Tidak ada masalah untuk menggunakan pengacara terkenal yang biasa melayani artis, asalkan paham perundangan yang melindungi kasus-kasus yang dialami perempuan dan paham sudut pandang pembelaannya. Juga perlu dijaga agar pernyataan tidak seksis, yang bahkan mendorong majelis dan media memberikan penghukuman dan pelecehan bertumpuk.
Menyeret kasus ini ke meja hijau bukan berarti membawa korban untuk diperiksa apakah terbukti bau ikan asin atau tidak. Itu bodoh (maaf bila ada yang tersinggung dengan kalimat saya). Sama juga, bila terdapat kasus di mana perempuan melecehkan laki laki dan muncul pernyataan bahwa alat kelamin laki-laki kecil, belang belang, atau ada bau-bau yang lain, tentu bukan pemeriksaan apakah ada bukti atas hal itu. Ini soal substansi penghinaan. Bukan untuk pembuktian fisik.Â
Baik perempuan dan laki-laki bisa tersandung kasus semacam dan dibawa ke pengadilan ketika melakukan pelecehan seksual, kekerasan psikis, kekerasan seksual, bahkan penghinaan. Bila undang-undang itu secara bersama sama bekerja, kita tidak lagi bermain main serampangan dalam perilaku kita.Â
Saya berterima kasih kepada Profesor Felix Tani yang mengangkat isu ini dengan gamblang. Saya angkat topi. Senang untuk bersama sama beliau menolak segala bentuk kekerasan yang berbasis gender. Namun, jangan takut untuk membawa kasus serupa ke meja hijau. Silakan!
Pustaka : 1) Kesetaraan dan Perkawinan sehat. 2) Pasal Penhinaan di KUHP, 3) KDRT, 4) RUU PKS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H