Dua hari ini terakhir ini saya mulai belajar tentang hutan dalam suatu pertemuan kerja dengan para peneliti kehutanan dari 3 universitas dari 3 provinsi di Kalimantan. Satu di antara yang saya pelajari dari para peneliti sebagai hal baru adalah tentang hutan Kerangas yang kebetulan diidentifikasi keberadaannya di Kutai Timur, Kalimantan Timur.Â
Sebagai pembelajar pemula, tentu saya menjadi banyak bertanya. Untuk itu, saya perlu bersabar karena diskusi kami barulah pada tahap persiapan penelitian. Saya sangat berharap bahwa proses dan hasil penelitian akan memberikan jawaban. Atau, paling tidak, penelitian akan memberikan data dan informasi pembuka.
Dari sisi pengertiannya, Kerangas dipercaya berasal dari bahasa Dayak Iban yang berarti 'tanah yang tak bisa ditanami padi'. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Hutan Kerangas sebagai "tipe hutan hujan tropis yang umumnya terdapat di Kalimantan, yang setelah ditebang atau dibakar tidak dapat ditanami padi karena mempunyai tanah podsol dengan pH 3-4 dan kandungan haranya rendah".Â
Saya merasa belum mendapatkan jawaban dari definisi ini. Untuk itu, saya mencoba mencari informasi dari beberapa sumber bacaan. Memang informasi yang memadai belumlah ada. Banyak sumber informasi yang mengacu pada informasi yang serupa atau bahkan hanyalah pengulangan.
Hutan Kerangas tumbuh di atas tanah podsol, yaitu tanah yang terbentuk karena curah hujan dan juga tanah pasir kuarsa. Hutan ini miskin hara dan memiliki pH rendah (Whitmore 1984; Whitten et al. 1984; Brunig 1974).
 Pada kedalaman satu meter di bawah permukaan tanah hutan Kerangas akan ditemukan lapisan podsol berwarna putih yang berfungsi sebagai penangkap air. Air tanahnya berwarna hitam dan miskin zat hara.Â
Bila hutan-hutan di Jawa disuburkan oleh abu dan materi vulkanik, hutan Kerangas ada karena proses evolusi. Evolusi terjadi sebagai akibat dari kondisi "kemiskinan" hara yang sangat ekstrim. Karena kondisi alam yang ekstrim inilah maka vegetasi yang mampu bertahan di hutan jenis ini memiliki pola adaptasi yang tidak biasa.Â
Proses luar biasa itu merupakan daur ulang nutrisi yang jatuh dari tajuk hutan, yang setelah ribuan tahun kemudian barulah menjadi hara. Jelaslah, proses terjadinya Hutan Kerangas amatlah lama.
Hutan ini berisi tanaman tanaman berukuran pendek atau rendah dan maksimal hanya terdiri dari satu kanopi saja. Seringkali, para ahli mengasosiasikan hutan Kerangas dengan lapisan gambut karena jenis vegetasi yang saling menyerupai.
Di Indonesia, terdapat hutan Kerangas di Kalimantan (MacKinnon et al. 1992), di Sumatera dan di pulau Bangka dan Belitung (Whitten et al. 1984. Diperkirakan hutan Kerangas di Kalimantan adalah yang terluas di Asia Tenggara (Megadiversitas Indonesia). Sayang sekali tidak terdapat data keseluruhan akan luasan hutan ini. Komposisi flora hutan Kerangas bervariasi tergantung kedalaman tanah dan ketersediaan air (Kartawinata (2013).
Satu hal yang perlu diwaspadai adalah keberadaan hutan Kerangas yang ada di Area Penggunaan Lain (APL). Data Kementrian Kehutan dan Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa pada 2013 terdapat sekitar 7 juta hektar hutan, termasuk hutan Kerangas) dan lahan gambut yang berada di area penggunaan lain masih berhutan atau menyimpan kekayaan biodiversitas tinggi.Â
Adalah menjadi kekhawatiran bersama bahwa area ini kadang bisa berubah fungsi atas dalih kebutuhan manusia. Karena status hutan dan lahan gambut ini secara legal boleh ditebang untuk apa saja, persoalan menjadi muncul.
Sejarah penunjukkan APL yang sentralistik, sementara penanggung jawab APL adalah Pemda menjadikan beberapa hal terkait silang selisih tata kelola dan konflik bermunculan. Adanya APL berhutan dan terdapat di dalamnya fauna dan flora artinya terdapat dasar ekologi yang tidak dipahami dan tidak sesuai.Â
Jika 8,6 juta ha APL dikonversi menjadi hutan tanaman industri atau kebun sawit, artinya wilayah APL akan melepaskan 860 juta ton karbon, dengan asumsi asumsi tiap hektar melepas 100 ton karbon. Hal ini setara dengan 3 gigaton CO2 atau tiga kali lipat penurunan gas rumah kaca dari sektor kehutanan/gambut.
Dalam hal hutan Kerangas, secara umum jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di wilayah ini diantaranya Cemara Balon (Casuarina nobilis), Geronggang (Cratoxylum glaucum), C. Arborescens, Combretocarpus rotundatus, Dacrydium elatum. Terdapat pula jenis-jenis pohon dari famili Dipterocarpaceae seperti Shorea balangeran, S. Coriacea, dan S. Havilandii.Â
Vegetasi yang populer namun keberadaannya makin jarang adalah Kantong Semar dari genus Nephentes. Untuk bertahan hidup, Kantong Semar menyerap nutrisi dari hewan dan serangga yang terjebak masuk dalam kantung yang dimiliki. Saya sempat membawa beberapa tulisan tentang Kantong Semar di Kompasiana.
Semut menikmati nectar bunga. Sementara para semut melicinkan bunga dengan nectar sehingga seringga terpeleset untuk kemudian bunga menjadi mangsa.
Satu vegetasi yang menarik lainnya adalah Geronggang atau Cratoxylum arborescens. Pohon ini mampu bertahan dari panas, bahkan di area hutan yang pernah terbakar. Pohon cepat tumbuh. Sumber di Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa tanaman geronggang umur 3,5 tahun mempunyai persen hidup 85,6% dengan tinggi 7,72 m, diameter. 8,44 cm. Batang yang keras mampu bertahan dari kekeringan.
Tanaman perdu berdaun tunggal ini berbentuk memanjang. Bunga termasuk bunga majemuk berwarna ungu kemerah-merahan, buahnya dapat dimakan mempunyai biji berukuran kecil.
Pada 2013 Universitas Mulawarman melakukan survai di hutan Kerangas di wilayah Kalimantan Tengah. Pada survai tersebut ditemukan jejak lebih dari 200 an satwa Orang Utan, disamping monyet bersar ('gibbon'). Ini menunjukkan kekayaan hayati dari hutan Kerangas. Di wilayah Hutan Bawan di Kalimantan Tengah tersebut, disesalkan Hutan Kerangas seringkali terdegradasi karena penebangan dan kebakaran.
Pada saat ini informasi tentang tanaman atau vegetasi Hutan Kerangas yang dapat menjadi obat obatan masih sangat terbatas. Hanya disebutkan secara umum saja bahwa terdapat sekitar 36 vegetasi yang ada di dalam hutan Kerangas. Wawancara dengan penduduk di hutan di wilayah Tanjung Kelanis di di Kalimantan Selatan dan di Kotawaringin Selatan di Kalimantan Tengah menyangkut pengetahuan etnobotani.Â
Menunjukkan bahwa manfaat tanaman yang berada di Hutan Kerangas meliputi antibakteri, antioksidan, antimalaria, antihipertensi, dan anti diabetes. Manfaat lain dari vegetasi hutan Kerangas juga dicatat untuk furnitur atau perabot rumah, tanaman pangan, tanaman untuk penggunaan spiritual, tanaman hias, tanaman pewarna, bahan kerajinan dan kayu bakar.
Beberapa pihak melihat pentingnya mempertahankan kondisi alami dari Ekosistem Hutan Pasalnya masyarakat sering membakar hutan yang dianggapnya 'hanya' sebagai semak. Mereka tidak atau belum paham proses evolusi hutan yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun.Â
Padahal vegetasi hutan Kerangas merupakan sumber obat obatan. Mengingat prosesnya yang tidak biasa dan memerlukan waktu evolusi yang lama, kegiatan pemanfaatan hutan Kerangas harus seminimal mungkin dan untuk itu penting untuk mempertahankan kondisi alami darinya.
Di wilayah Kabupaten Belitung Timur, Hutan Kerangas bahkan telah dipromosikan sebagai potensi pariwisata untuk minat khusus. Saya membawa berita di suatu media bahwa tahun yang lalu telah diadakan Ekspedisi di kawasan Konservasi Hutan Kerangas Desa Cendil . Ini tentu suatu model pelestarian yang perlu mendapat perhatian (posbelitung.co 2 Februari 2018).
Tim peneliti dari universitas universitas di 3 provinsi di Kalimantan ini akan mulai mencari jawab atas aspek sosial ekonomi serta gender dari masyarakat di wilayah Hutan Kerangas di Kalimantan Timur. Ini tentu akan memberikan harapan atas jawaban banyak pertanyaan atas apa yang bisa dilakukan untuk melindungi hutan Kerangas ini, agar pemanfaatannya bijaksana dan lingkungan menjadi lestari.Â
Juga akan menarik untuk memahami siap saja di antara masyarakat yang melindungi hutan Perangas, yang merawat dan mungkin mereka yang memiliki kecenderungan merusaknya. Karena terdapat banyak jenis pohon obat obatan, akan menarik memahami siapa yang memiliki pengetahuan obat obatan dair vegetasi yang ada di hutan Perangas.Â
Hutan Kerangas yang tangguh dalam kondisi yang rapuh ini perlu dipahami masyarakat agar perlindungan dan pemanfaatan atasnya menjadi bijaksana senantiasa.Â
Pustaka:
Kantong Semar
Geronggang
Studi Hutan KerangasÂ
Kantong Semat Papua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H