjatuh di ujung 'platform'.

Sekejap kita lihat wajah kedua anak saling bertatapan. Cukup mengagetkan melihat si anak berpakaian bagus kemudian tertegun, dan cepat ia memegang kakinya yang bersepatu dan melepasnya. Sebuah sepatu itu dilemparkan oleh si anak berpakain bagus ke arah 'paltform'. Dan, tergeletaklah sepasang sepatu itu dalam jarak beberapa meter.

Dua anak kecil dari latar belakang berbeda itu saling berbagi. Sebuah sepatu yang terlempar mendapatkan pasangannya, untuk kemudian berguna bagi si anak miskin itu. 

Pelajaran dari Film Super Pendek tentang Kisah Pengorbanan Gandhi Kecil

Mata cengeng saya basah. Dan, saya akhirnya membaca bahwa film ini adalah kisah Guru kita, Gandhi. 

Terdapat skrip berisi pertanyaan seorang penumpang yang bertanya kepada Gandhi "Why are you throwing the other shoe onto the track, yang terjemahan bebasnya adalah "Mengapa kamu melemparkan sebuah sepatumu ke bordes?". Dan Gandhi menjawab "Orang miskin yang menemukan sebuah sepatu itu sekarang mendapatkan pasangannya untuk bisa memakainya".

Ada banyak pelajaran dari cerita ini. Hal pertama yang paling mungkin terjadi ketika kehilangan sebuah sepatu adalah marah dan kecewa. Tanpa pasangannya, artinya ia akan 'nyeker' tanpa sepatu. Dan, sepanjang perjalanannya, ia akan terganggu dengan persoalan tanpa sepatu.

Yang dilakukan Gandhi ketika kehilangan sebuah sepatunya adalah, berpikir rasional dan membuat keputusan cepat yang bijak. Ia melemparkan sepatu yang ada di kakinya ke arah satu sepatu lainnya, agar sepasang sepatu itu bisa bermanfaat bagi yang menemukannya, si anak miskin itu.

Walaupun ia kehilangan sepatunya, ia memberi kontribusi pada orang lain yang membutuhkannya.

Rasanya ini bukan hanya relevan untuk sepatu saja. 

Terdapat pelajaran lain dari peristiwa Gandhi itu, yaitu soal kemampuan mengikhlaskan dan tidak terikat pada suatu status dan kebendaan atau kekuasaan, atau sering disebut 'non attachment'. Kita bisa bebas ketika kita tidak terikat selalu pada suatu kebendaan.

Bila seseorang terikat selalu pada sepatu, maka perjalanan berkereta api ataupun perjalanan hidupnya akan terus terganggu. Ini tentu akan membawa pada beban batin, kemarahan, tak berguna, dan tanpa harapan. Ini membuat menguras enerji positifnya.

Bagi Gandhi, melepaskan sepatunya membuat ia tidak terikat pada sepatu dan persoalan ganjilnya sepatu itu. Gandhi bisa ikhlas dan bahkan 'move on' untuk sisa waktu dan hidupnya. Ia menemukan kemerdekaan dan keleluasaan untuk meneruskan hidupnya.

Dalam situasi kemacetan di jalanan Jakarta, pengorbanan seseorang dengan jalan memberikan jalan kepada orang lain akan membawa manfaat bukan hanya bagi orang yang memiliki kendaraan yang ia berikan jalan, tetapi kendaraan lain dan juga kendaraannya.

Pada peristiwa lain semisal Pemilu Presiden kita, saya membayangkan apa yang Gandhi akan lakukan. Bila Prabowo dan Sandi, paslon yang kalah legowo dan memberikan ruang bagi paslon menang, Jokowi dan Ma'ruf Amin, untuk 'merangkul' sisa warga pendukung paslon yang kalah akan membuat bangsa ini utuh dan bersatu kembali menjalankan fungsi berkebangsaan.

Seseorang bisa terikat pada harta dan mimpi serta ambisi. Kehilangan pada harta, mimpi dan ambisi itu membuat patah semangat. Menangisi dan terus memikirkan kehilangan itu akan membuat kita pada situasi buruk dan murung. Dan, ini akan menhilangkan kesempatan pada sejuta kemungkinan yang bisa didapatkan.

Gandhi memang guru bijak. Bukan kisah ini saja yang bisa menjadi contoh. Banyak hal dalam biografinya "The story of my experiments with truth", terbitan Navajivan Publishing House, sangatlah kaya pesan.

Otobiografi berisi 168 bab itu mengupas percobaan Gandhi dalam menyiasati hidupnya sebagai vegetarian. Ia mengikuti pesan ibunya untuk tidak makan daging. Ia tergiru makan daging. Tapi bukan hanya soal tidak makan daging yang Gandhi bagi dalam bukunya. 

Ia membagi pengalaman tentang perdebatan dan pergumulan batinnya dalam hal kebenaran dan kejujuran, untuk melihat begitu banyak aspek kehidupan. Masa kanak kanaknya, pengalamannya menjadi bagian dari perkawinan anak, 'bermain' sebagai suami yang masih kanak kanak, masa SMA, dan perjuangan mendapatkan pendidikan tinggi di London, menyiasati tiadanya uang untuk hidup di kota mahal, pertentangan batin atas kesetiannya kepada istrinya, dan melawan budaya poligami, dan begitu banyak pengalaman di masa usia lanjutnya adalah pengalaman bermartabat yang kita bisa belajar.

Terkait pengorbanan, ia menemukan bahwa mengatasnamakan suatu pengorbanan dengan menyakiti makhluk hidup bukanlah pengorbanan. Pengorbanan manusia mestinya menempatkan dirinya sebagai makhluk yang terhormat dengan tidak menyakiti mankhluk lainnya. Ini muncul karena dalam Hindu terdapat pengorbanan dalam bentuk hewan. 

Baginya, pengorbanan manusia adalah mengalahkan ego dan keinginan pribadi dan memberikan manfaatnya untuk kebaikan di atas bumi bagi makhluk hidup dan manusia lebih luas. Itulah arti pengorbanan yang membersihkan diri manusia. 

Pengalamannya memang bukan kitab suci. Justru, pengalamannya bergumul dalam perdebatan batin akan kebenaran akan norma yang ia yakini, di samping realitas yang ia hadapi adalah kisah manusia yang saya belajar banyak.

Keihlasan Gandhi melepas semua predikat kebesaran dan status, untuk merasakan apa yang dialami orang yang papa, menjadikan hati, pikiran dan badannya bersatu dalam perbuatan. Ini yang ia sebut bahagia karena ketiganya dalam harmoni.

Gandhi mengatakan bahwa baju atau pakaian yang merupakan simbol agama yang dianut dan dipakai sebagai alat untuk menunjukan superiotas agama tertentu adalah perlu untuk dibuang jauh, karena itu semua tidak menempatkan agamanya pada posisi terhormat.

Apa yang disebut sebagai baju, bagi Gandhi adalah simbolik. Apa yang menjadi status dan kebendaan dan dipergunakan sebagai alat untuk patokan superioritas manusia atas manusia lainnya bukanlah sesuatu yang mulia di mata Tuhan.

Ini renungan terdalam saya selama saya duduk di kendaraan dalam kemacetan Jakarta.

Masih ada satu hari lagi menuju akhir pekan dan masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan.

Selamat sore, kawan kawan.

Pustaka :  1) The Other Pair; 2) M.K Gandhi, An Autobigraphyour, the Story of My Experiments with Truth.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun