Bandung pun sempat 'megap-megap' dengan gunung sampah plastik. Ketebalan sampah plastiknya disebut mengalahkan gunung es kutub. Sampai sampai, pemerintah kota harus minta tolong pasukan militer untuk memecahkan urusan sampah. Aduh. Bandung padahal terus disebut sebagai 'Paris van Java'. Kumaha atuh?
Komitmen Indonesia untuk batasi sampah terasa sepa, tanpa gigitan komitmen dan akuntabilitas kuat. Terkesan, kita kalah dengan korporasi dan seribu alasan soal pembelaan ekonomi kecil.Â
Saya sebagai warga tak teryakinkan dengan pledge sampah seperti yang ada pada video di saluran 'Youtube' ini. Maafkan saya...
Gila juga dengan Perdagangan Sampah Online!
Isu perdagangan sampah plastik dan kertas yang menjadi isu global semakin serius ketika isu ini ditambah dengan maraknya perdagangan sampah melalui online. Perusahaan-perusahaan dan pribadi menjadi lebih mudah berdagang. Namun, sayangnya kesadaran akan dampak dan bahanya tidak mereka pikirkan.
Belakangan ini, sampah yang diimpor pun semakin bervariasi dari sisi kandungan bahan kimia dan dampaknya. Kandungan Sianida dan Merkuri merupakan dua bahan kimia yang sangat berbahaya sempat ditemukan di antara sampah sampah yang diimpor itu. Tentu ini perlu perhatian.
Merkuri adalah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilarang di seluruh dunia berdasarkan Konvensi Minamata untuk Merkuri. Indonesia pun meratifikasi Konvensi ini pada 19 Oktober 2017 dan diperkuat melalui Undang-undang No. 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata tentang merkuri.
Untuk itu, kita perlu tetap mengingatkan pemerintah Indonesia serta publik tentang pentingnya menghentikan perdagangan merkuri. Studi menunjukkan bahwa pengguna merkuri pada umumnya perusahaan perusahaan yang melakukan bisnis illegal, seperti perusahaan pertambangan dan pengolah emas tanpa izin.Â
Ini perlu perhatian serius dan tegas Pemerintah Indonesia!
Indonesia Tidak Boleh Jadi Bangsa Lelet. Ayo Cepat Bergerak!
Melihat perkembangan tidak baik ini, Indonesia harus bergerak. Adalah wajib bagi pemerintah untuk bukan hanya membatasi penggunaan plastik di dalam negeri tetapi juga menyetop impor sampah plastik dan kertas.
Peneliti Center for International Environmental Law (ICEL), lembaga non profit untuk bidang lingkungan bahkan dengan keras mengusulkan pemerintah untuk melarang semua bentuk impor sampah plastik. Kebijakan impor sampah dan kertas harus dikaji ulang.
Secara pribadi, saya rasa pemerintah harus tegas dan melakukan kebijakan yang revolusioner. Setop impor sampah plastik. Saya menghitung jumlah kata "tegas" di artikel ini. Ya ampun, saya sudah ga sabar rupanya. Ini tentu berdasar realitas bahwa:
- Sampai saat ini pemerintah belum menunjukkan komitmen kuat untuk melarang perdagangan dan impor sampah plastik dan kertas;
- Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHP ) baru melahirkan himbauan-himbauan dan belum tunjukkan komitmen serius berupa kelahiran aturan, regulasi dan pengelolaan sampah plastik secara nasional. Perlulah suatu direktorat yang pegang kendali sampah yang kuat;
- Tanggung jawab dan akuntabilitas perusahaan yang mendapat izin menjadi pengimpor dan pengekspor sampah plastik masih belum menjalankan standar yang memadai;
- Sampah plastik dan kertas yang merugikan lingkungan karena tidak bisa didaur ulang dan bahkan membawa racun dan kandungan kimia yang merugikan lingkungan dan manusia sekitarnya;
- Banyak sampah itu mengandung bahan kimia yang di negara asalnya di negara maju adalah dilarang beredar.