Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Untuk Pak Jokowi, dengan Kebanggaan, Harapan, dan Kepedihan

5 Juli 2019   16:25 Diperbarui: 6 Juli 2019   10:14 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transpiortasi masyarakat desa desa di Teluk Sampit, Kalteng (dokumentasi pribadi)

Pak Jokowi yang Membanggakan dan Perempuan-perempuan yang Mendukungnya

Setelah hiruk pikuk proses politik dan demokrasi yang berjalan alot, akhirnya kita yakin bahwa Pak Jokowi adalah presiden kita ke depan. Hampir semua media di arus utama menayangkan dan menuliskan tentang Pak Jokowi dan Maruf Amin. Begitu banyak rasa kepercayaan. Begitu tinggi akan harapan ke depan. Tentu terdapat pula ketidakpercayaan dan keputus-asaan.

Ini mengingatkan kita pada cukup banyak kemiripan Pak Jokowi dengan Obama. Soal perjuangan mereka berdua mendorong diimplementasikannya perlindungan kesehatan masyarakat. Obama dengan Obamacare mengembangkan cakupan asuransi kesehatan yang purna bagi masyarakat Amreika oleh pemerintah federal yang dilindungi the Patient Protection and Affordable Care Act (PPACA) dan disahkan konggress dan presiden pada 23 Maret 2010. Sementara, Pak Jokowi berjuang melalui BPJS Kesehatan. Keduanya menghadapi tantangan dan penolakan dari begitu banyak aktor swasta di sistem kesehatan dan asuransi.

Kesamaan lain adalah kedekatan keduanya dengan publik. Baik Pak Jokowi dan Obama adalah dua orang yang sederhana dan mampu berbicara dengan bahasa 'rakyat' dengan warganya. 

Keduanya banyak menerima surat. Surat "cinta" dan surat "marah". Yang mengherankan, mereka berdua mengakui keberadaannya. 

Jokowi yang terbuka dalam diskusi dengan Ibama dalam kunjungan tahun 2017 ( Kator Kepresienan)
Jokowi yang terbuka dalam diskusi dengan Ibama dalam kunjungan tahun 2017 ( Kator Kepresienan)
Pendukung keduanyapun berasal dari berbagai kalangan, mulai dari petani, nelayan, pedagang asongan, kelompok swasta,  mahasiswa, aktivis perempuan, sampai kelompok LGBT. Ini adalah kekuatan. Tentu saja, kelompok konservatif akan mengerenyitkan dahinya membaca ini. 

Lima tahun yang lalu, wajah Pak Jokowi ada di sampul depan majalah Time dengan judul "A New Hope", Sebuah Harapan Baru. Kemenangannya memberi harapan sebagai presiden dari satu satunya negara demokrasi yang tersisa di planet bumi, atau paling tidak di Asia. Baru baru ini, wajah Pak Jokowi menjadi sampul depan majalah  di Emirat Arab.  

Perjalanannya dimulai dari seorang pengusaha mebel, kemudian walikota Solo, dan Gubernur DKI Jakarta, dan selanjutnya memenangkan suara warga Indonesia sebagai Presiden RI. Ini heroik. 

Wajahnya yang biasa biasa saja. Tubuhnya kurus. Bukan anak pejabat. Bukan dari kalangan kaya raya. Tapi, prestasinya tidak biasa. Dihina dan dihujat habis habisan sudah biasa. Pada akhirnya, ia memang orang pilihan.  Rekayasa politik sehebat apapun sulit menjadikan hal seperti ini, bila Allah tidak menghendaki. .  Kita bicara soal negara Indonesia yang besar dan kompleks lingkungan politiknya. 

Banyak media 'menangkap' pujian rakyat Indonesia kepada Pak Jokowi. " Pak Jokowi kerja keras dari Sabang sampai Merauke. Dia jujur, tidak seperti orang lain yang korupsi', kata Mery, 65 tahun, pedagang tahu di Jakarta Selatan (the Guardian, Mei 2019). Juga pendapat Achmad, penjual Soto "Jokowi telah membangun jalan dan sekolah. Ada buktinya".  Memang, dalam kurang dari 5 tahun, Pak Jokowi membenahi infrastruktur Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke ia sentuh. Jalan, besar dan kecil, bandara, jembatan dan pelabuhan.

Soal dukungan perempuan, kita tahu bu Irina. Tetapi lebih dari itu. 

 Pak Jokowi memilih 9 perempuan terbaik menjadi bagian dari kabinetnya. Perempuan perempuan tangguh di kabinet itu adalah Retno Marsudi,  Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, Siti Nurbaya Bakar, Nila F. Moeloek, Yohana Susana Yambise , Rini Soemarno, dan Puan Maharani dan Khofifah Indar Parawansa . Namun, pada 2018, Khofifah mundur karena terpilih menjadi Gubernur Jawa Timur. Prestasi kesembilan menterinyapun mendapat catatan baik dunia. Sebut saja Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, dan Retno Marsudi. Ini belum termasuk perempuan pemimpin Badan badan. Penny Lukita, si Ketua Badan POM dan Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG. 

Pak Jokowi juga memilih 9 perempuan sebagai anggota Panitia Seleksi (pansel) KPK. Banyak kalangan menyebut ini sebagai langkah penebusan karena kasus pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, yang dikhawatirkan akan melemahkan KPK.

Yang istimewa, tidak ada perlawanan dari partai terkait strategi Pak Jokowi memilih kesembilan perempuan yang independen dan dengan kredibilitas tinggi ini. Pintu tertutup bagi berbagai kepentingan politik untuk mempengaruhi proses seleksi Ketua KPK. 

Pilihan DPR atas salah satu ketua KPK, Pak Agus Rahardjo sempat diragukan. Namun, prestasi KPK di masa 5 tahun ini tidak terbantahkan. Kasus kasus besar yang dianggap 'impossible' seperti kasus Setyo Novanto diselesaikan. Bahkan, kasus yang nyerempet kabinet juga ada dalam radar KPK.

Perempuan hebat mendukung Jokowi. Bukan karena saya adalah perempuan dan saya bekerja untuk mendorong kesetaraan gender. Namun, terbukti bahwa perempuan perempuan Pak Jokowi adalah kredibel dan akuntabel. 

Saat ini, tim Pansel KPK sudah mulai didiskusikan. Saya berharap Pak Jokowi masih akan konsisten untuk memilih Tim Pansel yang mandiri dan kredibel.

Saya berempati pada mereka yang terpilih untuk duduk di KPK. Tugas berat.  Sayapun prihatin bahwa KPK juga disusupi mereka yang merongrong kerja di dalam tubuhnya.  Persoalan kriminalisasi Komisioner dan persoalan penyadapan adalah isu yang mengemuka. Publik perlu menjaga dan memantau jalannya proses ini. 

Segunung Harapan

Harapan bahwa Pak Jokowi adalah menjadi pemersatu bangsa ini sangatlah besar. Sejak Pilkada DKI Jakarta, kita terus dihujam isu perpecahan yang difasilitasi oleh media sosial, berikut berita hoaksnya.

Janji Pak Jokowi untuk merangkul semua pihak dan membangun semua wilayah Indonesia adalah janji yang saya percaya.  Untuk itu, partai pendukung koalisi perlu pula bekerjasama. Ini mungkin tantangan terberatnya, karena begitu banyak kepentingan ada dalam rangkaian panjang pendukung koalisi. Dan, hal ini akan lebih berat tinimbang situasi pada periode pertama pemerintahan Pak Jokowi.

Sejuta harapan tentu akan hadir dalam bentuk penyusunan kabinet yang kredibel, disamping konsistensi kebijakan yang Pak Jokowi buat dan implementasikan.

Posisi Wakil Presiden Kyai Haji Maruf Amin menjadi penting dalam peran ini. Usia dan persoalan kesehatan Wakil Presiden mungkin akan menjadi tantangan. Namun, bila Pak Jokowi taktis memilih peran peran utama yang kritikal untuk sang wakil dan membagi habis peran peran kepada Kabinetnya, ini dapat dikelola dengan baik.

Pada periode kedua ini, Pak Jokowi perlu didukung oleh anggota kabinet yang tangguh, tulus untuk bekerja keras. Terdapat sektor sektor yang perlu perhatian. Sektor ekonomi harus mendapat perhatian kuat. Konsistensi pada capaian dan  kerja keras di periode pertama, serta isu inklusi sosial dan keberpihakan pada ekonomi rakyat yang pernah didengungkan pada periode pertama harus dikobarkan.

Menteri menteri untuk sektor pertanian, perdagangan, maritim dan kelautan, kehutanan, di samping menteri keuangan dan enerji perlu dipercayakan kepada orang orang kuat. Ini harus jadi panglima.

Selama ini Menteri Koperasi dan UKM hanyalah menteri yang dipandang sebelah mata. Mungkin saatnya, Pak Jokowi memilih seorang muda yang paham rantai nilai perdagangan Indonesia dan kerja UKM serta Koperasi untuk membuat negeri ini kembali dan makin jaya di bidang ekonomi kerakyatan. Perlu anak muda yang tangguh dan visionaris untuk merealisasikan Pasal 33 UUD 1945. Ini serius.

Menteri ketenagakerjaan perlu dipilih dengan seksama. Bantu rakyat mengingat siapa menteri tenaga kerja yang membawa hasil nyata. Sejujurnya, saya tidak pernah berhasil mengingat siapa menteri tenaga kerja yang berhasil di republik ini. 

Menteri di bidang sosialpun perlu dipilih, bukan hanya ditawarkan kepada pilihan koalisi pendukung.  Bidang pendidikan selalu menjadi perhatian. Ini bidang yang selalu dianggap kritis di semua kabinet. Pilih Menteri Agama yang progresif dan paham pentingnya keberbagaian.  

Jadikan Kementrian Perwujudan Kesetaraan Gender untuk nama Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. Pilih menteri yang paham konteks sektoral negeri dan telah terbiasa dengan isu dan tantangan perempuan dan laki laki Indonesia yang non-tradisional. Tugas menteri ini bukan urusan ecek ecek. Salah bila ini jadi posisi hadiah. 

Masih dalam hal sektor ekonomi, dalam wawancara dengan the Nikkei Asian Review, Pak Jokowi memiliki ambisi tinggi untuk menjadikan Indonesia menjadi 1 dari 10 negara dengan ekonomi terkemuka pada 2030, dan menjadi satu dari 4 negeri  terkemuka pada 2045. Ini artinya fokus pada pembangunan infrastruktur tampaknya masih akan diteruskan. Namun, Pak Jokowi perlu memikirkan peningkatan pada sektor sumber daya manusia. Selain perbaikan pada sektor pendidikan, kembangkan ketrampilan kelompok muda agar sesuai kebutuhan dalam konteks yang ada. 

Indonesia telah memiliki 'unicorns' Go-Jek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak -- yang menjadi potensi ekonomi. Untuk memenangkan momentum, Indonesia harus punya kumpulan tenaga trampil kolektif yang handal. Harapannya, tenaga kerja muda yang dipersiapkan.

Ada Keperihan

Tidak semua kerja Pak Jokowi adalah keberhasilan, indah dan wangi. Ada keperihan sisa pembangunan yang lalu, yang pada periode pertama Pak Jokowi masih terlewatkan. Juga ada PR terhutang. Soal radikalisme, penanganan pengungsi dan soal pembangunan manusia di wilayah terpencil serta isu HAM dan penegakan hukum.

Radikalisme adalah persoalan bersama bangsa. Kita meliha dengan kasat mata pada banyak peristiwa di Yogya, di Jakarta, dan wilayah Indonesia lain. Salib jadi barang yang dimusuhi, digergaji. 

Berbagai studi sudah ada terkait meningkatnya radikalisme yang masuk melalui sektor pendidikan. Rekrutmen yang ada sejak masa sekolah dasar sampai dengan universitas di sekitar 20 tahun yang lalu telah memunculkan kelompok muda radikal di berbagai lembaga di sektor publik, sektor swasta, bahkan di DPR. 

Masa kampanye dan Pemilu 2019 merupakan kaca benggala kita bersama. Radikalisme muncul di mimbar kampanye, forum diskusi dan tempat ibadah. Kita tak bisa lagi berpura pura.

Menjadi relawan purna waktu selama kurang lebih 4 bulan di wilayah Lombok menjadikan saya memahami betapa isu yang dihadapi pengungsi adalah berat. Pengungsi sangat tergantung pada relawan yang mendekati lokasi tinggal karena mereka tidak berani meninggalkan pengungsian. Trauma yang mendalam karena gempa susulan yang terjadi bahkan sampai dengan April 2019 itu menjadi penghalang.  

Dokter Andika relawan untuk pasien lansia di pos kesehatan di Lombok Timur(Dokumentssi pribadi)
Dokter Andika relawan untuk pasien lansia di pos kesehatan di Lombok Timur(Dokumentssi pribadi)
Sayangnya, pemerintah daerah lambat merespons situasi. Kesadaran akan mekanisme kerja pada pasca bencana terbatas. Kedaruratan, tanggap bencana dan masa rehabilitasi pada pasca bencana masih dianggap 'business as usual'. Semua menunggu perintah, karena gempa besar terjadi ketika masa transisi pemerintah provinsi, kabupaten dan desa. Sejujurnya, ini mengerikan.  Namun, pemerintah pusat sudah tetapkan bahwa ini bukanlah bencana nasional. 

Apa yang kita lihat adalah realitas. Sampai dengan 6 bulan setelah gempa Lombok, masih ditemukan masyarakat pengungsi yang hidup di bawah tenda seadanya dan berbahan plastik mulsa. Bayi bayi pun ditemukan sakit berkelanjutan dan bayi yang meninggal kedinginan di musim hujan. Mereka yang dengan disabilitas tidak tersentuh bantuan adalah hal yang ditemukan. 

Kaum lansia banyak yang tidak terurus, sementara obat obatan untuk penyakit degeneratif sulit diakses. Kami temukan kasus penyintas dengan anak bayi dan balita yang terpaksa tinggal di kandang ayam.  Ini menohok jantung. 

Relawan bekerja siang dan malam. Namun, apa daya, semua dibatasi oleh ketersediaan dana pribadi dan dukungan sahabat dan sanak keluarga. Relawan meninggalkan keluarga demi kemanusiaan.  

Memang, staf dinas kesehatan dan timnya juga menjadi penyintas. Di sinilah, sebetulnya dibutuhkan dukungan pemerintah pusat, agar koordinasi tidak sebatas serenomial, pemenuhan birokrasi, dan "Asal bapak atau ibu senang'. Kepura-puraan ini terjadi, diamini  lembaga PBB memang harus bekerja melalui pemerintah. Lengkap sudah penderitaan pengungsi. Kerja keras relawanpun dianggap sebagai kerja liar dan perlu dipantau. Ini menyakitkan. 

Pengungsi, khususnya anak perempuan dan pemuda, yang tidak mendapat dukungan ekonomi berkelanjutan pada pasca bencana juga makin rentan. Mereka putus sekolah. Sebagian menikah di usia 15 tahun. Sisanya mencoba peruntungan menjadi pekerja migran.  Kasus perekrutan perempuan dan pemuda di wilayah Lombok, khususnya Lombok Timur yang merupakan pengirim pekerja migran terbesar di Indonesia terjadi pada situasi darurat.  

Kalau selama ini perhatian pemerintah dalam RPJMN adalah di 3 wilayah miskin utama di Aceh, NTT dan Papua, saya berharap NTB menjadi perhatian pula. Indeks pembangunan NTB pada dasarnya sama rendahnya dibanding dengan tiga wilayah yang saya sebut di atas.

Ditambah lagi,  NTB juga memiliki persoalan munculnya gerakan khilafah yang menghasut masyarakat miskin di sana. Sudah miskin, kena bencana, susah, terhasut radikalisme pula.

Terkait masyarakat yang hidupnya di pedalaman dan di hutan, saya kira Pak Jokowi perlu serius melihatnya. Kerahkan pemikiran dan enerji untuk membantu secara tuntas masyarakat di wilayah gambut Kalimantan yang kualitas hidupnya tidak meningkat. Hati teriris bila kita mencoba hidup di pedalaman Kalimantan Tengah, di area Teluk Sampit. Pekerjaan singkat selama dua minggu saja di wilayah ini membawa kita pada iba. Malu jadi orang kota. Masyarakat di desa Basawang, Babinang HIlir, Hanau dan Hantipan dan sekitarnya masih harus menyimpan sepatunya di dinding tembok karena persoalan masuknya air ketika pasang. Tentu ini 'hiasan' tembok yang berbeda dengan masyarakat di perkotaan di Jakarta ya. Ini belum termasuk persoalan utama atas keterbatasan masyarakat untuk mendapatkan opsi mata pencaharian serta transportasi yang mahal karena harus menggunakan bahan bakar solar dan bensin untuk perahunya. Persoalan akses transportasi dan akses pasar memang serius. Ini juga hal yang serupa terjadi di masyarakat di wilayah terpencil lain di NTT, Maluku dan Papua.

Saya berharap persoalan akses dan konektivitas tidak hanya dimaknai sebagai persoalan infrastruktur fisik karena infrastruktur kesiapan jaringan serta konektivitas pengetahuan terkait pasar dan rantai nilai juga menjadi hal penting.

Transpiortasi masyarakat desa desa di Teluk Sampit, Kalteng (dokumentasi pribadi)
Transpiortasi masyarakat desa desa di Teluk Sampit, Kalteng (dokumentasi pribadi)
Masyarakat di pedalaman bertahan dengan apa yang mereka bisa dapatkan dari alam sekitarnya. Pemerintah perlu memikirkan mekanisme kerja pada wilayah wilayah ini, dengan bantuan fasilitator yang paham isu sosial budaya setempat. Tantangan terbesar di wilayah seperti ini adalah tarik menarik dari kekuatan swasta dan aktor politik yang mengeksploitasi wilayah terpencil tapi kaya sumber daya alam ini. Sementara masyarakat hutan akan terus menjadi korban.

Isu Hak Asasi Manusia perlu menjadi bagian serius. Tuntutan agar lebih memperhatikan warga tinimbang kepentingan pengusaha semen harus diperhatikan. Semen dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur, namun penyelesaian persoalan sengketa yang berkeadilan dan pro rakyat harus jadi pertimbangan. 

Tak kalah pentingnya, perlindungan pada keadilan korban dan penyintas kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual. Penegakan hukum perlu perhatian negara. Kriminalisasi pada perempuan pencari keadilan seperti Baiq Nuril Makmun perlu perhatian. 

Catatan yang Tertinggal 

Tentu masih banyak isu yang harus diangkat Pak Jokowi. Mungkin apa yang dihadapi Pak Jokowi lebih serius dari apa yang dihadapi Obama di masa periode keduanya. Karena saya melihat kesamaan keduanya, saya dapat melihat catatan catatan yang perlu Pak Jokowi terapkan, agar beliau tidak terperangkap pada situasi yang khalayak Amerika terakan kepada 'kegagalan' Obama karena dia terganjal batas kekuasaanya. The Guardian menuliskan tentang beban hutang dan persoalan ekonomi dalam negeri yang tidak terselesaikan karena batas kekuasaan Obama.

Batas kekuasaan Pak Jokowi juga ada. Selain dukungan partai koalis, batasan lain adalah bagaimana Pak Jokowi 'setia' pada janji janjinya. 

Saya percaya, selama Pak Jokowi setia pada tuntutan masyarakat pemilihnya dan juga seluruh masyarakat Indonesia (bukan hanya tuntutan politis), periode kedua akan merupakan periode kehormatan baginya dan bagi bangsa ini.

Pertama, Pak Jokowi perlu mendengar lebih banyak masukan masyarakat. Terdapat kritik bahwa pada pertengahan masa pemerintahannya, Pak Jokowi menutup masukan yang sebelumnya datang ari lingkaran 'baiknya'. Pak Jokowi dinilai cenderung pragmatis dan bahkan terlalu 'disetir' oleh suara politisi. Ini seharusnya tidak akan muncul lagi, mengingat Pak Jokowi tidak punya kepentingan selain memakmurkan bangsa ini.

Kedua, Pak Jokowi harus memilih dan mengangkat orang orang terbaik bangsa ini. Jangan buang kesempatan. Ini adalah pertaruhan terakhir seorang Pak Jokowi, yang berangkat dari rakyat, dan merangkak karena kekuatan kerja dan kebersihan hati.

Kami sangat menanti Pak Jokowi untuk bangsa Indonesia yang hendak menjadi bangsa lebih baik.

Selamat datang kembali, Pak Jokowi !!

*) Tulisan ini juga merupakan kado ultah  untuk sahabat saya, Dr Wiwiek Hawiki, pendukung Jokowi di Jatim. Titip sampaikan ke Pak Jokowi ya, Wiek. 

Pustaka : 1) Obama Care; 2) Perempuan Jokowi; 3) Jokowi dan Obama; 4) Nikei Asian Review 5 July 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun