Air mata saya menetes ketika menerima video proses pengerjaan PLTMH yang dibagi oleh mbak Panca, adik Tri Mumpuni. Pemindahan turbin yang melibatkan ratusan orang bukanlah satu satunya hal yang menakjubkan. Bagi masyarakat Sumba Timur, adalah biasa masyarakat bergotong royong untuk memindahkan batu kubur yang berat dan besar. Namun, kerja keras masyarakat untuk mewujudkan adanya listrik yang sudah ditunggu sejak masa kemerdekaan.
Sudah banyak wilayah perdesaan yang telah diterangi kerja bersama Tri Mumpuni dengan IBEKA nya bersama masyarakat.
Yang menarik, Tri Mumpuni menjadikan listrik sebagai sarana. Sementara, tujuan utamanya adalah membangun potensi desa, memberdayakan ekonomi, dan menguasai peradaban masyarakat. Â
Tri Mumpuni tidak hanya mendukung pembangunan mikro-hidro di Indonesia. Kenya, Filipina, dan Ruanda juga sedang dalam proses pembangunannya.
Tak kurang, Obama merekognisi karya dan perjuangan perempuan listrik ini. Donor dari luar negeripun sangat mendukung kerjanya. Apakah pendanaan APBN akan mendukungnya? Ini tantangan.
Saat ini, target enerji berkelanjutan kita terlalu moderat pada 23% di tahun 2025. Penggunaan batu bara yang masih 50% dari sumber enerji Indonesia memang satu tantangan. Perlu politik listrik yang memerdekakan rakyat. Dan, artinya, PLN perlu melepaskan aturan yang mengharuskan semua produsen listrik menjual listriknya melalui PLN. Ini PR Jokowi untuk menjadikan listrik yang memberdayakan.
Sebagai penerima beberapa penghargaan dunia, antara lain Ashden Award 2012, Climate Hero 2005 dari World Wildlife Fund for Nature, Penghargaan Ramon Magsasay 2011, dan Ashoka Fellow saya berharap Tri Mumpuni bisa mendorong agar target Indonesia menjadikan enerji berkelanjutan dapat tercapai dan lebih cepat.Â
2. Prof Dr Siti Musdah Mulia (Menteri Agama)
Dr. Siti Musdah Mulia adalah seorang aktivis hak asasi perempuan. Dia juga perempuan pertama yang menjadi profesor penelitian pada Institut Sains Indonesia. Musdah Mulia adalah dosen politik Islam pada Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Ia juga pimpinan suatu lembaga non pemerintah bernama Konprensi Agama untuk Damai Indonesia.
Ketika Musdah menjabat sabagai Staf Ahli Menteri Agama dan menyusun naskah Hukum Perdata Islam, yang melarang kawin anak dan di sisi lain mengijinkan perkawinan antar keyakinan. Namun, rencana peluncuran program ini diberhentikan karena penolakan beberapa pihak.
Sejak 2000 sampai 2005, ia adalah Kepala Bidang Penelitian pada MUI. Bukunya yang terkenal adalah "Islam Mengkritis Poligami' (2004) dan Islam dan Inspirasi Kesetaraan gender (2005).