Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Hukuman Berat, Mengapa Masih Nekad Tidur dengan Anak di Bawah Umur?

11 Maret 2019   09:01 Diperbarui: 12 Maret 2019   02:20 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Prostitusi Anak yang Pelik

Berita di koran Tribunenews.com berjudul " Remaja Jakarta ini Jadi Mucikari Prostitusi online" ini sangatlah menghentakkan. Sangat menyakitkan hati. Pelaku dan korban adalah anak anak. 

Terkait pelaku mucikari yang juga dilakukan oleh anak anak dan masih ada di usia 17, tentu ini perlu penelusuran. Apakah anak ini bekerja sendirian ataukah ia juga hanyalah operator. Studi menunjukkan, jarang terjadi prostitusi anak dikelola sepenuhnya oleh anak anak. 

Lalu, bagaimana dengan korban yang menjadi pekerja seksual anak? Sayapun jadi ingat peristiwa beberapa tahun yang lalu. Seorang sahabat dekat saya datang kepada saya, menangis tak tahu harus berbuat apa. Pasalnya ia kebingungan. Ia tidak sengaja mendapati percakapan suaminya di ponsel yang berkomunikasi dengan mucikari untuk mendapatkan layanan prostitusi anak. Sahabat saya amatlah terpukul. 

Ia tergoncang. Tentu saja. Ini pengkhianatan tingkat dewa. Bukan saja pengkhianatan cinta, tetapi juga pengkhianatan pada keluarganya karena ia punya anak perempuan. Ini pengkhianatan pada hak anak secara umum. Melanggar aturan hukum. Ini sesuatu yang teramat serius.

Ia memahami bahwa suaminya melanggar aturan hukum dan bisa dijerat hukuman penjara minimal 10 tahun. Pada saat yang sama, ia tidak mungkin melakukan pengaduan karena hal tersebut akan berbuntut panjang. 

Selain bukti bukti yang akan pelik, sahabat saya masih beranggapan bahwa menjaga nama baik suami juga akan menyelamatkan nama baik keluarga dan keluarga besar. Nama baik anak anaknya. Apalagi ada anaknya yang perempuan. Oh, Tuhan, ini suatu dilema.

Hal ini juga saya baca di majalah the Guardian edisi terakhir yang ditulis pada 10 Maret 2019 ini. Mirella Fostrup menulis tentang dilema seseorang yang menulis surat kepadanya. Mirella marah dan kecewa karena orang tersebut tidak menuntut atau melaporkan kasus sahabatnya yang tidur dengan anak anak di bawah umur. Mestinya pelaku ada di balik terali besi untuk merasakan akibat perbuatannya. 

Rupanya, dilema semacam ini bukan suatu kebetulan yang sedikit. Begitu banyak kasus semacam ini terjadi di belahan dunia kita. Dan pelaku yang dikategorikan kejahatan kelamin tetap gentayangan.

Prostitusi Anak (oleh ist elshinta.com)
Prostitusi Anak (oleh ist elshinta.com)
Lalu, siapa yang dianggap sebagai anak? Menurut Konvensi Dunia untuk Hak Anak atau the UN Convention on the Rights of the Child (CRC) dan Undang Undang Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Suatu studi yang dilakukan suatu lembaga swadaya masyarakat di tahun 2000an mengindikasikan bahwa lebih dari separuh pekerja seks komersial adalah berusia di bawah umur, antara 15 sampai 18 tahun. Sementara itu, Yayasan LARAS Kalimantan Timur menyampaikan hasil studinya bahwa pada tahun 2013, dari 2.344 wanita pekerja seks di Kalimantan Timur, terdapat 740 di antaranya adalah anak-anak dan usia remaja. Sebagian dari anak anak itu terinfeksi HIV. Artinya, sekitar 31% dari pekerja seks adalah anak anak dan mereka rentan. 

Mengapa anak anak menjadi pekerja seksual komersial? Studi yang dilakukan oleh Paramitha Widya Susanty di wilayah Malang Jawa Timur (2014) menunjukkan bahwa faktor faktor yang melatarbelakangi anak di bawah umur melakukan praktek prostitusi adalah karena faktor ekonomi (50%), faktor psikologis, misalnya karena patah hati dank arena perkawinan di usia anak (40%) dan faktor pergaulan bebas yang dipengaruhi faktor lingkungan (10%). 

Suka Sama Suka atau dengan Paksa, Anda adalah Pemerkosa. 

Sebetulnya, aturan hukum di Republik ini menetapkan bahwa persetubuhan dengan anak, baik atas dasar suka sama suka ataupun terpaksa tetaplah melanggar aturan hukum yag berlaku di republik ini dan dapat dijerat hukuman penjara. Jadi, artinya, pelaku persetubuhan dengan anak di bawah umur tetap kena jerat hukum.

Dalam kaitannya dengan hubungan seksual dengan anak di bawah umur, terdapat beberapa acuan penting. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ("UU Perlindungan Anak") sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ("UU 35/2014"), dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ("Perpu 1/2016"), dan sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, menetapkan tidak mengenal istilah suka sama suka untuk persetubuhan dan pencabulan terhadap anak. 

Meskipun dilakukan atas dasar suka sama suka, posisi anak tetap sebagai korban walaupun anak yang minta berhubungan badan atau dicabuli oleh orang lain.

Beberapa penetapan hukuman pada kasus melakukan hubungan seksual dengan anak di bawah umur dengan alasan suka sama suka telah ada. Satu kasus yang dicatat sebagai jurisprudensi yang bagian penting dari penetapan hukum selanjutnya. Putusan yang dimaksud adalah Putusan Pengadilan Negeri Pangkajene Nomor 157/2011/PN Pangkajene. 

Pada putusan tersebut, Majelis Hakim menekankan aspek norma dari yang terkandung pada Undang Undang Perlindungan Anak dan Kitab dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait dengan masalah tindak pidana kesusilaan. 

Ini berarti, alasan "atas dasar suka sama suka" dalam persetubuhan yang melibatkan anak tidak dapat dijadikan alasan bagi pelaku untuk menghindar dari jeratan hukum. 

Atas pelanggaran pada 76D dan 76E UU 35/2014. Adapun sanksi dari tindak pidana tersebut terdapat pada Pasal 81 dan Pasal 82 Perpu 1/2016, yaitu " Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar". 

Juga, tindak pidana akan ditambah 1/3 dari ancaman, bila hal ini dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama.

Artinya, tidak ada ampun bagi pelaku untuk tidur dengan anak di bawah umur. Ini termasuk kaliber perkosaan di mata hukum. 

Secara umum, aturan hukum dan undang undang di beberapa negara juga kulang lebih setara dengan apa yang kita miliki karena mengacu pada konvensi internasional hak anak yang sama. Bahkan, bisa dikatakan bahwa aturan hukum kita cukup progresif untuk melindungi kepentingan anak. 

Hubungan Seksual dengan Anak di Bawah Umur : Gaya Hidup? 

Persoalan prostitusi anak memang bukan hal yang mudah diurai. Permainan di pasar berlaku. Ada permintaan, ada penawaran. Namun, bila aturan hukum begitu ketat dan berat, mengapa masih banyak juga laki laki hidung belang yang bermain main dengan risiko meniduri seseorang di bawah umur atau memiliki potensi ada pada usia di bawah umur? Apakah memang pemahaman laki laki tentang hukum sangat rendah?

Atau alasan tidak melihat KTP perempuan itu karena si perempuan nampak dewasa? Atau apakah ini sudah menjadi gaya hidup bahwa tidur dengan anak di bawah umur akan memberikan kenikmatan lebih? Gaya hidup kriminal? Atau tak perduli karena enak dan mau?

Saya menulis ini bukan karena saya perempuan. Bukan juga karena saya bekerja di area kesetaraan gender. Saya hanya bisa katakan ini adalah urusan kemanusiaan dan akal sehat. 

Sudahlah. Saya yakin ada studi tentang hal ini. Yang jelas, para pelaku punya jawabannya. Namun pagi ini, saya mungkin hanya bisa mengurut dada, menghela napas panjang atas kepelikan realita. 

Lalu, apakah kita hanya bisa berserah diri dan katakan bahwa ini urusan Tuhan?

Pustaka : Kasus Prostitusi online, Aturan Hukum Bersetubuh dengan Anak di Bawah Umur, Studi Prostitusi Anak, the Guardian 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun