Pollinator dan Keberbagaiannya?Â
Beberapa negara membuat kebijakan dan strategi untuk melindungi Pollinator. The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES), merilis studi yang menunjukkan bahwa 75% dari tumubuhan pangan kita dan 90% dari tanaman bunga liar kita tergantung pada polinasi binatang untuk bisa berkembang biak dan bereproduksi.Â
Selanjutnya, studi menghitung bahwa nilai tanaman di seluruh dunia yang tergantung pada Pllinator diperkirakan adalah sekitar $ 577 milyar. Tidak memadainya Pllinators, diperkirakan terdapat kerugian ekonomi senilai sekitar $ 16 juta sampau $ 191 juta per tahunnya.
Jadi, layanan polinasi bisa dikatakan sebagai faktor input di sektor pertanian yang memasitkan adanya produksi tanaman tanaman. Semua petani, terutama petani kecil dan keluarga petani di seluruh dunia mendapat manfaat dari layanan ini. Ini juga menjadi perhatian lembaga Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab untuk pangan, Food and Agriculture Organization (FAO).Â
Cara pandang ini tentu menggeser teori faktor produksi pertanian moderen yang sangat begantung pada faktor input yang biasanya ciptaan manusia, seperti pupuk dan pestisida serta proses yang dibantu manusia. Padahal alam memiliki pula cara cara natural yang penuh keajaiban.Â
Ketersediaan dan keberagaman Pollinator memiliki dampak positif langsung pada hasil pertanian. Ini sangat menunjang adanya ketahanan pangan dan gizi. Artinya, melindungi Pollinator sama dengan mendorong upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Studi menunjukkan bahwa 16 % dari Pollinator jenis vertebrata dan lebih dari 40% pollinator jenis invertebrate menghadapi ancaman kepunahan global.
Untuk itu, upaya upaya pencegahan dilakukan, antara lain mendorong pertanian berkelanjutan, menciptakan dan memastikan habitat Pollinator terjaga, dengan menggunakan pengetahuan asli atau tradisional dengan mengurangi penggunaan pestisida.